4

5.4K 55 3
                                    

ORANG Keempat dari "Lima Besar" itu bukan lain adalah Pat jiu Giam ong Liem Po Coan atau jenderal Liem, adik seperguruan Seng Jin Siansu yang karena kedudukannya menjadi makin disegani orang orang kangouw.

Ilmu silaat dari Raja Maut Tangan Delapan ini diberitakan orang tidak kalah oleh kepandaian Seng Jin Siansu.

Adapun orang ke lima merupakan tokoh yang penuh rahasia, puluhan tahun yang lalu orang mengenal tokoh ini dengan nama julukan Bu tek Kiam ong (Raja Pedang Tanpa Tandingan).

Akan tetapi nama ini terkenal kurang lebih tigapuluh tahun yang lalu sedangkan pada waktu itu, Bu tek Kiam ong ditaksir orang usianya sudah ada lima puluh tahun. Masih hidupkah raja pedang itu? Tak seorangpun dapat menjawabnya, karena orang tua itu tak pernah muncul lagi dan orang tidak tahu di mana dia berada.

Betapapun juga, julukan "Lima Besar" tetap terdengar dan tidak seorangpun di antara empat besar itu berani meniadakan nama Bu tek Kiam ong sebagai seorang tokoh di antara Lima Besar.

Empat orang adik seperguruan dari Bouw Ek Tosu ketika mendengar pertanyaan apakah mereka sudah mendengar nama Mo bin Sin kun, tentu saja menganggukkan kepalanya. Akan tetapi, Hwa Hwa Niocu yang berwatak keras dan berani, segera berkata.

"Twa suheng, biarpun Mo bin Sin kun amat terkenal dan boleh kita sebut sebagai tokoh tinggi, akan tetapi perlu apa kita harus takut kepadanya? Kita berlimapun bukanlah orang orang yang boleh ditakut takuti begitu saja dan kurasa mendiang suhu kita masih setingkat lebih tinggi kedudukannya daripada Mo bin Sin kun!"

Mendengar ucapan sumoinya ini, Bouw Ek Tosu mengerutkan kening dan diam diam ia melirik ke sana ke mari. "Sumoi, jangan berkata demikian. Memang di dalam urusan orang orang seperti kita, tidak ada kata kata takut, akan tetapi harap kau berlaku lebih hati hati dan jangan memandang rendah kepada lawan yang bagaimanapun juga, apalagi seorang di antara Lima Besar!"

"Twa suheng, cukuplah membicarakan keadaan lain orang," tiba tiba Si Pacul Kilat Kui Hok mencela. "Lebih baik kau jelaskan, mengapa suheng memanggil kami berempat supaya berkumpul di sini dan mengapa pula Mo bin Sin kun kita tunggu kedatangannya?"

Kembali Bouw Ek Tosu menarik napas panjang dan berkata,

"Murid keponakanmu Ngo jiauw eng Lui Hai Siong yang menjadi gara gara. Kalian tahu bahwa muridku Hai Siong itu telah menjadi seorang pemimpin pasukan Ang bi tin beberapa tahun yang lalu dan agaknya dalam sepak terjangnya Ang bi tin yang membasmi bekas bekas perwira Han ini, terdapat sesuatu yang tidak menyenangkan hati Mo bin Sin kun! Dua pekan yang lalu, pada suatu malam aku mendengar suara nyaring di atas genteng kuilku dan ternyata bahwa yang datang adalah Mo bin Sin kun.

"Apa yang dikatakannya, suheng?" tanya Kui Hok dan yang lain lain juga mendengarkan dengan amat tertarik.

"Ia hanya berkata singkat saja. yaitu bahwa hari ini aku harus menanti di sini, kalau tidak, muridku Hai Siong akan dibunuhnya! Oleh karena itulah, maka aku dapat menduga bahwa kemarahannya ini tentu timbul karena muridku Hai Siong itu."

"Urusan Ang bi tin mengapa harus marah kepada muridmu Ngo jiauw eng, suheng? Bukan Lui Hai Siong yang mendirikan Ang bi tin dan kuanggap Mo bin Sin kun tidak adil. Kalau dia memang tidak suka dengan Ang bi tin mengapa tidak mencari Pat jiu Giam ong saja?" kata Kui Hok.

"Barangkali dia takut kalau harus mengganggu Pat jiu Giam ong!" kata Hwa Hwa Niocu sambil tersenyum menyindir. "Sudah sepatutnya ia berurusan dengan Pati jiu Giam ong, sama sama seorang di antara lima besar !"

"Sumoi. jangan bicara sembarangan. Kita tunggu saja dan lihat bagaimana sikap Mo bin Sin kun. Sementara menanti, mari kita makan minum lebih dulu."

Sementara kelima orang Sin Beng Ngo hiap ini makan minum di atas loterng sambil diam diam memasang telinga dan mata dan selalu bersikap waspada, ternyata di bawah loteng, di depan rumah makan itu terjadi pula peristiwa yang cukup menarik hati.

Pedang Sinar Emas ( Kim Kong Kiam )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang