36

2K 31 0
                                    

Keadaan Thian te Kiam ong Song Bun Sam bertambah payah dan dua hari kemudian semenjak kakek Song ini meninggalkan pesanan pesanan kepada anak cucuknya, ia sudah tak dapat bicara lagi! Anak anak dan cucu cucunya menjaga di dekat pembaringan dan pelahan lahan terdengar isak tangis dari Song Siauw Yang, Ong Siang Cu, dan Song Bi Hui.

Tiba tiba kakek Song membuka matanya, menarik napas panjang seperti mengumpulkan kekuatan terakhir dan hebat, dia dapat bangun dan duduk! Benar benar luar biasa sekali kakek ini. Biarpun dalam keadaan sudah hampir mati, ia masih berhasil mengumpulkan tenaga dan bangun duduk, kemudian dengan tangannya memberi isyarat supaya orang mengambilkan alat tulis. Tek Hong cepat cepat mengambilkan kertas dan tinta pensil dan kakek yang sudah tidak dapat bicara lagi ini mulai menulis huruf huruf yang jelas dan kuat goresannya. Anak cucunya dengan penuh perhatian membaca huruf huruf itu.

Pesanku Terakhir, Bi Hui harus dijodohkan Dengan cucu laki laki Sin tung Lo Kai. Juga Kong Hwat harus dijodohkan dengan Cucu perempuan Sin tung Lo Kai.

Demikian bunyi tulisan sebagai pesan terakhir dari kakek Song. Tek Hong suami isteri dan Pun Hui suami isteri berlutut di depan pembaringan, menyatakan hendak mentaati perintah kakek Song ini. Tak seorangpun tahu betapa Bi Hui dan Kong Hwat saling bertukar pandang dan muka mereka menjadi pucat sekali.

Pada malam harinya, dengan tenang Thian te Kiam ong Song Bun Sam, pendekar pedang yang tiada keduanya sehingga mendapat julukan Si Raja Pedang meninggal dunia, diantar oleh tangis anak cucunya. Anehnya, tangis yang paling hebat di lakukan oleh Bi Hui dan Kong Hwat.

Orang orang hanya mengira bahwa dua orang muda itu saking besar cintanya kepada kong kong mereka maka amat berduka, padahal di dalam kedukaan mereka ini tersetip rahasia pribadi. Dua orang muda, atau misan ini ternyata telah saling menukar hati, saling mencinta!

Maka dapat dibayangkan betapa kecewa dan berduka hati mereka ketika membaca pesan terakhir dari kong kong mereka bahwa mereka berdua harus dijodohkan dengan cucu cucu dari Sin tung Lo kai.

Oleh karena keluarga Song tidak mempunyai sanak saudara yang tinggal di tempat jauh, dan anak cucunya sudah berkumpul di situ, maka jenazah tidak ditahan terlalu lama dan segera dimakamkan dengan upacara yang cukup ramai karena boleh dibilang semua penduduk Tit le tidak ada yang keluar mengantar. Sedikitnya dari satu rumah tentu keluar seorang anggota keluarga yang mengantar rombongan jenazah pendekar besar itu.

Setelah peti jenazah itu dikubur dan makam itu disembahyangi, tiba tiba terdengar suara orang berteriak teriak kecewa, "Terlambat.... ! Terlambat...."

Dan dari bawah berlari lari naiklah beberapa orang ke tempat pemakaman yang merupakan pegunungan kecil itu. Semua orang memandang dan ternyata yang berlari lari naik itu adalah tiga orang. Yang berteriak teriak kecewa tadi adalah seorang kakek berusia limapuluh tahun lebih, dari pakaiannya ternyata bahwa ia seorang tosu, jubahnya kuning, topinya juga kuning, mukanya panjang kurus dan sepasang matanya tajam setengah terkatup.

Dua orang di kanan kirinya adalah dua orang laki laki yang usianya kurang lebih tigapuluh tahun, berperawakan kekar dan di pinggang mereka tergantung pedang.

Agak jauh di belakang mereka nampak seorang pengemis tua terpincang pincang, dibantu sebatang tongkat bambu, juga sedang menaiki jalan tanjakan, agaknya menonton upacara pemakaman atau hendak mencari sisa sisa makanan sembahyang. Akan tetapi tak seorangpun memperhatikan pengemis pincang ini karena semua orang tertarik oleh tiga orang yang berlari lari naik. Tosu itu tanpa banyak cakap lagi lalu menghampiri makam dan menjura di situ. Sama sekali tidak menperdulikan orang lain. Dua orang laki laki yang nampak kuat itu mencontoh perbuatan tosu dan tetap berdiri di kanan kirinya.

"Thian te Kiam ong, kau benar benar orang yang bernasib baik. Atau aku Pat pi Lo cu yang bernasib buruk? Jauh jauh dari See thian (dunia barat) aku datang untuk mencabut julukanmu Raja Pedang, eh, tahu tahunya kau sembunyi di balik peti mati untuk menghindari aku. Terlambat, terlambat !"

Pedang Sinar Emas ( Kim Kong Kiam )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang