Delapan

4K 254 1
                                    

***

Alcan sesekali membenarkan letak tasnya, karena tas ransel yang dibawanya cukup berat. Tasnya itu berisi pakaian dan barang-barangnya yang digunakan saat take and give kemarin.

Alcan bisa bernapas lega saat dirinya sudah sampai di depan gerbang rumahnya. Tapi, sepertinya ada yang aneh. Alcan melihat ada sebuah mobil berwarna hitam, dan yang pasti itu bukan mobil orang tuanya.

"Den Alcan, kenapa gak masuk?" Lamunan Alcan buyar begitu saja ketika suara mang Aep --satpam di rumah Alcan-- masuk ke gendang telinganya.

Mang Aep pun membukakan gerbang untuk Alcan. "Sini, Den, Mamang bantuin bawa tasnya," ucap mang Aep menawarkan diri.

Alcan menggeleng. "Gak usah, Mang. Saya bawa sendiri aja," tolak Alcan secara halus. Setelah itu Alcan berjalan memasuki pekarangan rumahnya.

Begitu memasuki rumah, Alcan mendengar suara tawa yang berasal dari ruang keluarga. Tadinya Alcan berpikir jika rumahnya sedang ada tamu, tapi tidak mungkin tamu dibawa ke ruang keluarga.

Saat berjalan menuju tangga rumahnya, Alcan sempat melirik ke ruang keluarga. Di sana ada kedua orang tuanya yang tengah tertawa bahagia bersama dengan seorang laki-laki yang sangat Alcan kenali. Melihat hal itu membuat hati Alcan terasa perih, belum pernah ia merasakan tertawa bersama kedua orang tuanya, yang ada ia selalu diacuhkan oleh kedua orang tuanya.

Tanpa mau peduli, Alcan kembali melangkahkan kakinya. Kamar Alcan berada di lantai dua rumah yang cukup besar ini. Sehingga Alcan harus menaiki beberapa anak tangga.

Belum sampai menginjak anak tangga pertama, suara seseorang menghentikan langkah Alcan.

"Alcan? Baru pulang?"

***

"Thanks," ujar Ester ketika mobil Reno telah sampai di depan gerbang rumahnya.

Reno tersenyum manis. "Sama-sama, Sayang."

Ester mendelik kesal kearah Reno. "Sayang ... sayang otak lu peyang," ucap Ester langsung turun dari mobil Reno, dan menutup pintunya dengan kasar.

Bukannya langsung pergi, Reno malah membuka kaca mobil yang berada di kursi penumpang sebelah kiri. Tepatnya kursi yang tadi diduduki oleh Ester.

"Apa lo?!" tanya Ester galak. Ia berkacak pinggang dan melebarkan kedua matanya, menatap Reno.

Reno menekuk wajahnya, tidak suka dengan reaksi yang diberikan Ester. "Gitu banget sih, sama pacar."

Ester semakin melebarkan kedua matanya mendengar perkataan Reno barusan. "Kita gak pernah pacaran, ya!" Ester berbicara agak membentak.

Setelah itu Ester segera melangkah memasuki pekarangan rumahnya. Ia tidak mau berlama-lama dengan Reno, bisa gila Ester jika bersama Reno terus.

Sementara Reno, cowok itu memang mempunyai perasaan pada Ester, dan Reno juga sudah beberapa kali menyatakan perasaannya pada Ester, tapi usahanya selalu ditolak mentah-mentah oleh Ester. Reno hanya bisa berpasrah.

***


"Jadi, lo gak mau menyambut kedatangan Abang lo ini?" ucap seseorang yang tiba-tiba berdiri di samping Alcan.

Seperti biasa, Alcan tidak pernah mau repot-repot membalas perkataan lawan bicaranya. Kecuali, jika pembicaraan mereka memang penting.

Alvan hanya bisa tersenyum miris ketika melihat Alcan yang tidak bereaksi apapun. Semenjak kejadian dua belas tahun yang lalu membuat sikap Alcan sangat berubah.

"Can, gue minta ma ...."

"Gue mau tidur," ucap Alcan yang memotong perkataan Alvan. Tanpa mendengar suara Alvan lagi, Alcan langsung masuk ke kamarnya dan tidur di ranjangnya.

Melihat itu Alvan hanya bisa menghela napasnya lalu beranjak keluar dari kamar Alcan.

***

"Alcan!"

Baru saja Alcan melangkahkan kakinya keluar rumah, seseorang lagi-lagi menghentikan langkahnya.

Alcan memutar kepalanya ke belakang, dan melihat Alvan sedang berjalan ke arahnya.

"Lo mau ke sekolah?"

Alcan menatap Alvan dengan datar. Sudah tau jika Alcan memakai seragam pasti mau ke sekolah, bukan mau jalan-jalan.

"Bawa mobil? Atau motor?" tanya Alvan lagi

"Angkot," jawab Alcan dengan tampang datarnya.

"Loh, kok naik angkot, sih? Lo kan bisa naik motor atau mobil lo," ujar Alvan mengerenyitkan dahinya. Alcan hanya menggeleng.

"Ya udah, lo berangkat sama gue aja. Kebetulan gue kuliah siang."  Alvan menawarkan diri untuk mengantarkan Alcan.

"Gak usah," jawab Alcan langsung pergi meninggalkan Alvan yang masih terdiam melihat sikap adiknya itu.

Sebelum Alcan melangkah lebih jauh, Alvan lebih dulu menarik tangan cowok itu untuk memasuki mobilnya.

Sebelum melajukan mobilnya, Alvan memerhatikan penampilan Alcan dari atas sampai bawah. Menerut Alvan penampilan Alcan itu gak banget. Dengan poni yang menutupi dahi, kacamata bulat, dan dasi yang dipakai sampai atas. Alcan merasa risih diperhatikan seperti itu oleh Alvan.

"Kenapa?" tanya Alcan. Sementara Alvan tersenyum jahil.

"Penampilan lo gak banget, Bro. Hmm ... harus ada yang dirubah."

Alvan membuka dashboard mobilnya, meraih benda berbentuk bulat. Alcan tau itu adalah sebuah pomade, minyak rambut yang biasa digunakan para lelaki agar penampilan mereka terlihat cool.

Alcan memberontak karena Alvan memberikan pomade itu pada rambut bagian depannya. "Diem! Gue kasih ini biar lo keliatan ganteng," ujar Alvan terus merapikan rambut Alcan. Sementara Alcan hanya pasrah saja di perlakukan seperti itu dengan hati yang agak kesal.

***

Alcan risih karena dari tadi seluruh siswa-siswi menatapnya dengan tajam. Dalam hati Alcan merutuki Alvan yang sudah seenak jidatnya merubah penampilan Alcan. Efeknya sekarang Alcan menjadi pusat perhatian. Alcan tidak suka jadi pusat perhatian.

Dari arah yang berbeda, Ester bersama kedua sahabatnya --Veron dan Clara-- melihat Alcan dari kejauhan.

"Eh liat! Itu murid baru, ya?" Clara menunjuk ke arah Alcan di depan sana.

"Mana ... mana?"

Selalu saja Veron yang rusuh setiap kali mendengar kata murid baru.

'Ya, kan lumayan dapet temen baru, kalau cewek bisa jadi sahabat kita, kalau cowok, apalagi ganteng, siapa tau bisa jadi gebetan.'  Begitulah ucapan Veron jika ditanya, kenapa dirinya selalu heboh jika ada murid baru.

Sementara Ester menyipitkan matanya ke arah orang yang ditunjuk oleh Clara tadi. Sepertinya Ester kenal dengan cowok itu. Detik selanjutnya Ester tersenyum lebar, saat ia tahu siapa orang itu.

"Alcan!" teriak Ester, membuat Veron dan Clara bingung. Sementara Ester berlari ke arah Alcan.

"Alcan?" ucap Veron dan Clara serentak. Bukan hanya Veron dan Clara saja yang bingung, siswa-siswi yang lain juga bingung, karena mereka mendengar Ester memanggil murid baru itu dengan nama Alcan.

Bersambung ....

Vomment

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang