"Jangan seperti ini, lo diam dan mengejar dia disamping lo ninggalin gue yang masih ngerasa kalo lo mempertahankan gue, sakit!"
■□■□■
"Dia..."
Belum selurusnya kalimat itu mendarat dari mulut Dinar, dengan sigap cewek di sampingnya menyimpulkan.
"Iya gue tau pasti dia pacar lo kan? Sampe sayangnya nggak ada yang bisa ngalahin gitu!" Sinis Zedney diiringi pergerakan kakinya menjauhi Dinar yang saat itu masih meratapi tanah merah didepannya.
Kok dia sewot...
Salahkah adegan ini? Kalau begitu jangan salahkan dia. Salahkan saja perasaan yang membuatnya seperti itu.
Entah apa kali ini, tapi melihat Dinar yang menyayangi seorang cewek seperti itu membuat hatinya bergetar. Ya, sakit. Padahal Zedney pun menyadari status dirinya hanyalah sebatas teman dengan Dinar. Bahkan dia adalah kekasih dari sahabatnya Dinar, Rehan.
Seiring langkah Zedney yang semakin jauh, masih di dalam posisi semulanya, Dinar menatap punggung cewek itu lekat. Dan tersenyum penuh arti, meski ia sendiri tak meyakinkan arti senyumannya barusan.
Dia jealouse sama Dinaya? Haha
Dinar bangkit dari jongkoknya dan berjalan menghampiri Zedney yang sudah jauh di depannya. Dari arah belakang cewek itu, Dinar tersenyum simpul. Seperti sudah tau semua makna yang tersirat.
"Woi" Panggil Dinar, tak dihiraukan.
"Zedney." Lagi, tak dihiraukan.
"Nyet!" Kali ini ampuh, cewek itu menoleh dengan bibir mengerucut. Membuat Dinar khilaf tersenyum geli.
"Apasih lo!" Omelnya, masih lucu.
"Kenapa sih lo? Nggak usah kabur - kaburan deh."
"Kabur apaan?"
"Kabur dari kenyataan eaaak." Cengirnya memicing membuat cewek di depannya menatap bergidig.
Zedney kembali tak hiraukan ocehan ngaco cowok itu, ia kembali memutar balikkan tubuhnya. Namun sedetik itupun pergelangan tangannya terjerat oleh sangkutan tangan Dinar.
"Jealouse?" Pancing cowok itu to the point.
"Siapa? Gue? Sama pacar lo? Sory ya!" Katanya dengan tatapan malas.
Bukan menjelaskan, cowok itu justru semakin larut dalam tawanya. Bahkan kali ini lebih kencang. Membuat cewek di depannya semakin kesal dan kembali pergi menjauh.
Terkadang orang memang seperti itu, menyimpulkan tanpa tau yang sesungguhnya.
Genggaman tangan itu Dinar lepas, seperti ia melepas langkah Zedney yang terus menjauh. Tapi ia tetap mengikuti langkah itu dari jauh, sampai langkah cewek di depannya lebih dulu berhenti.
Zedney terduduk disebuah batu di atas rerumputan hijau. Matanya menatap kosong pemandangan di depan, hamparan rumah masa depan, alias kuburan. Pandangannya mungkin kosong, tapi tidak dengan pikirannya. Nama cewek yang tertulis rapih di batu nisan itu masih mengiang jelas diingatannya.
Sampai lamunannya buyar dengan kehadiran cowok yang kini turut duduk di sampingnya. Dinar, menatap cewek di sampingnya dengan cengiran konyol. Tapi kali ini cengirannya itu tak digubris sama sekali oleh Zedney. Cewek itu hanya menatap kilas Dinar lalu mengembalikan pandangannya kedepan.
"Udah bilang aja kalo jealouse kali!" Cengiran konyol khas nya masih tertaut di bibirnya.
"Apaan sih, kepedean banget jadi orang!" Kesal Zedney.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last [Completed]
Genç KurguLo ibarat logika, dan dia ibarat kata hati. Sejauh apapun gue memperjuangkan logika, pada ujung jalan tetap aja ada dia sebagai kata hati gue. Karena pada dasarnya cinta itu tentang kata hati, bukan sebuah logika.