Sudah direvisi.
🌸
"Saya tidak habis pikir, bagaimana bisa kalian berkelahi hanya karena satu gadis?" Bu Susan, guru Bimbingan Konserling sedang memberi ceramah pada Elang dan Nino sejak dua orang laki-laki itu memasuki ruangan BK. Mereka hanya bisa tertunduk, diam dan menatap kosong ke arah tangannya yang tertaut di atas meja.
Pikiran mereka melayang pada satu gadis yang sedang terluka akibat ulah mereka. Padahal, luka mereka juga sama parahnya. Seragam yang dinodai bercak darah. Wajah penuh lebam. Sangat berbeda jauh dari beberapa jam lalu yang masih menampilkan ketampanan masing-masing.
"Dan kamu, Rasya Alnino, bagaimana bisa kamu melukai adik kamu sendiri?" tanya Bu Susan lagi. Nada suaranya diselimuti kegeraman yang sangat kentara.
Pertanyaan bu Susan menohok Nino dengan telak. Karena setelahnya, laki-laki itu sedang mati-matian menekan gejolak di dadanya. Rasanya sangat sakit, ketika tangan yang selama ini ia gunakan untuk memeluk dan memberikan kehangtan pada Alika, justru melukai gadis itu dengan satu hentakan.
Nino mengepalkan tangannya. Tidak ada yang bisa ia katakan untuk melakukan pembelaan. Bukan tidak mau, tapi ia hanya ingin lebih cepat keluar dari sini dan bergegas menuju UKS. Mengecek keadaan adik tercintanya.
Brak!
"Kenapa tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan saya?!" Bu Susan menggebrak meja dengan geram lantaran kedua anak laki-laki di depannya tidak memberikan tanda-tanda akan membuka suara. Membuat bu Susan naik pitam.
Elang dan Nino tersentak. Keduanya sama-sama mengangkat pandangan ke wajah bu Susan.
"Saya tidak sengaja, Bu." ucap Nino.
"Tidak sengaja kamu bilang? Bagaimana kalau tadi, ujung meja yang membentur kepala Alika mengenai matanya? Apa kamu mau adik kamu menjadi buta?" serang bu Susan bertubi-tubi.
"TIDAK!" jawab Nino, yang juga dijawab Elang dalam hati.
Bu Susan menghela napas panjang. Ia merapikan sejumput rambut yang terjatuh di pelipisnya, menaikkan kembali pada sanggul khatulistiwa-nya dengan gerakan elegan. Guru berumur pertengahan empat puluh tahun itu mengambil dua lembar surat di dalam laci. Menulis sesuatu di atas kertas sana, yang Elang lihat seperti membubuhkan sebuah tanda tangan. Lalu pandangannya kembali terangkat ke depan.
"Kalau begitu, karena perbuatan kalian yang melanggar peraturan yakni berkelahi di dalam lingkungan sekolah," bu Susan menekankan, "-yang bukan berarti boleh jika di luar sekolah," tangannya terulur meletakkan dua lembar kertas di samping tangan Elang dan Nino yang diletakkan di atas meja, "Kalian saya berikan surat peringatan dan skors dalam waktu dua hari lamanya."
Sontak Elang dan Nino dibuat tercengang. Mereka tidak pernah mendapat surat peringatan seperti ini sepanjang eksistensinya bersekolah di sini. Surat ini adalah peringatan pertama mereka.
Dengan sedikit tidak rela, mereka menerima surat itu. Tidak banyak kata untuk diucapkan. Karena setelahnya, bu Susan kembali memberi ceramah tentang dosa untuk orang yang pendendam, kemudian mempersilahkan kedua laki-laki itu meninggalkan ruang BK.
Tatapan mereka masih saling beradu, tajam dan menusuk. Nino menatap Elang seolah ingin kembali menerjang laki-laki itu jika ia tidak ingat kondisi adiknya yang sedang terluka.
Nino keluar dari ruang BK dan berjalan cepat di koridor. Elang menebak, laki-laki itu sedang menuju UKS, di mana tempat Alika berada. Elang memilih mengalah, menghampiri Alika saat Nino juga ada di dalam sana justru semakin membuat keadaan memburuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Brother Affects
Teen Fiction(Follow dulu, sebagian part akan diprivate.) "For once, I would be selfish to ignore our feelings. Although it hurting me, Hurting you, Which means, Hurting us..."