29

2.2K 30 2
                                    

"BUKTINYA?" Sian Hwa melepaskan pelukannya, memegang kedua pundak gadis itu dan menatap wajahnya dengan airmata masih berlinangan di atas kedua pipinya.

"Buktinya tanda merah pada betis kakimu, dan persamaan wajahmu dengan Puteri Luilee, dan pedang ini.... karena pedang inipun dicuri oleh Lam hai Lo mo pada saat ia menculikmu." Sian Hwa berhenti sebentar untuk mengambil napas, karena ia bicara cepat cepat untuk segera memberi penjelasan kepada gadis itu.

"Dan pula orang tuamu meninggalkan surat pesanan kepada kami."

"Mana surat itu?"

"Dibawa oleh suamiku yang kini sedang menuju ke Pulau Sam liong to, memenuhi tantangan gurumu yang jahat itu." Kata kata terakhir dari Sian Hwa ini mengandung kekhawatiran.

"Di mana adanya pangeran dan puteri yang kauanggap sebagai orang tuaku itu? Aku hendak mencari mereka dan membuktikan sendiri."

"Mereka telah tewas terbunuh...."

"Terbunuh...?! Siapa yang membunuh mereka?"

"Siapa lagi yang membunuh kalau bukan Lam hai Lo mo si jahat itu, Gwat Eng, Lam hai Lo mo membunuh kedua orang tuamu dan kemudian menculikmu sambil mencuri pedang. Ayahmu masih sempat menulis surat peninggalan untuk kami."

Wajah Siang Cu menjadi pucat dan kedua tangannya menggigil. Gurunya yang memelihara dan mendidiknya semenjak kecil, yang kelihatan begitu penuh kasih sayang terhadapnya, benar benarkah gurunya telah melakukan perbuatan yang demikian kejinya terhadap orang tuanya? Akan tetapi keraguan ini dilenyapkan oleh ingatan betapa gurunya memang amat kejam dalam menghadapi orang orang Go bi pai dan ketika menyerbu rumah Thian te Kiam ong di Tit le. Namun, ia masih sangsi.... dan berkatalah ia tanpa disadari,

"Mungkinkah suhu melakukan hal itu.... ?"

"Kau tanyalah saja kepada si jahat Lam hai Lo mo, pasti dia lebih tahu akan hal itu," kata Sian Hwa yang kembali teringat akan keadaan suaminya. "Siauw Yang, mari kita segera menyusul ayahmu, siapa tahu kalau kalau Lam hai Lo mo yang jahat itu telah mengatur perangkap. Aku cukup kenal kecurangannya."

"Baik, ibu, memang tadinya akupun hendak ikut!"

"Gwat Eng, marilah kau pergi bersama kami, di Pulau Sam liong to kau akan dapat mencari bukti dari Lam hai Lo mo sendiri tentang penuturanku tadi."

Siang Cu memungut pedangnya dan mengangguk ia hanya dapat mengeluarkan kata kata perlahan yang diulang ulangnya kembali, "Kalau benar benar dia membunuh kedua orang tuaku...."

Biarpun kata kata yang diulang ulang ini tidak dilanjutkan, namun Siauw Yang dan Sian Hwa dapat menangkap ancaman maut yang terbayang pada mata gadis baju merah yang gagah itu dan diam diam mereka menaruh hati kasihan kepada gadis yang bernasib malang itu.

Siauw Yang tadi telah melihat betapa Pun Hui ditolong oleh Leng Li dan dibawa lari oleh pengantin itu, maka dapat dibayangkan bahwa ia amat gelisah memikirkan pemuda itu,

"Ibu, apakah ibu melihat di mana adanya Liem suheng?" Ia pura pura bertanya kepada ibunya.

Semenjak tadi, Sian Hwa juga memperhatikan Pun Hui karena ia tahu bahwa pemuda itu tidak pandai silat.

"Tadi kulihat dia dibawa pergi oleh pengantin wanita yang agaknya menolongnya dari serangan orang orang Pangeran Ciong. Entah ke mana dibawanya dan akupun tidak tahu mengapa pengantin wanita itu bahkan membantu kita."

"Dia adalah seorang sahabat, ibu. Dia puteri dari Sin tung Lo kai Thio Houw."

"Hm, tadi aku melihat pemuda itu dibawa lari dan dibela mati matian oleh calon isteri Ciong Pak Sui. Tentu ia akan selamat, tak perlu dikhawatirkan," kata Siang Cu yang juga melihat peristiwa itu.

Pedang Sinar Emas ( Kim Kong Kiam )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang