Sudah direvisi.
Jangan lupa follow akunku detiknadi yaa.
tinggalkan komentar dan votemu untuk mendukung cerita ini.
💌💌💌
Segelas es cokelat yang tinggal setengah menemani siang Alika di sebuah kafe yang jaraknya tidak jauh dari sekolah. Dekorasi warna-warni yang lucu menarik minat ia dan dua sahabatnya untuk berkunjung ke kafe ini. Pandangannya meneliti ke seluruh ruangan. Jujur saja ini kesekian kalinya ia ke tempat ini setelah mungkin satu tahun kafe ini buka di dekat sekolahnya. Mata Alika berhenti pada seorang barista yang sedang membuat minuman yang tidak tahu apa itu dengan sangat cekatan. Entah sang barista memiliki tangan ajaib atau tidak, tapi minuman yang ia bikin memang seenak itu.
Hari ini pengumuman kelulusannya dari bangku Sekolah Menengah Pertama. Dua jam lalu, gadis itu baru saja menerima surat dari kepala sekolah yang bertuliskan bahwa ia lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Maka dari itu, ia memutuskan untuk merayakan kelulusan ini dengan makan-makan bersama dua sahabatnya. Ia tidak ikut dalam pesta konvoi teman-teman seangkatan. Menurutnya hal itu sangat mengganggu ketertiban jalanan.
Tiga orang gadis berseragam putih biru itu duduk berhadap-hadapan. Membahas akan lanjut di sekolah apa mereka nantinya, kalau bisa sih satu sekolah lagi, biar tidak melewati masa pendekatan memilik teman baru lagi. Mereka sudah melewati masa tiga tahun bersama, sangat sulit untuk mendapatkan teman lagi seperti mereka. Alika yang periang dan baik hati, Gigi dengan mulut ceriwisnya, dan Tasya yang paling lebih dewasa dari mereka bertiga.
"Lo lanjut di mana, Ka?" tanya Gigi, gadis bermata bulat sahabat Alika.
Alika yang sedang mencolek saos dengan kentang goreng menghentikan kegiatannya. Ia berpikir sebentar. Ia belum pernah membahas ini dengan orang tuanya, dan ia juga belum pernah memikirkan sebelumnya.
"Belum kepikiran."Tasya berdecak. "Sumpah, ya? Gue sampe sudah satu minggu ini mikirin mau lanjut di mana. Dan lo?
"Liat aja nanti." Kata Alika.
"Dih sok misterius."
Gigi dan Alika saling pandang, dua detik setelahnya tertawa.
Selanjutnya percakapan diisi oleh pembahasan di mana mereka akan melanjutkan sekolah. Mereka sudah mengantongi satu nama, rencananya akan bersekolah di sana bersama-sama lagi, terlalu sulit untuk berpisah bersama teman yang sudah merasa klop. Apalagi harus memulai mencari teman baru lagi jika sewaktu-waktu mereka memilih untuk bersekolah di tempat yang berbeda.
Garakan Gigi membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman, "Memang paling bener nih di Harapan Bangsa. Kan tes masuknya online tuh jadi kayak kita nggak usah lagi ribet daftar-daftar ke sekolahnya. Kita dateng pas MOS-nya doang. Mereka juga nggak ada tuh istilah Pra-MOS gitu." jelasnya.
"Itu sekolah bang Nino 'kan?" Tanya Tasya.
Gadis yang sedari tadi hanya menyimak berdeham mengiyakan. Ia yang paling tidak tertarik dengan pembahasan ini. Mengenai SMA yang akan ia daftarkan. Masalahnya, ia juga sedang berperang batin memikirkan akan lanjut di mana. Sekolah kakaknya bukanlah sekolah sembarangan, memiliki fasilitas yang sangat lengkap untuk menunjang pembelajaran. Namun mengingat fakta bahwa bersekolah satu atap dengan sang kakak bukanlah hal yang mudah. Alika sudah merasakan saat di bangku SMP, kalau bisa sih di SMA-nya ia hanya ingin bebas bersekolah di tempat yang ia inginkan.
Wajah Gigi menjadi berbinar. "Sumpah sumpah?!"
Alika memutar bola matanya malas. Gigi kegirangan, begitu pula Tasya. Sejak SMP, kakak Alika itu sudah menjadi salah satu anak laki-laki yang paling tampan di sekolah. Dengan perawakan tinggi, pundak kokoh yang selalu dielu-elukan Gigi sebagai pundak yang sandar-able.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Brother Affects
Teen Fiction(Follow dulu, sebagian part akan diprivate.) "For once, I would be selfish to ignore our feelings. Although it hurting me, Hurting you, Which means, Hurting us..."