Empatbelas

4.1K 227 3
                                    

***

Alcan memberhentikan motornya, tepat di depan rumah bercat putih dan memiliki pagar hitam yang menjulang tinggi. Itu rumah Ester.

Alcan menengokkan kepalanya ke belakang, karena merasakan Ester yang terus diam, sambil memeluknya.

Ternyata Ester terlelap, mungkin Ester kelelahan. Alcan menjadi tidak tega untuk membangunkannya. Tapi, bagaimanapun juga Alcan harus membangunkan Ester.

"Ester, kita udah nyampe rumah lo," ucap Alcan membangunkan Ester dengan lembut.

Bukannya bangun Ester malah menggeliat sebentar, lalu kembali tertidur. Alcan menghela napasnya, ternyata susah juga membangunkan Ester.

Alcan melepaskan tangan Ester yang melingkar di perutnya. Setelah itu Alcan turun dari motor secara perlahan, dengan tetap memegangi badan Ester supaya tidak jatuh.

Satu tangan Alcan membuka helm, dan yang satunya lagi digunakan Alcan untuk merangkul Ester yang masih duduk sambil memejamkan mata di atas motornya.

Setelah meletakkan helm di atas motor, Alcan segera menggendong Ester menuju rumah gadis itu.

Dengan susah payah, Alcan memencet bel rumah Ester beberapa kali, berharap ada yang membukakannya.

Di bunyi keempat, akhirnya pintu bercat cokelat itu terbuka, menampakkan seorang wanita paruh baya dengan menggunakan daster, serta sebuah kain lap di bahu kanannya.

"Eh ... mbak Ester kenapa toh, Mas?" tanyanya menatap panik ke arah Ester yang berada di dalam gendongan Alcan.

"Ester tadi ketiduran ...."

"Panggil aja mbok Surti!" ucap si mbok saat melihat raut wajah bingung Alcan yang ingin memanggilnya apa.

"Iya, Mbok."

"Ya sudah, kalau gitu bawa mbak Ester ke kamarnya aja, Mas!" titah mbok Surti, yang langsung memberikan akses jalan untuk Alcan masuk.

"Udah gak apa-apa Mas, saya yakin Mas anak baik-baik, jadi gak apa-apa masuk kamar mbak Ester," ucap mbok Surti lagi setelah melihat wajah Alcan yang ragu. Alcan tersenyum lalu melangkah masuk.

"Kamarnya mbak Ester, yang warna pink, terus ada tulisan nama mbak Ester," ucap mbok Surti menjelaskan tentang kamar Ester.

Pintu berwarna pink itu berada di lantai dua, mengharuskan Alcan untuk menggendong Ester melewati anak tangga yang lumayan banyak.

"Masuk aja, Mas!" mbok Surti membantu Alcan untuk membukakan pintu kamar Ester. "Ya sudah, kalau gitu saya kembali ke bawah ya, Mas, soalnya saya harus beberes dulu."

Setelah Alcan mengangguk, mbok Surti kembali pada aktifitasnya membereskan rumah Ester.

Alcan membaringkan Ester di ranjangnya, setelah itu Alcan menegakkan kembali badannya, lumayan pegal menggendong Ester. Alcan melihat-lihat isi kamar Ester yang berdominan warna merah muda. Kelihatan sekali jika Ester termasuk cewek yang sangat feminim.

Sudah beres melihat-lihat seisi kamar Ester, Alcan kembali melirik ke arah Ester yang masih terlelap. Tanpa sadar Alcan menyunggingkan senyum tipis, melihat wajah Ester yang terlihat sangat damai saat terlelap seperti saat ini.

Pantas saja hampir semua cowok di sekolahnya mengharapkan Ester untuk menjadi pacarnya. Ester sangat cantik dengan kenaturalan wajahnya, dan sikapnya yang ramah. Siapa coba cowok yang tidak menginginkan Ester untuk menjadi pacarnya? Tidak ada, semua ingin mendapatkan gadis itu sebagai pacarnya.

Fokus Alcan beralih melihat keluar jendela. Di luar sana tampak mendung, sepertinya hujan deras akan turun. "Gue harus balik," gumam Alcan. Sekali lagi Alcan tersenyum pada Ester yang masih terlelap, setelah itu Alcan membalikkan badannya.

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang