34

2.5K 28 0
                                    

KENG KI berdiri terpaku Tangan kanannya tergantung di belakang, tangan kiri menjambak jambak rambut, rasa nyeri punggungnya berdenyut denyut. 

"Lebih baik kutinggalkan saja dia," ia termenung.

Akan tetapi.... apa jadinya kalau di tinggalkan? Dia akan kelaparan atau akan terjatuh ke dalam tangan orang yang takkan membiarkan saja wanita cantik ini tidak diganggu. Pula, ia sendiri sudah tidak punya apa apa, diusir mentah mentah oleh keluarga Thio, karena perempuan celaka ini, pikirnya.

Tiba tiba ia mendapat pikiran yang amat baik. "Mengapa tidak? Aku dapat membalasnya, juga menolongnya, dan menolong diriku sendiri." Keng Ki tersenyum.

"Tidak, Kui Lian. Kau tidak seharusnya mati, kau masih muda dan kau harus ingat akan.... anak di kandunganmu," katanya sambil menarik bangun Kui Lian dengan halus.

Kui Lian merasa tertusuk hatinya diingatkan akan kandungannya, maka ia menangis tersedu sedu.

"Sudahlah, mari kau ikut saja dengan aku, aku akan mencarikan tempat tinggal yang baik untukmu," Keng Ki menghibur .

"Gan twako, kalau aku tidak mengingat akan.... kandunganku ini.... aku lebih baik mati menyusul ayah bundaku...."

"Hushh.... sudahlah, adikku yang baik. Jangan putus asa, dunia masih terang, hidup masih panjang. Biadab orang orang jahanam seperti keluarga Thio terutama sekali Tho Sui pemuda keparat itu, cepat cepat mampus dimakan iblis di hari tahun baru ini. Angkat muka, Kui Lian, musim semi telah tiba, kau tidak boleh bermuram durja, rezeki akan pergi menjauhi kita kalau kita tidak menyambutnya dengan wajah berseri."

Kui Lian merasa berterima kasih sekali. Alangkah baiknya hati Keng Ki Sambil memegang tangan pemuda itu erat erat, ia melangkah maju, penuh harapan untuk masa depan.


"Gan twako, hidupku selanjutnya hanya mengandalkan kepadamu saja," katanya lemah. "Kau tertimpa bencana oleh karena aku, dan kau tidak sakit hati malah kau bersiap menolongku.... alangkah mulia hatimu .... "

"Aah, jangan berkata demikian. Kita kan senasib? Asal selanjutnya kau taat kepadaku, ku tanggung kau akan mendapat tempat dan kedudukan yang baik."

Maka berjalanlah dua orang itu, di hari tahun baru, di tempat sunyi sepi, menuju ke timur ke arah matahari, menyongsong terbitnya raja sehari.

Kui Lian yang hatinya masih terluka oleh karena dikecewakan kepercayaannya terhadap manusia itu, kembali menerima pukulan batin yang hebat. Tadinya ia percaya penuh kepada Keng Ki, menggantungkan harapannya kepada pemuda ini yang ia anggap seorang yang semulia mulianya.

Akan tetapi apakah yang terjadi?

Ketika mereka tiba di kota Kun san, Keng Ki bilang bahwa dia mempunyai seorang bibi di kota ini. Dengan segala senang hati Kui Lian mengikuti Keng Ki mampir di rumah bibinya itu. Ternyata bibi dan Keng Ki itu seorang janda yang sudah setengah tua, ramah tamah sekali, agak genit, rumahnya teratur rapi dan bersih, penuh bunga bunga dan di situ Kui Lian bertemu dengan empat orang wanita muda yang cantik cantik pulasan.

Sikap mereka yang genit, bedak dan gincu tebal itu membuat Kui Lian merasa tidak enak dan tidak senang. Akan tetapi oleh karena bibi Keng Ki itu menyatakan bahwa empat orang wanita itu adalah anak anaknya, Kui Lian menelan kesebalannya dan bersikap halus dan ramah.

Di luar pengetahuan Kui Dan, Keng Ki telah main mata dengan perempuan setengah tua itu. Perempuan itu tersenyum senyum, kemudian mempersilahkan Kui Lian mengaso di ruangan dalam.

"Mengasolah dulu, adikku. Aku ada urusan penting sekali di sebuah kantor di kota ini, urusan pembelian rumah. Kalau sudah selesai, tentu aku akan datang menjemputmu."

Pedang Sinar Emas ( Kim Kong Kiam )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang