"HA, lihai sekali murid Lam hai Lo mo. Sayang sekali suka mencampuri urusan lain orang," berkata orang tinggi kurus dan bertongkat itu sambil melangkah maju.
"Kalau aku mencampuri urusan orang, kalian mau apakah?" Siang Cu membentak dengan sikap menantang. Setelah tadi ia berhasil memukul mundur pemuda yang lihai itu, semangatnya timbul kembali dan ia merasa cukup tangguh untuk menghadapi dua orang ini sungguhpun ia belum tahu sampai di masa kelihaiannya yang tua.
Kakek itu tertawa bergelak. "Hebat, hebat. Dari mana Lam hai Lo mo mendapatkan muridnya ini? Apakah dari neraka? Dia hidup kembali sudah aneh, sekarang mempunyai murid seperti ini, ah, hal ini jauh lebih aneh."
Mendengar ini, Siang Cu merasa tak enak hati juga. Mendengar omongannya, agaknya orang tua ini sudah kenal baik dengan suhunya.
"Orang tua, kau siapakah?" tanya Siang Cu.
Orang tua itu tersenyum. "Nona, kalau betul kau murid Lam hai Lo mo, jangan kau mengira bahwa puteraku Eng Kiat ini tadi sudah kalah olehmu, ia hanya mengalah, bukan kalah."
"Kalau masih penasaran, boleh maju lagi. Aku tidak takut," Siang Cu memotong pembicaraan orang. Kakek itu tersenyum dingin.
"Tiada gunanya. Kalau dia menang, gurumu akan mengira bahwa kami berlaku curang. Hayo bawa kami menghadap suhumu, dia tentu girang bertemu dengan aku."
"Tidak bisa, orang tua. Sebelum kau mengaku siapa adanya kau dan anakmu, dan sebelum aku menolong semua korban yang dirampok oleh kawan kawanmu, aku takkan pergi dari sini."
Kakek itu menoleh kepada puteranya dan tertawa geli melihat puteranya memandang kepada Siang Cu dengan kekaguman yang tak disembunyikan lagi.
"Sudah sepatutnya kau kagum dan suka kepadanya, Eng Kiat. Memang sukarlah menentukan seorang dara perkasa seperti ini apalagi di tempat ini."
"Hebat, ayah. Bahkan lebih hebat daripada puteri Thian te Kiam ong," kata pemuda itu terus terang sambil matanya terus mengincar gadis itu.
Tadinya Siang Cu akan marah sekali mendengar percakapan mereka, akan tetapi setelah mendengar disebutnya puteri Thian te Kiam ong, hatinya tertarik sekali dan ia diam saja, tidak jadi marah.
"Nona, ketahuilah bahwa aku adalah Tung hai Sian jin (Dewa Laut Timur) dan ini adalah puteraku, Bong Eng Kiat. Jangan kau khawatir tentang para korban, sekarang juga akan kuperintahkan kepada mereka untuk mengantarkan para korban kembali ke pantai Tiongkok,"
Kakek itu lalu bicara dalam bahasa asing kepada para bajak, memerintahkan mereka mengantar semua korban dengan perahu bajak kembali ke daratan Tiongkok.
Ketika lima orang wanita itu dan si sasterawan muda hendak berangkat, sasterawan itu menghampiri Siang Cu dan berkata hormat.
"Siocia, aku Liem Pun Hui selama hidup takkan melupakan budi dan kegagahanmu yang luar biasa. Sudilah kiranya memberi tahu nama siocia apabila tidak menganggap itu terlalu kurang ajar bagiku."
"Aku bernama Ong Siang Cu, dan tentang budi dan pertolongan, harap kau suka melupakannya saja." jawab gadis itu dan wajahnya menjadi agak merah karena jengah, ia sendiri merasa heran mengapa pujian pemuda pesolek yang bernama Bong Eng Kiat itu memanaskan telinganya dan membuatnya marah, akan tetapi sebaliknya pujian pemuda sasterawan yang sederhana ini membuatnya senang dan malu.Setelah para korban diantar ke dalam perahu, kakek itu lalu mengajak Siang Cu.
"Marilah nona kita kembali ke tempat suhumu."
Siang Cu tidak suka berdekatan dengan dua orang ini, akan tetapi diam diam iapun merasa ingin tahu sekali akan keadaan dua orang yang ternyata memiliki ilmu tinggi ini. Pula yang menarik hatinya adalah disebutnya puteri Thian te Kiam ong tadi, maka iapun ingin membawa mereka ke suhunya untuk mendengar penjelasan terlebih jauh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Sinar Emas ( Kim Kong Kiam )
Ficción GeneralSeorang Pendekar yang bernama Bun Sam yang bertualang bersama Suhengnya (kakak seperguruan) Yap Bouw yang merupakan bekas jenderal yang sangat tangguh dalam tugasnya untuk membasmi Pasukan Mongol yang bernama Ang-bi-tin yang ganas dan tidak segan me...