"Disaat gue mengharapkan lo yang ada di sini, nyatanya justru dia yang selalu ada buat gue, bukan lo yang statusnya pacar gue!"
■□■□■
Cowok tak selalu kuat. Ada kalanya ia harus mengalah dan menyerah. Fisik maupun batin.
Hal itu terjadi kepada Dinar. Setelah menghabiskan banyak waktu di bawah rinai hujan bersama Zedney, ia pun harus merelakan satu hal. Dampak bahwa dirinya yang tak bisa berlama-lama di bawah hujan, menjadikannya tumbang di atas kasur. Ya, cowok itu terbaring lemah. Meski sebenarnya ia sadar hal itu akan terjadi. Kali ini fisik tak sekuat batinnya. Cowok itu benar-benar terlihat tak karuan. Kaos hitam lengan panjang dipadu celana pendek, ditambah hidung merah dan kelopak mata nan sayu.
Sejak ia sampai di rumah sore tadi dalam keadaan masih basah kuyup, tubuhnya menggigil hebat. Jari tangannya keriput sempurna ditambah warna kulitnya yang menyerupai sosok mayat hidup. Sang bunda yang melihat anak kesayangannya terbaring lemah merasa tak tega. Hani pun masuk kedalam kamar Dinar yang kebetulan sedang tak terkunci. Cowok itu masih terbaring lemas di atas sana.
"Sayang?" Kata Hani lembut seraya menempatkan punggung tangannya di atas dahi cowok itu.
Suhu badannya sangat panas, membuat Dinar tak henti menggigil dan berulangkali menyuarakan sebuah nama dengan singkat dan sangat pelan. Hani yang sudah menyiapkan handuk kecil hingga baskom berisikan air dingin segera mengompres dahi anaknya itu.
"Zzed..n..eey." Ujar Dinar lirih secara tak sadar.
"Zzed..n..eey."
Hani yang berada tepat di samping tubuh Dinar dapat mendengar apa yang dikatakan cowok itu meski secara kasat. Awalnya ia hanya tersenyum gusar seraya terus mengganti kompresan Dinar, tapi melihat cowok itu yang tak henti menyuarakan nama seseorang, Hani mulai berinisiatif.
Merasa bahwa yang terus disuarakan sang anak adalah gadis pujaannya, ia mengambil ponsel Dinar yang tergeletak begitu saja di atas kasur. Dibukanya kontak lalu ditelusuri satu persatu hingga ia menjumpai sebuah nama yang sesuai dengan apa yang dikatakan anaknya.
Zedney.
Awalnya ia merasa ragu karena ini kali pertamanya ia menelpon seorang perempuan yang memiliki sangkut paut hati dengan anaknya. Tapi keraguan itu langung ia tepis sejauh mungkin dan segera menekan sebuah gambar telepon berwarna hijau yang terletak di muka layar.
Tak butuh waktu lama agar sambungan telepon itu terhubung, terdengar samar suara seseorang dari seberang sana.
■□■□■
Dibelahnya jalan Jakarta di bawah naungan gelapnya langit malam. Suara bising hampir menguasai semua sudut jalan. Tentu, hal itu dihasilkan oleh ramainya lalu lalang oleh kendaraan bermotor. Sebab itu pun Rehan tak menggunakan mobilnya, karena ia tahu hanya akan memperlambat perjalanannya ke rumah Zedney.
Pikiran mengendara kosong, terlalu terlampau jauh soal Zedney. Sedikit saja jalanan senggang, tak segan ia melaju dengan kecepatan yang patut dikatakan gila. Padahal cowok itu hanya menggunakan kaos oblong hingga celana pendek tanpa dibalut oleh jaket. Terlebih suasana malam yang dingin bekas guyuran air hujan sore tadi. Ia tak peduli akan hal itu, yang ia fikir saat ini adalah Zedney.
Sampai ninja hitamnya berhenti tepat di depan pagar tinggi sebuah rumah berlatar putih.
Rehan berulangkali menekan tombol bel, dengan penuh harap kekasihnya yang akan membukakannya. Nyatanya salah, karena seorang wanita paruh baya dengan daster kembang langsung tersenyum ramah kepada Rehan ketika baru saja pagar itu terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last [Completed]
Novela JuvenilLo ibarat logika, dan dia ibarat kata hati. Sejauh apapun gue memperjuangkan logika, pada ujung jalan tetap aja ada dia sebagai kata hati gue. Karena pada dasarnya cinta itu tentang kata hati, bukan sebuah logika.