"Bukan main indahnya...." Bun Sam berseru dan lupalah ia akan kelaparan perutnya, kelelahan tubuhnya dan kesedihan hatinya. Ia tentu akan berdiri di situ terus, memutar mutar tubuh memandang ke sekeliling puncak, kalau saja si muka tengkorak tidak memegang tangannya dan mengajaknya melanjutkan perjalanan, menuju kesebuah hutan kecil dari pohon pohon tusam yang berada di tempat paling tinggi.
Di hutan yang indah, penuh dengan pohon pohon tusam yang tua dan bunga bunga beraneka warna ini, terdapat pula banyak sekali batu batu karang besar yang bentuknya bermacam macam, ada yang seperti mulut naga, ada pula yang berbentuk empat segi dan bundar.
Dan di tengah tengah hutan kecil ini, terdapat sebuah pondok bambu yang sederhana dan bersih. Ketika mereka berjalan menuju ke pondok itu, seorang kakek ke luar dari pintu pondok yang tidak berdaun pintu.
Kakek ini sudah tua sekali, berpakaian kuning dan membiarkan rambutnya yang putih dan panjang tarurai di punggungnya.
"Yap Bouw, kau baru datang?" terdengar suara kakek itu berkata dengan halus akan tetapi di dalam kehalusan suaranya ini mengandung sesuatu tenaga yang menggetarkan hati Bun Sam.
Si muka tengkorak ketika melihat kakek ini lalu menghampiri dan menjatuhkan diri berlutut di depan orang tua itu, lalu menggerak gerakkan kedua tangannya. Sepuluh buah jari tangannya bergerak gerak seperti seorang penari dan kakek itu memandang dengan penuh perhatian.
Ternyata bahwa dengan bahasa gerak jari, si muka tengkorak itu sedang menceritakan kepada kakek ini tentang kedua orang anak yang dibawanya.
Bun Sam adalah anak yang cerdik. Melihat sikap penolongnya terhadap kakek yang lemah lembut ini, tahulah ia bahwa kakek ini tentu bukan orang sembarangan. Kalau penolongnya yang demikian gagah perkasa masih memperlihatkan penghormatan sebesar itu, tentulah kakek Tiraikasih Website ini seorang sakti yang sering kali didongengkan oleh ayahnya sebagai pertapa pertapa yang sudah menjadi manusia setengah dewa.
Oleh karena itu, tanpa ragu ragu lagi ketika kakek itu memandangnya, ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu dan berkata,
"Teecu (murid) bernama Song Bun Sam, ayah bunda teecu terbunuh oleh gerombolan Ang bi tin dan kalau teecu tidak tertolong inkong (tuan penolong) ini, entah bagaimana jadinya dengan diri teecu"
"Aku tahu, aku tahu... Yap Bouw sudah menceritakan padaku tentang keadaanmu. Sudahlah, Bun Sam, tak perlu kau memikirkan hal hal yang sudah lalu, tak perlu kau mengingat ingat peristiwa yang terjadi. Paling baik kau memandang ke depan ke masa mendatang. Kau tentu tidak mempunyai keluarga lagi, bukan?"
Bun Sam menggelengkan kepalanya
"Keluarga ayah dan ibu memang ada, akan tetapi teecu tidak tahu lagi di mana tempat tinggal mereka."
"Kalau begitu, sukakalah kau tinggal di sini bersama aku dan Yap Bouw dan Siauw liong (Naga Kecil)! Aku disebut orang Kim Kong Taisu dan kau boleh belajar apa saja yang kau sukai di tempat ini."
Bun Sam cepat mengangguk anggukkan kepalanya dan berkata,
"Kalau suhu dan inkong sudi memberi tempat kepada teecu, teecu akan suka sekali tinggal di sini. Biarpun dijadikan pelayan, teecu akan menerima dengan penuh perasaan terima kasih."
Sambil berkata demikian, Bun Sam diam diam mengerling ke arah pondok kecil itu.
Karena tadi kakek ini menyebut nama Siauw liong, tidak tahu siapa dan apakah Siauw liong itu? Kalau orang, tentulah seorang anak karena sebutan siauw (kecil) itu biasanya dipergunakan untuk seorang anak anak. Akan tetapi tidak ada sesuatu yang muncul dari gubuk itu.
Pada saat itu. Gan Kui To, siluman kembali dari pingsannya. Tadi ketika ia mengeluarkan seruan "bagus" sampai dua kali, ia merasa terkejut mendengar suaranya sendiri dan suaranya inilah yang mengembalikan ingatannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Sinar Emas ( Kim Kong Kiam )
General FictionSeorang Pendekar yang bernama Bun Sam yang bertualang bersama Suhengnya (kakak seperguruan) Yap Bouw yang merupakan bekas jenderal yang sangat tangguh dalam tugasnya untuk membasmi Pasukan Mongol yang bernama Ang-bi-tin yang ganas dan tidak segan me...