Sudah direvisi.
🌸🌸
"Maaf."
Kata pertama yang keluar setelah Elang berdiri di hadapan Alika. Melihat kepala gadis itu dibalut perban membuat sesuatu di dada Elang seperti diremas. Senyuman di wajah Alika memperlihatkan bahwa keadaannya baik-baik saja, tapi Elang menganggap senyuman itu hanya untuk menenangkan kekhawatiran dirinya saja.
Salah satu hal paling dibenci oleh Elang itu, menyakiti perempuan. Dan beberapa menit yang lalu, ia telah menyakiti seorang perempuan dan orang itu adalah cintanya. Itu sama saja menyakiti hatinya sendiri.
Elang menggeleng kepalanya. Ia tidak sanggup menatap ke arah perban di kepala Alika. Hatinya tersayat. Lututnya melemas melihat itu. Elang tidak bohong. Saat ini, sesuatu seperti sedang menghimpit dadanya. Terlebih saat Alika menyambutnya dengan ramah, seolah gadis itu tidak sedang kesakitan beberapa menit yang lalu.
Alika yang sedang bersandar di kepala ranjang menatap Elang yang sedang menatapnya juga. Ia menepuk sisi ranjang sebelah kirinya, "Sini." ucapnya.
Seperti dikomando, Elang mengikut saja. Duduk di samping Alika dan matanya masih saja menatap ke arah perban itu. Ada penyesalan dalam hatinya saat mengingat dirinya telah membuat kesalahan besar. Di mana, kesalahan itu bahkan tidak dianggap sebagai hal penting oleh Alika.
"Jangan tegang gitu." Alika terkekeh kecil sambil meraih tangan Elang kepangkuannya. Jarak mereka begitu dekat, Alika jadi bisa leluasa meneliti wajah Elang yang dipenuhi luka.
Satu tangannya terangkat menyentuh ujung bibir Elang. Ada darah yang telah mengering di sana. Usapan pelan ia berikan, hingga membuat Elang meringis kecil.
"Sshhhh."
"Eh? Sakit ya?" Alika menarik tangannya menjauh.
Elang menggeleng sambil tersenyum. "Nggak begitu sakit, kok." ucapnya menenangkan.
"Luka lo harus dibersihin." Alika menegakkan duduknya. Memandang sekeliling UKS, mencari keberadaan alat yang sekiranya bisa ia gunakan untuk membersihkan luka Elang.
"Nggak usah, Ca." tolak Elang halus.
"Enggak. Harus dibersihin." Pandangannya mengarah ke anggota UKS yang sedang duduk di sudut ruangan. "Ambilin kapas sama betadine dong di sana. Minta sama orang itu." tunjuknya pada anggota UKS yang sedang menulis di meja itu.
Tanpa banyak bicara, Elang langsung menuruti. Meminta apa yang diinginkan pada orang yang dimaksud Alika. Setelah benda itu ia peroleh, Elang kembali lalu duduk di tempatnya semula.
Tangannya menyodorkan benda itu. Elang memasang wajah mendekat ke hadapan Alika, kedua tangannya jadi penyangga tubuh. "Gue sebenarnya nggak terlalu suka kalau luka gue dibersihin pake obat merah." Elang membuka percakapan saat menunggu Alika membuka kapas dan juga obat merah di tangannya.
Pergerakan Alika membuka tutup obat terhenti. "Kenapa?"
"Nggak suka rasa perihnya."
"Terus? Dibersihinnya pake apa?" Alika kembali menutup obat merah di tangannya. Wajahnya menunjukkan ia sangat ingin tahu.
"Pake sayang." ucap Elang dengan senyuman lebarnya. Alisnya naik turun saat mendapati wajah Alika menatapnya dengan mata membulat tak percaya. Sedetik kemudian Alika tersadar dan berdecak kesal.
"Apaan, sih? Nggak lucu tau, nggak." Alika mencebikkan bibir, menjauhkan wajahnya dari tatapan Elang.
"Dih, ngambek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Brother Affects
Teen Fiction(Follow dulu, sebagian part akan diprivate.) "For once, I would be selfish to ignore our feelings. Although it hurting me, Hurting you, Which means, Hurting us..."