Baca sampai habis ya, akan ada info di akhir cerita.
Happy reading💙🌸🌸
"Alika, buruan ini Elang dari tadi udah nungguin." Teriak Davina dari ruang keluarga yang sedang duduk dengan Nino dan Elang. Sore ini, rencananya Elang akan mengajak pacarnya itu untuk pergi ke suatu tempat. Hubungan mereka sudah berjalan enam bulan, Elang telah dikenal baik oleh seluruh orang rumah.
"Gapapa, Bun. Alika emang suka lama kalau dandan." Kata Nino. Ia menoleh pada Elang. "Lo mau kemana? Ikut dong, gue."
"Enggak ah." Elang menggeleng cepat. Terakhir kali Nino ikut dengan mereka, cowok itu jadi lebih menguasai Alika daripada pacarnya sendiri. Nino selalu merangkul tubuh cewek itu di sebelahnya. Elang jadi tidak bisa berbuat apa-apa, seperti obat nyamuk.
"Dih pelit amat. Nggak gue izinin."
"Gue udah izin sama Om." Elang mendelik sebal. "Sama Bunda juga." Ia melempar tatapan pada Davina. "Iya 'kan, Bun?"
Davina terkekeh. Selalu seperti ini jika Nino dan Elang bertemu. Mereka akan memperebutkan Alika yang berakhir cewek itu marah-marah dan susah dibujuk. "Iya, Bang. Sekali-kali biarin lah mereka pergi berdua. Jangan ngintilin mulu. Kamu juga jalan sana sama cewek kamu." Kata Davina dengan tatapan menggoda.
"Apa sih, Bun." Nino jadi gelagapan. Tangannya menggaruk belakang kepala yang tidak gatal. Ia menyandarkan tubuh pada sandaran sofa. Bergerak salah tingkah.
"Dih." Cowok di sebelahnya terbahak melihat tingkah Nino seperti bocah alay yang malu-malu kucing. "Apaan sih, lo kayak abege baru jatuh cinta, tahu nggak."
"Emang baru kali, El." Sahut Alika yang entah kapan datangnya sudah berjalan mendekat ke arah mereka yang sedang duduk di sofa. Ia mengambil tempat duduk di samping Bunda. "Anak orang jangan kelamaan digantung, Bang. Dia bukan jemuran." Lanjut Alika.
"Jadi belum jadian?" Elang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ia menggeleng dramatis. "Lo sangat lambat, bro. Diambil orang nangis lo 'ntar."
"Iya. Si Tasya cerita, kemarin ada anak sekolah sebelah yang selalu ngechatin dia ngajak jalan. Belum lagi sahabatnya yang makin show up kalau dia suka." Alika menahan tawanya ketika melihat wajah Nino sudah berubah menjadi tegang dan berpikir keras. Dahinya berkerut dalam.
"Beneran?" Mengikuti permainan Alika merupakan hal yang seru bagi Elang, apalagi orang yang dikerjai adalah Nino. "Kalau aku sih udah nggak bisa tidur nyenyak kalau tahu ada orang yang juga deketin kamu selain aku." Elang melanjutkan sambil sesekali melirik ekspresi Nino.
Davina yang menyaksikan hanya terkekeh. Ia diam tanpa menanggapi, tapi telinganya terus ikut mendengar. Ia tahu kedekatan Tasya dan Nino, ia juga kadang berpikir anaknya itu sedikit lamban dalam urusan cinta. Maklum, ini adalah cinta pertamanya. Selama ini hidupnya terlalu fokus pada Alika, sampai lupa bahwa ia juga perlu memikirkan kebahagiaan sendiri.
"Yaudah, deh, kita jalan yuk." Ajak Alika. Ia menatap Elang yang duduk di samping Nino, memberi isyarat untuk segera pergi dari tempat ini karena Nino sudah kelihatan sekali sedang berpikir. Guratan di dahinya menjelaskan semua.
Pasangan kekasih itu berpamitan pada Bunda dan Nino yang sedang tidak fokus. Mereka berjalan beriringan menuju mobil, saat pintu sudah tertutup rapat, Elang tertawa kecil. Menjawil hidung Alika gemas.
"Kamu tuh, ya, suka banget bikin Nino mikir."
"Ya, aku greget aja. Lambat banget pergerakannya. Kalah sama siput."
"Aku pikir mereka udah jadian. Nempel mulu soalnya kayak perangko." Elang menyalakan mesin mobil, mengganti tuas transmisi lalu mobil berjalan keluar dari pekarangan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Brother Affects
Teen Fiction(Follow dulu, sebagian part akan diprivate.) "For once, I would be selfish to ignore our feelings. Although it hurting me, Hurting you, Which means, Hurting us..."