Sudah direvisi.
🌸🌸
Apa yang lebih membahagiakan selain kabar bahwa akan di adakan rapat oleh seluruh guru mata pelajaran selama satu jam kedepan? Terhitung setelah jam istirahat selesai.
Lebih membuat bahagia lagi, guru bahasa Inggris yang seharusnya mengajar di pelajaran terakhir sedang berhalangan hadir. Hanya mengirimkan selembar kertas berisi soal sepuluh nomor yang pastinya bisa dikerjakan di rumah saja.
Dengan itu, kelas yang semula sepi, mendadak heboh dengan teriakan-teriakan ala anak sekolah yang sedang terbebas selama beberapa jam kedepan hingga jam terakhir nanti.
Di tengah kehebohan itu, hanya satu orang yang tidak terusik ketenangannya. Baginya sama saja, mau ada guru atau pun tidak, ia akan tetap seperti ini. Merasa kosong.
Sejak bel istirahat berbunyi, Tasya berpamitan padanya jika ingin ke toilet sebentar. Namun sampai bel istirahat selesai, tidak sama sekali batang hidung Tasya yang terlihat.
"Boker kali dia?" gumam Alika pada diri sendiri.
Alika sendiri di kelas. Maksudnya tanpa Tasya dan Gigi. Karena Gigi tidak masuk sekolah karena sakit. Ditemani sebuah novel tebal di tangan, juga headset yang menggantung di telinga, Alika menghiraukan suara berisik di sekitarnya.
Memilih sendiri di pojokan kelas, jalan satu-satunya Alika menikmati sesuatu yang sejak tadi menghimpit dadanya. Semakin hari, entah mengapa Alika makin merasa kesepian. Walau di tengah keramaian, tidak membuat gadis itu merasakan sesuatu yang berarti. Tetap saja terasa kosong.
Getaran dari atas meja menyentak Alika. Itu berasal dari ponselnya. Ia mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel itu, lalu melihat notifikasi yang masuk. Sebuah Line dari sahabatnya.
Tasya
Jamkos kan? Gue tunggu di UKS.Kening Alika berkerut. Apa yang Tasya lakukan di UKS? Apa gadis itu sakit? Pantas saja ia tidak melihatan dari setengah jam yang lalu. Pikiran-pikiran buruk mulai menggerogoti kepala Alika. Ia segera berdiri dan melepas kabel headset di telinganya. Memasukkan secara asal ke dalam kantong lalu berjalan dengan cepat ke arah UKS.
Dari kejauhan, pintu UKS tertutup rapat. Alika merasa ngos-ngosan karena berjalan sangat cepat. Sampai di depan pintu, ia memutar kenop dan mendorong pintu ke dalam. Menimbulkan bunyi decitan yang nyaring.
Alika berjalan masuk, meneliti sekeliling ruangan yang kosong. Tidak ada satu pun anggota PMR yang biasanya menjaga jika ada yang sakit. Keningnya menyerngit. Kemana Tasya? Apa gue dikerjai?
"Sya...?" panggil Alika.
"Tasya?" panggilnya sekali lagi.
"Bukan Tasya yang manggil lo kemari."
Suara itu menyentak Alika. Ia masih diam mematung, dengan jantung yang berdegup sangat kencang. Belum reda detak jantungnya karena berjalan setengah berlari, sekarang harus bertambah ritmenya karena sebuah suara yang sudah sangat jarang ia dengar.
Tanpa berbalik pun, ia sudah tahu siapa pemilik suara tersebut.
"Maaf kalau gue harus pakai cara ini buat mancing lo hadir di hadapan gue." Elang keluar dari balik tirai tempat ia tadi menunggu Alika. Berjalan hingga beberapa langkah di belakang gadis itu.
Alika menarik napas, berusaha mengatur mimik wajahnya agar berubah menjadi datar dan dingin. Ia berbalik, menatap mata teduh yang selalu berhasil membuat dadanya berdesir hebat. Alika berdeham. "Apalagi ini?" Sial! Suaranya bergetar!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Brother Affects
Teen Fiction(Follow dulu, sebagian part akan diprivate.) "For once, I would be selfish to ignore our feelings. Although it hurting me, Hurting you, Which means, Hurting us..."