Chapter 14

540 33 0
                                    

      Dhea mengedarkan pandanganya ke sekeliling kedai es krim ini. Nuansa Eropa begitu terasa, tidak heran jika Erza mengatakan jika tempat ini adalah kedai es krim favoritnya. Pada pandangan pertama saja, Dhea sudah jatuh cinta dengan tempat senyaman ini.

     "Nglihatin apa sih ?" Tanya Erza.

     Dhea hanya menggelengkan kepalanya dan kembali memakan es krim rasa stroberinya.

     "Lo itu unik"

     Dhea menatap Erza dengan tatapan bertanya - tanya.

     "Kebanyakan cewek suka coklat. Apapun yang berhubungan sama coklat mereka suka, tapi lo beda. Lo malah suka stroberi" Ucap Erza tanpa menatap Dhea.

     Dhea diam mendengar perkataan Erza. Memang benar, Dhea tidak terlalu suka coklat. Dhea tidak suka coklat bukan tanpa alasan, Dhea takut badanya akan membengkak jika terus memakan coklat. Dan juga selama ini tidak ada yang memperdulikan selera rasa Dhea, bahkan keluarganya sendiri. Tapi Erza dapat dengan cepat menyadari perbedaan Dhea dengan perempuan lainya.

     "Terlepas dari apapun alasanya, tapi gue yakin. Lo emang beda" Ucap Erza lagi. Tidak ada wajah mengejek, atau ingin tertawa. Wajah Erza benar - benar serius.

     Dhea menundukan kepalanya. Dhea merasa wajahnya memanas karena malu. Erza memang tidak romantis, tapi Erza selalu punya cara untuk membuat semua orang yang ada di dekatnya nyaman.

     "Oh iya, soal David tadi. Lo gak perlu sedih - sedih lagi !" Suruh Erza.

     "Makasih ya kak" Jawab Dhea dengan tersenyum manis.

     "Sama - sama" Jawab Erza.

     Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka berdua. Erza dan Dhea sama - sama sibuk dengan es krim mereka masing - masing. Dhea menghabiskan es krim nya dengan semangat, memakan tanpa jeda, bahkan Erza yang melihatnya takut Dhea tersedak sendok (?).

     "Woi - woi, woles bro"

     "Hehehe, es krim nya enak kak" Dhea tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya. Dan Erza yang melihat malah tersenyum geli.

•••

    "Istirahat ya Dhe ! Besok sekolah, jangan lupa makan !" Pesan Erza pada Dhea sebelum Dhea masuk ke dalam rumahnya.

     "Siap"

     "Anak pintar, yaudah sana masuk ! Good night"

     "Night too" Jawab Dhea malu - malu.

     Dhea menatap mobil Erza yang mulai menjauh. Erza orang yang baik, Erza orang yang mampu membuatnya kembali tersenyum ketika dirinya sedang bersedih. Dhea tidak ingin terluka lagi, tapi Dhea tidak bisa menahan dirinya untuk menolak pesona Erza.

    "Udah nglihatinnya ?"

    Dhea terperanjat saat suara Malvin tiba - tiba terdengar di sampingnya. Malvin melipat tanganya di depan dada dengan wajah datar seperti biasanya.

     "Temen - temen lo udah nungguin dari tadi tapi lo malah berdiri di sini" Omel Malvin pada Dhea.

     "Sumpah ?" Tanya Dhea tidak percaya. Tapi bukanya menjawab, Malvin malah berbalik masuk ke dalam rumah meninggalkan Dhea.

     "Coba kak Erza yang jadi kakak gue" Gerutu Dhea sambil berjalan masuk mengikuti Malvin. Dan memang benar, di ruang tamunya sudah ada ketiga sahabatnya yang menunggu Dhea dengan wajah bosan.

     "Dari mana aja lo tai ?" Tanya Sofi.

     "Hehehe, maaf ya. Gue mandi dulu deh ya, bye" Dhea berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya yang berada di lantai 2. Tidak memperdulikan wajah kesal ketiga sahabatnya yang sudah menunggu nya lama.

      Dhea membuka pintu kamarnya dengan masih tersenyum. Dhea masih belum bisa berhenti memikirkan Erza. Apapun yang dilakukan Erza terasa begitu tulus. Rasanya begitu bahagia andai Erza tahu jika Dhea menyukai perlakuan Erza.

     "I love you kak Erza" Ucap Dhea pelan sebelum Dhea berlari ke kamar mandi dan menutup pintunya dengan keras.

     30 menit kemudian Dhea sudah keluar dari kamar mandi. Dhea langsung bergegas turun ke ruang tamu nya untuk menemui Sofi, Freya dan Afrill yang sudah menunggunya. Tapi ketika Dhea sudah di ruang tamu, yang Dhea lihat hanyalah Malvin yang sedang menonton tv. Tidak ada Sofi, Freya dan Afrill. Yang ada hanya sisa makanan mereka.

      "Kak, yang lain kemana ?" Tanya Dhea.

      "Pulang" Jawab Malvin singkat, tanpa menoleh pada Dhea.

      "Kok gitu ?"

      "Kenapa lo gak ngaca ? Kenapa temen - temen lo pulang ?" Ucap Malvin datar.

      Dhea menatap punggung Malvin dengan mata melotot. Tak bisakah Malvin menjelaskan dengan kata - kata yang lebih baik dan tidak menyakitkan seperti itu. 'Mereka udah pulang' atau 'Lo kelamaan sih, pulang kan mereka' seperti itu kan lebih bisa diterima telinga dengan mudah. Pantas saja Malvin jomblo. Lagipula kenapa Sofi, Freya dan Afrill tidak menunggunya sedikit lebih lama. Apakah selama itu Dhea meninggalkan mereka ? Uh, sepertinya mereka bertiga benar - benar tidak bisa jauh dari Dhea.

Never Rewarded [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang