Part 9

4.9K 327 31
                                    

Sudah direvisi.
Jangan lupa follow akunku yaa.

🌸

Terbangun dalam keadaan sudah berada di dalam kamar sudah hal biasa bagi Alika. Semalam karena ketiduran, sepertinya ia harus dibopong oleh ayah atau Nino ke kamar.

Alika meraba-raba mencari ponselnya di atas nakas, namun ia tidak menemukannya. Tipikal remaja zaman sekarang. Walaupun masih dengan keadaan mata yang setengah terpejam, yang ia cari pertama kali ialah ponsel. Sepertinya sudah kewajiban tersendiri jika bangun tidur mengecek notifikasi media sosial atau sekedar melihat updatean terbaru dari orang-orang.

Memilih bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi untuk menyelesaikan ritual paginya. Alika mengikat rambut asal berbentuk cepol satu, mencuci muka dan menyikat gigi. Kemudian keluar kamar dan menuruni satu persatu undakan tangga dengan masih mengenakan piyama bermotif bunga-bunganya. Ala perempuan banget. Alika belum mandi. Itu sudah pasti. Ia sangat malas jika harus mandi di hari Minggu. Pagi hari pula.

Sebelum menginjak anak tangga yang terakhir, Alika sudah setengah berteriak mencari keberadaan Bundanya. Posisi tangga dan ruang makan lumayan dekat, undakan terakhir tangga akan mengantarkan menuju sisi kiri ruang makan yang berhadapan dengan dapur.

"Bun, handphone aku mana, ya?" tanya Alika setelah sampai di hadapan Bunda.

Davina yang sedang berkutat dengan telur di tangannya menatap sang anak dengan gelengan kepala. Si anak gadis baru bangun dan hal pertama yang ia cari adalah ponsel. Belum mandi pula! "Cari aja di sofa tempat kamu ketiduran semalem." Kata Davina.

Benar juga, harusnya mencari di sofa saja. Alika kemudian berbalik badan menuju ruang keluarga mencari keberadaan ponselnya. Mencari di atas meja, di sofa, di lemari nakas, akan tetapi ponsel itu tidak juga ia temukan Alika sudah menghela nafas lelah.

"Bunda, handphonenya di mana?" Tanya Alika sedikit berteriak.

"Di cari dulu Alika. Gimana mau nemuin kalau kamu celingukan aja?"

Sudah mengobrak-abrik ruang keluarga tapi masih tidak menemukan keberadaan ponselnya. Ia mendengus, menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Alika menyerah, padahal baru saja mencari.

"Bun, nggak ketemu." rengek Alika.

"Kamu tuh ya! Kalau Bunda yang nemuin awas kamu!"

Mencari keberadaan ponsel Alika di sela-sela sofa, tanpa usaha lebih dan hanya butuh satu menit untuk Davina menemukan ponsel itu. Ia mengangkat tangannya yang sedang memegang ponsel Alika, berkacak pinggang dengan tangan yang satunya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Davina menatap Alika dengan tatapan 'Ini apa?'

Bagaimana bisa Bunda dengan mudahnya menemukan ponsel itu? Sementara Alika sudah banting tulang mencari namun tidak ketemu. Memang benar, kalau seorang Ibu itu Maha tahu. Seorang Ibu juga pasti bisa mengatasi masalah tanpa masalah. Alika berdecak kagum dengan pemikirannya sendiri. The power of emak-emak.

"Kok bisa ya, Bun?" Alika menampilkan cengirannya, mengambil ponsel dari tangan bunda.

"Makanya, nyari itu jangan pake mulut. Nyari juga musti pake hati. Jangan baper doang yang pake hati."

Alika melongo, "Lah?" hanya itu yang bisa ia ucapkan. Alika speechless. Tidak tahu harus ngomong apa lagi, kata-kata Bunda terlalu gaul. Ini pasti akibat sering pantengin twitter. Yakin deh! Bunda hanya tertawa melihat wajah Alika kemudian berlalu menuju dapur untuk melanjutkan memasak sarapannya.

Ponsel yang ada di tangan Alika tidak menyala. Sepertinya kehabisan daya. Ia berniat kembali ke kamar untuk mengisi daya ponselnya sebelum suara salam dari pintu menghentikan niatnya. Dari samping, Alika merasa ada yang berjalan dan duduk di sebelahnya. Ia menoleh, mendapati Nino datang dengan baju kaos yang telah basah dan dahi yang bercucuran keringat.

My Possessive Brother AffectsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang