Extra Part - Hari setelahnya

1.9K 67 15
                                    

Dalam waktu sebulan sejak Alika dan Elang telah terang-terangan menunjukkan bahwa mereka berpacaran, tidak ada yang berbeda dengan perlakuan Elang. Hanya saja, ia lebih leluasa di hadapan Nino.

Leluasa dalam artian, ia bisa menunjukkan rasa sayangnya pada Alika. Seperti sore ini, ia berencana untuk mengajak pacarnya itu untuk nonton di bioskop. Ada film yang baru tayang. Seminggu yang lalu Alika mengatakan jika ia ingin sekali menonton film itu jika sudah ada di bioskop.

Kemeja biru tua dan celana jeans gelap menyempurnakan penampilan Elang. Ia turun dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah yang sudah sering ia datangi. Memencet bel, satu menit kemudian pintu terbuka.

Dari balik pintu, Bunda membuka dengan senyum ramah. Ia mempersilahkan Elang masuk dan langsung menggiringnya ke ruang keluarga. Dari perlakuan Davina, bisa dilihat jika cowok itu sudah sering ke tempat ini.

"Bentar ya, Bunda panggil Alika dulu."

"Iya, Bun." Kata Elang. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana dan mengambil duduk di sofa panjang. Sembari menunggu, ia membuka aplikasi game onlinenya.

Belum sempat memainkan gamenya, Nino datang dan duduk di samping Elang. "Hei, bro."

"Hoi."

"Mau kemana?" Nino sepertinya baru selesai mandi. Ia memakai setelan rumah baju kaos hitam dan celana pendek. Rambutnya dibiarkan acak-acakan.

"Nonton."

"Bareng Alika?"

"Ya iyalah. Masa bareng elo?" Kata Elang sewot.

"Yaudah bareng gue juga kalau gitu." Nino merubah posisinya, bersiap untuk berdiri.

"Dih." Elang menginterupsi. "Siapa yang ngajak lo?" Ia sudah kesal, sepertinya hari ini tidak jadi lagi jalan berdua Alika. Cowok di hadapannya ini suka sekali mengganggu waktu kebersamaan mereka.

"Gue yang mau ikut." Nino berdiri, menepuk celananya dua kali. "Oke, tunggu gue. Kalau lo tinggal, besok udah nggak bisa lagi ketemu Alika." Ancam Nino. Ia berjalan menuju tangga.

Tepat saat kakinya akan menginjak anak tangga pertama, Alika muncul dengan langkah cepat menuruni tangga. Senyumnya mengembang. Ia menyapa Nino saat mereka papasan.

"Hai, Bang. Aku pergi dulu." Kata Alika.

"Siapa bilang cuma kamu? Abang juga kali." Setelah mengatakan itu, Nino melenggang santai meninggalkan Alika yang diam di anak tangga terakhir. Ia mengamati kakaknya yang perlahan menjauh di belakang.

Tatapannya berpindah lurus ke depan, berjalan ke ruang keluarga. Di sana, Elang memandangnya dengan raut wajah kesal sekaligus tidak bisa berbuat apa-apa.

"Abang mau ikut?" Tanya Alika bingung. Ia mengambil duduk di sebelah Elang. Cowok itu telah menekuk wajahnya. Bersandar malas pada sandaran sofa.

"Iya."

"Yaah..." Bahu Alika melorot. Ia sudah tahu akan jadi apa kencannya hari ini jika Nino ikut. Ia merasa bersalah pada Elang. Cowok itu sudah memasang tampang lesu, tidak semangat seperti saat mengajaknya tadi.

Tiba-tiba Bunda datang. Dahinya mengerut melihat dua remaja ini masih ada di rumah. Ia menghampiri keduanya.

"Loh, kok belum berangkat?"

Alika menghela napas. "Abang mau ikut." Katanya. Suaranya sedikit merengek.

Belum sempat Davina menanggapi, Nino datang dengan langkah cepat. Tubuhnya telah dibalut kemeja kotak-kotak berwarna abu muda yang tidak dikancing, memperlihatkan kaos putihnya. Lengan kemejanya digulung sampai siku, jam tangan hitam melingkar di pergelangan tangannya sebelah kiri.

My Possessive Brother AffectsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang