Sudah direvisi.
🌸🌸
"Gue sayang sama lo, Ca."
Kalimat itu masih terngiang jelas di telinga Alika sejak beberapa menit yang lalu. Gadis itu masih berdiri di depan pintu apartemen, dengan memegangi dadanya yang berdetak dua kali lebih cepat.
Gue nggak tau mesti senang atau sedih...
Jantung Alika menyentak resah. Menandakan gejolak emosi dalam dadanya. Ia senang, sudah pasti. Tapi, mengingat kembali pernyataan Nino, membuat Alika melakukan hal bodoh. Ia terbiasa untuk mengikut pada semua perkataan kakaknya. Maka, jangan salahkan dirinya jika satu perkataan Nino saja bisa merubah perlakuannya terhadap Elang.
Bagaimana bisa, ia meninggalkan seseorang yang telah menyatakan perasaan kepadanya tanpa membalas, atau mengucapkan sepatah kata pun. Jahat banget sih gue...
Alika menarik napas dalam. Satu tarikan yang ia harap bisa meluruhkan beban di dadanya. Matanya memanas mengingat perlakuan manis Elang. Pelukan hangat itu masih meninggalkan bekas. Entah bagaimana caranya, walau Elang tak berdaya di atas kasur sekalipun, wangi tubuhnya masih sama seperti terakhir kali Alika hirup. Aroma yang menenagkan. Membuat ia ingin berlama-lama di sana.
Sebenarnya, sejak kalimat itu terlontar dari mulut Elang, saat itu pula mata Alika memanas. Namun ia mati-matian menahan air matanya agar tidak tumpah saat itu juga. Saat ketika ia berada di pelukan cowok itu, air matanya jatuh tanpa bisa ia cegah.
Melihat senyuman Elang, membuat perasaan Alika semakin teriris. Elang bahkan tidak menjauh sama sekali setelah peringatan Nino. Ia masih mau memperjuangkan perasaannya dengan menyatakan perasaan itu pada Alika.
Alika menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan kasar. Ia menegakkan badan, lalu berjalan terseok menuju lift.
Setelah menekan tombol dan pintu lift tertutup, Alika mengangkat pergelangan tangan melihat jam tangannya. Pukul 5 sore. Alika menggigit pelan bibir bawahnya. Berdoa dalam hati semoga saja orang rumah belum pulang..
🌸🌸
Kali ini, Alika tidak mengambil resiko menggunakan motor untuk pulang ke rumah. Ia memilih naik taksi, sesaat ketika mobil berwarna hitam itu memasuki perumahannya, jantung Alika berdebar tidak karuan. Jenis debaran gelisah dan takut secara bersamaan.
"Ini, Pak." Alika menyodorkan selembar uang seratus ribu dari dalam tasnya, lalu segera turun dari taxi.
Berjalan pelan menuju pagar rumah. Kakinya terasa berat untuk digerakkan. Setiap langkah yang ia ambil, menambah kegelisahannya. Melangkah semakin dalam ke dalam rumah. Melewati garasi, ia berhenti sebentar. "Yah... Si abang udah pulang lagi." ucap Alika setelah melihat mobil berwarna navy Nino terparkir di sana.
Gadis itu menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskan pelan. Alika melangkah sambil bergumam pelan. "Di saat seperti ini, gue selalu nyesel punya Abang yang over protective-nya melewati batas normal."
"Assalamualaikum." ucap Alika setelah memasuki rumah.
Tidak ada yang menyambut Alika, selain suara riuh yang mengundangnya untuk masuk lebih dalam ke arah ruang keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Brother Affects
Teen Fiction(Follow dulu, sebagian part akan diprivate.) "For once, I would be selfish to ignore our feelings. Although it hurting me, Hurting you, Which means, Hurting us..."