Part 15

4.2K 321 15
                                    

Sudah direvisi.

🌸

"Turunnya depan gerbang aja ya?" ucap Alika. Ia tidak mau lagi membuat dirinya menjadi bahan perbincangan karena lagi-lagi ia bersama Nino, yang katanya idola para wanita. Maka dari itu, turun di depan gerbang sekolah adalah ide yang cukup bagus.

Nino berdecak, "Enggak," jawabnya dengan tegas. Ia melanjutkan, "Apa bedanya sih turun di gerbang sama turun di dalam sekolah?" Nino kesal, sudah pasti. Dari pagi, ia sudah berdebat dengan Alika karena masalah 'Alika ingin turun di depan gerbang'.

Bukan tanpa alasan ia melakukan ini. Alika tidak mau mengambil risiko dengan kembali terlihat bersama Nino, yang mana bisa membuat Clara semakin murkah. Walau jika dipikir-pikir, itu bukan masalah karena Nino adalah kakaknya. Tapi, ah sudahlah. Alika tetap pada pendiriannya.

"Kenapa sih emang? Sampai sekarang Abang masih bingung kenapa kamu nggak mau kalau orang-orang tahu kita kakak-beradik." Nino melirik kaca spionnya, bercermin di sana. "Jelek banget ya? Makanya kamu nggak pede?"

Alika tertawa. Ia menepuk lengan Nino. Bisa-bisanya cowok ini merasa jelek saat banyak sekali perempuan yang mengidam-idamkannya menjadi kekasih karena ketampanannya. "Abang ganteng kok."

"Kok?"

"Oke nggak pakai 'kok'. Abang ganteng, banget. Karena abang ganteng, itulah masalahnya. Ngerti?"

"Salah wajahku apa?"

"Pokoknya begitu lah. Jadi aku turun di depan gerbang aja, ya?" dalih Alika. Ia masih berusaha untuk membuat Nino mau menurutinya. Tapi, Nino tetaplah Nino. Ia sangat sulit untuk mengubah keputusannya.

Terbukti dengan mobil yang mereka kendarai telah sampai di depan gerbang, namun tetap melaju ke dalam sekolah. Nino seolah tidak memedulikan decakan sebal dari penumpang di sebelahnya.

Setelah mobil terparkir dengan baik, Nino baru membuka suara, "Nah! Gini kan enak," ucap Nino sembari menoleh ke samping. Ia menatap wajah adiknya yang sudah ditekuk hampir menjadi tujuh lipatan dengan kerlingan jahil. Ia tahu Alika masih mode ngambek.

"Nggak mau turun nih?" ucap Nino.

Alika masih membungkam. Ia melipat kedua tangan di depan dadanya. Bukan tidak mau turun dari mobil. Ia hanya sedang memikirkan bagaimana caranya agar orang-orang tidak melihat ia turun dari mobil Nino. Karena tadi, sebelum mobil ini terparkir dengan baik, Alika tidak sengaja melihat Clara yang telah berdiri di depan pintu masuk lobi sekolah. Seperti sedang menunggu seseorang.

Beberapa kali Alika menangkap basah Clara yang mencari-cari perhatian di depan Nino. Tapi, yang ia dapatkan hanya pengabaian. Alika tahu, Nino sangat tidak suka perempuan kecentilan seperti itu. Bukan tipe kakaknya sekali.

"Ngapain bengong? Ayo turun." ucap Nino.

Dengan hembusan napas pasrah, Alika turun dari mobil, bersamaan dengan Nino. Di sana masih ada Clara, berdiri menatapnya dengan wajah yang benar-benar mengerikan. Alika yakin sekali, Clara tidak akan tinggal diam setelah ini. Walaupun Alika tidak takut dengan Clara, tapi ia tidak mau merusak reputasinya sebagai murid baru di sekolah ini.

Ia bisa saja melawan, tapi mengingat ia yang masih kelas sepuluh, dengan riwayat sekolah yang bisa dikatakan baru. Alika tidak mau mengotori namanya dengan tinta merah dari guru BK. Atau yang lebih parahnya, orang tuanya bisa dipanggil ke sekolah karena anaknya yang bermasalah. Seumur ia bersekolah, Alika tidak pernah berpikiran memasuki ruang BK karena berbuat salah.

Berjalan dengan tergesa, Alika meninggalkan Nino di belakang. Berharap bisa sampai di kelasnya secepatnya, sebelum lebih banyak pasang mata lagi yang melihatnya bersama Nino, dan terang-terangan berbisik seolah sedang menggosipi Alika.

My Possessive Brother AffectsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang