Chapter 16

500 33 0
                                    

Aku tak pernah memintamu untuk membalas perasaanku, namun setidaknya jangan menyakiti perasaanku dengan ucapan dan perlakuanmu.


-Dhea Vyllia Meddy


×××××

      "Sial"

      Dhea berjalan cepat di koridor yang sudah sepi. Iya, sepi karena bel masuk sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu.

       "Gara - gara Mr. Keenan nih gue jadi telat" Dhea menggerutu dalam hati. Ini semua karena Mr. Keenan yang menyuruhnya merapikan buku - buku siswa yang terjatuh di ruang guru. Kenapa harus dirinya? Apa cuma dirinya yang melewati ruang guru?.

      Dhea sampai di depan pintu kelas dan mendengar Mrs. Riana guru Fisika sedang menerangkan materi. Dhea akhirnya berbalik arah dan malah naik ke rooftop sekolah. Persetan dengan pelajaran Fisika, walaupun dia dikelas dan mendengarkan guru menerangkan pun dirinya juga tidak akan langsung mengerti. Dhea bisa masuk kelas IPA di kelas XI ini karena dirinya memang bekerja keras untuk belajar karena waktu kelas X Dhea masuk di kelas Bahasa walaupun berbeda kelas dengan Sofi, Freya dan Afril yang sejak kelas X sudah menjadi anak IPA, Dhea sudah bersahabat dengan mereka. Mereka bertemu saat hari pertama MOS.


      Dhea duduk di salah satu bangku Taman di rooftop sekolah, cukup lama Dhea diam hingga akhirnya seseorang duduk di sebelahnya. Awalnya Dhea tidak memperdulikan orang itu, namun mendengar suaranya membuat Dhea langsung menoleh ke arah orang itu.

      "Hai Dhe" Sapa David sambil tersenyum manis.

      Senyum itu. Senyum yang dulunya menjadi senyum favorite Dhea. Dhea merasa antara senang dan benci melihat senyum David.

       "Mau apa kak David kesini? " Tanya Dhea datar.

        "Emang kenapa? Ini rooftop sekolah bukan rumah lo. Siapa aja bisa kesini" Jawab David membuat Dhea terdiam.

        Memang ini tempat yang boleh di datangi oleh siapapun, namun bukan rooftop sekolah yang Dhea permasalahan tapi David. Kenapa David harus duduk di sini? Kenapa tidak di bangku lain. Sudah cukup kejadian kemarin, apa David masih ingin membuat Dhea lebih menderita. Apapun alasanya, jika sudah menyakiti hati orang lain itu tidak benar.

      "Kenapa lo diem? Jangan pernah berfikir kalau gue ngikutin lo ya! Karena itu memang impossible" Ucap David sinis.

       Apa? Siapa juga yang berfikiran seperti itu? Fikiran cowok ini benar - benar jahat. Dhea tersenyum tipis, untung saja David cepat mengungkap kebohonganya sendiri. Jika melihat David, Dhea jadi teringat buah apel yang luarnya masih sangat bagus tapi ternyata didalamnya sudah terdapat banyak belatung.

      Dhea akan beranjak berdiri saat ucapan David membuat Dhea lagi - lagi terdiam.

       "Lo pasti telat kan mangkanya lo di sini? Tanya David yang memang tepat sasaran. "Dari pada diem - diem aja mending nyanyi yuk" David mengambil gitarnya yang ada di belakang bangku yang mereka duduki.

       De javu. Dhea seperti de javu sekarang ini. Dhea terlambat, ada David dan mereka bernyanyi bersama dengan David yang bermain gitar. Bedanya hanya tempat dan waktu dan Dhea benci akan hal ini.

       "Dhe lo kenapa diem? " Tanya David.

       "Dhea? "

       "Ah iya, apa? " Dhea berkata dengan cepat.

       "Mau nyanyi apa? " Tanya David dengan percaya diri.

       Dhea tersenyum sinis. Untuk kali ini, David tidak perlu membuat Dhea terjebak lagi dengan kepalsuan. David tidak perlu repot - repot melakukanya. Dhea menoleh pada David yang masih menatapnya sambil tersenyum. Senyum yang sekarang sangat Dhea benci melebihi apapun. Senyum yang dulu pernah Dhea puja dan banggakan, tapi tidak lebih dari senyum seorang pecundang. Sumpah, Dhea ingin sekali merobek kulit wajah David dan mengubur nya di dalam tanah.

     "Kok lo malah senyum ? Mau nyanyi apa nih ?" Tanya David lagi.

     "Terserah" Jawab Dhea.

     "Okey, lagu Jatuh Cinta aja ya" Usul David.

      Dhea lagi - lagi tersenyum. Dhea mengiyakan usulan David. Terserah David, biar dia melakukan apapun yang dia inginkan, Dhea sudah tidak perduli lagi. Saat David mulai memainkan instrumen lagu Jatuh Cinta itu, Dhea langsung berdiri dan meninggalkan David yang menatap Dhea dengan tatapan bertanya - bertanya. Dhea tidak sedikitpun menoleh saat David memanggil namanya. Tidak ada lagi yang perlu terjadi di antara mereka berdua.

Never Rewarded [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang