MENJELANG senja, Bun Sam dia Sian Hwa memasuki pintu gerbang kota Kim ke bun. Pada pintu gerbang itu terdapat sebuah ayam batu yang dipasang di atas pintu gerbang, dicat dengan warna kuning emas.
Inilah lambang kota Kim ke bun yang kelihatannya cukup ramai, penuh dengan bangunan bangunan tembok yang besar.
Dengan lambat suami isteri ini menjalankan kuda memasuki kota, hendak mencari rumah penginapan. Tiba tiba terdengar orang berseru memanggil dan ketika mereka menoleh, mereka melihat seorang laki laki tinggi besar bermuka hitam. Orang ini kelihatan kasar dan di punggungnya tergantung sebuah pedang, pakaiannya mewah sekali seperti pakaian seorang kaya raya,
"Song taihiap.... alangkah bahagiaku bertemu dengan Song taihiap dan lihiap yang mulia...."
Bun Sam dan Sian Hwa saling lirik sambil menahan senyum. Alangkah mudahnya orang berba hagia sungguhpun kebahagiaan yang diutarakan oleh orang muka hitam ini belum tentu aseli. Lagi pula, mereka saling pandang karena merasa heran. Orang ini belum pernah mereka kenal, bagaimana mereka dapat bersikap demikian gembira berjumpa dengan mereka di tempat itu?
Melihat laki laki tinggi besar itu menghampiri mereka dan menjura dengan penuh sikap hormat , Bun Sam membalas penghormatannya dengan merangkapkan kedua tangan di depan dada.
"Song taihiap dan lihiap kedatangan ji wi di kota ini bagi siauwte seakan akan bintang bintang jatuh dari langit! Siauwte mengundang dengan penuh hormat, sudilah kiranya ji wi menghadiri pesta pernikahan siauwte malam ini di rumah siauwte yang buruk."
"Nanti dulu, sobat," Bun Sam tersenyum mendengar ucapan itu. "Sebelum kita melanjutkan percakapan, tolonglah kau memperkenalkan diri lebih dulu. Maafkan kami yang sama sekali tidak ingat lagi siapa adanya kau ini."
Orang tinggi besar itu mengangkat ke dua alisnya yang lebat, kemudian tertawa sambil menampar kepalanya sendiri.
"Aha, memang aku yang bodoh dan tolol! Tentu saja ji wi tidak kenal lagi kepadaku. Thian te Kiam ong, siauwte adalah Ouw bin cu Tong Kwat!"
Kembali Bun Sam dan Sian Hwa saling pandang dengan mulut ternganga. Mereka memang kenal Ouw bin cu Tong Kwat, akan tetapi orang ini dahulu adalah seorang tosu. Bagaimana sekarang telah berobah pakaian seperti seorang hartawan biasa? Kini teringatlah mereka muka orang ini. Inilah orang yang dulu pernah mampir di Tit le dan yang kemudian menurut cerita Tek Hong dan Siauw Yang, telah merebut peta palsu yang dibawa oleh Coa Kim. Orang ini akan menikah? Hampir Bun Sam tertawa. Usia Ouw bin cu Tong Kwat ini sedikitnya sudah empatpuluh dua tahun.
"Ah, maafkan kami, Ouw bin cu. Bukankah kau dahulu seorang tosu?" secara terang Bu Sam bertanya karena ia memang benar benar heran sekali. Dahulu tosu, sekarang hartawan dan hendak menikah!
Muka yang hitam itu menjadi lebih hitam lagi, tanda bahhwa warna merah menjalar di mukanya. Ketawanya masam tanda bahwa dia malu sekali.
"Sudah lama aku membuang jubah pendeta dan menjadi seorang biasa , taihiap. Sekali lagi kuulangi, mohon ji wi sudi menjadi tamu kehormatan dalam pesta pernikahanku malam ini."
Bun Sam menghela napas ia tidak tertarik sama sekali untuk menghadiri pesta pernikahan seorang bekas tosu yang sesungguhnya amat menarik hati dan luar biasa.
"Maaf, Ouw biu cu. Kami lelah dan hendak beristirahat. Kami sedang mencari rumah penginapan."
"Tak usah, taihiap. Tak usah! marilah bermalam di rumahku saja. Rumahku cukup besar, yang paling besar di kota ini!"
"Hem, agaknya kau telah menjadi seorang hartawan besar sekarang, Ouw bin cu. Pantas saja kau tidak mau menjadi tosu! Sudahlah, biarkan kami mencari hotel saja, kami tidak mengganggumu, apalagi kau menikah malam ini," kata Bun Sam sambil tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Sinar Emas ( Kim Kong Kiam )
General FictionSeorang Pendekar yang bernama Bun Sam yang bertualang bersama Suhengnya (kakak seperguruan) Yap Bouw yang merupakan bekas jenderal yang sangat tangguh dalam tugasnya untuk membasmi Pasukan Mongol yang bernama Ang-bi-tin yang ganas dan tidak segan me...