Aku tidak akan berjanji untuk menghapus luka di hatimu, tapi aku akan berjanji untuk menutupi dan menyembuhkan luka di hatimu dengan perlahan.
- Erza Victory Padilla××××
Dhea menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Tubuhnya memang di dalam kelas, tapi fikiranya berkelana di atas ranjang di rumahnya. Apalagi di luar sedang hujan, Dhea sangat ingin tidur di dalam gulungan selimut daripada mendengar guru Matematika sedang menerangkan. Otak Dhea rasanya sudah hampir meledak, dan dari telinga Dhea juga mulai ada asap yang keluar.
"Bangke, masih lama lagi" Gerutu Dhea setelah melirik jam yang menunjukkan pukul 2 siang.
"Berisik" Tegur Sofi yang terganggu dengan gumaman Dhea. Sofi terlihat serius mendengarkan guru Matematika yang berdiri sambil sesekali menulis angka yang sama sekali tidak Dhea tahu darimana asalnya. Padahal Dhea tahu, Sofi adalah salah satu dari belasan siswa lainya yang hanya pura - pura mendengarkan tapi aslinya juga tidak faham.
Dhea mengalihkan pandanganya ke arah jendela. Melihat hujan turun lebih menyenangkan daripada melihat papan tulis. Tapi Dhea mendapat pemandangan yang lebih indah. Disana, di koridor sekolah, Dhea melihat Erza berjalan dengan gagah sambil membawa tumpukan buku yang menggunung. Tapi Erza sama sekali tidak terlihat kesulitan.
"So gentleman" Gumam Dhea.
Dhea seperti mendapat hidayah. Dengan gerakan cepat, Dhea memutar lehernya kembali ke arah guru Matematika yang masih sibuk menerangkan. Dhea tersenyum lebar dan segera mengangkat tanganya. Dan gerakan itu membuat semua yang berada di kelas yang tengah hening itu mengalihkan pandangan mereka pada Dhea.
"Iya ?" Tanya Mr. Gerry.
"Saya boleh minta izin ke kamar mandi"
"Silahkan"
Dhea tersenyum girang dan berjalan cepat keluar dari dalam kelas. Dhea tahu kemana Erza akan membawa buku - buku tadi. Dan dengan berlari kecil Dhea menyusul Erza ke perpustakaan. Ketika Dhea sampai di depan perpustakaan, tanpa ragu Dhea langsung membuka pintunya. Dhea mengedarkan pandanganya dan menemukan Erza sedang menata buku di salah satu rak.
"Kak Erza" Sapa Dhea.
"Dhea, kok lo disini" Tanya Erza.
"Bosen kak di kelas"
"Yaudah, disini aja. Mau bantuin ?" Tanya Erza yang dijawab anggukan antusias oleh Dhea.
Dhea tidak menyesal dengan keputusanya yang membolos di jam pelajaran seperti ini. Lagipula nanti Dhea punya alasan jika ditanya kenapa begitu lama di kamar mandi. Dan satu lagi, Erza tidak seperti Malvin. Jika Malvin tahu jika Dhea membolos pasti laki - laki itu akan mengomel seperti ibu - ibu komplek yang sedang bergosip, tapi tidak dengan Erza. Erza memang sangat pengertian padanya, benar - benar laki - laki idaman.
"Za, yang ini di taruh dimana ?" Tiba - tiba Ayya datang dengan membawa beberapa tumpuk buku di tanganya. Ayya menaikkan sebelah alisnya saat melihat Dhea, tapi kemudian kembali mengalihkan pandanganya pada Erza.
"Biar aku aja" Erza mengambil buku di tangan Ayya dan menghilang di balik rak - rak buku di blog buku yang lain. Dhea sedikit menjaga jarak dari Ayya karena Dhea sebenarnya juga takut dengan Ayya.
Ayya berjalan mendekati Dhea dan berdiri di samping Dhea. Tangan Ayya terulur untuk mengambil buku tentang filosofi yang berada tepat di depan Dhea. Ayya seperti tidak menganggap Dhea ada, tapi tidak dipungkiri Dhea lebih suka Ayya bersikap seperti itu. Setelah mengambil buku itu, Ayya segera pergi dari dekat Dhea dan keluar dari perpustakaan. Dhea bernafas lega saat mendengar suara pintu perpustakaan di tutup.
"Loh Dhe, Ayya mana ?" Tanya Erza yang sudah kembali lagi.
"Keluar kak" Jawab Dhea. Dhea sedikit kecewa dengan pertanyaan Erza yang menanyakan dimana Ayya berada. Dhea tahu, dirinya tidak berhak merasa seperti itu.
"Oh, lo abis ini mau kemana ? Soalnya gue mau balik ke kelas" Tanya Erza pada Dhea.
"Aku balik ke kelas juga deh kak" Walaupun dengan tidak ikhlas, akhirnya Dhea pun tetap pergi meninggalkan perpustakaan dan kembali ke dalam kelas yang membosankan. Benar - benar membosankan.
Dhea berjalan gontai ke dalam kelas yang masih sunyi. Dengan ingin sekali menyeret guru bertubuh jangkung itu keluar dari dalam kelas Dhea. Tapi Dhea tahu, dirinya takkan mungkin bisa melakukanya.
"Permisi" Dhea masuk ke dalam kelas.
"Kenapa lama sekali kamu di kamar mandi ?" Tanya Mr. Gerry.
"Saya, sakit perut pak" Dhea menjawab sambil pura - pura memegang perutnya yang tidak sakit sama sekali.
"Yasudah, cepat duduk dan kerjakan LKS" Suruh Mr. Gerry.
Dhea duduk di kursinya yang langsung di hadiahi tatapan tajam oleh Sofi. "Pinter ya lo, kabur dari kenyataan" Bisik Sofi dengan nada yang ditekan - tekan.
"I know what you did" Ucap Freya sambil menoleh sejenak pada Dhea.
Dhea tersenyum lebar dan membentuk peace pada jari telunjuk dan jari tengahnya yang dibalas gelengan kepala oleh Sofi, Freya dan Afrill. Dan setelah itu, Dhea langsung membuka LKS nya dan membaca soal yang tertulis disana, dan lagi - lagi Dhea tersenyum. Tapi bukan senyum bahagia, tapi senyum miris. Bahkan Dhea tidak mengerti maksud dari soal itu apa ?. Mungkin Dhea perlu les privat setelah ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/96052074-288-k983508.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Rewarded [END]
Teen FictionTak ada yang ingin disakiti Tak ada yang ingin dikecewakan Tak ada yang ingin dibohongi Dan tak ada yang ingin terus gagal dalam percintaan. Tapi tidak bagi gadis bernama Dhea Vyllia Meddy. Gadis itu punya segalanya, tapi tidak untuk cinta. Dimana d...