Satu

11.6K 404 37
                                    

Follow my IG @vieren.cia

***

Seorang remaja laki-laki, tengah berdiri di depan cermin yang menempel pada bagian lemari pakaiannya, seragam sekolah putih abu-abunya sudah tersemat rapi di tubuhnya, rambut yang juga sudah disisir rapi, menggambarkan bahwa ia seorang siswa teladan.

Alcander Aileen P.

Sebuah bordiran nama menempel di seragam putihnya. Wajahnya yang putih mulus hampir tidak ada noda apapun di wajahnya, benar-benar mulus, bibirnya yang berwarna pink alami menandakan bahwa ia bukan perokok, alis tebal, rahang yang tegas, dan rambut dark cokelatnya, hampir sempurna.

Alcan mengancingkan kancing bagian kerahnya, lalu dengan serius ia memasangkan dasi di seragamnya. Ia tersenyum tipis melihat pantulan dirinya.

Merasa sudah lengkap, Alcan segera meraih tas hitam yang berada di bangku meja belajarnya dan kacamata minusnya yang berbingkai hitam, lalu dipakainya. Setelah itu, Alcan menuruni tangga rumahnya menuju meja makan untuk sarapan.

"Pagi, Mas Alcan," sapa seorang asisten rumah tangga yang kira-kira umurnya hampir setengah abad.

Alcan tersenyum tipis menanggapi sapaan asisten rumah tangganya itu, yang sudah bekerja sejak Alcan masih berumur lima tahun, dan sekarang Alcan sudah tumbuh menjadi seorang remaja tujuh belas tahun.

Meja makan ini sebenarnya cukup untuk enam orang, tapi sayangnya hanya Alcan yang menempati. Orang tua? Mereka pulang setelah Alcan sudah terlelap dan berangkat sebelum Alcan bangun.

Setelah menghabiskan sarapannya, Alcan segera berangkat ke sekolah, ia tidak mau terlambat, julukan si murid teladan pasti akan hilang jika satu hari saja Alcan terlambat.

Alcan berjalan menelusuri kompleks perumahannya, butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di dekat jalan raya. Alcan segera menaiki angkutan umum berwarna hijau yang akan mengantarkannya sampai sekolah.

Sebenarnya orang tua Alcan sudah membelikannya sebuah motor dan mobil sebagai alat transportasi Alcan untuk berpergian, tapi entah kenapa Alcan lebih suka menaiki angkutan umum ke sekolah.

Setelah menempuh waktu sekitar dua puluh menit, akhirnya Alcan sampai di sekolah. Terlihat siswa-siswi yang mulai memasuki gerbang sekolah.

Berbagai ekspresi ditunjukkan siswa-siswi SMA Garuda Nusantara, ada yang berekspresi biasa saja, senang, sampai yang berekspresi malas. Alcan termasuk siswa yang berekspresi biasa saja. Siswa-siswi lebih menunjukkan ekspresi malasnya karena hari ini adalah hari Senin. Hari yang sangat tidak disukai hampir seluruh siswa-siswi di sekolah ini.

Alcan berjalan sesantai mungkin, tidak memedulikan orang-orang yang menyapanya.

Alcan segera menaruh tas hitamnya di bangku paling belakang dan paling pojok sebelah kiri kelas, karena itu tempat favorit Alcan.

Menyadari bel akan berbunyi lima menit lagi, Alcan segera meraih topi dan segera beranjak dari kelas menuju lapangan upacara.

***

Seorang pembina upacara tengah memberikan amanat, matahari semakin tinggi, suhu udara juga sudah naik, beberapa siswa-siswi yang sudah tumbang segera dilarikan ke UKS.

Alcan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, tepat saat ia menengok ke sebelah kanan, ia melihat seorang siswi yang terus menundukkan kepalanya, tampaknya siswi itu akan pingsan sebentar lagi.

Alcan segera menghampiri siswi itu, menghiraukan tatapan siswa-siswi yang memandangnya aneh. Tepat saat Alcan sampai di samping gadis itu, tubuhnya langsung tumbang dan Alcan segera menahan tubuhnya agar tidak terjatuh di tanah lapangan upacara ini.

"Ester!" pekik beberapa siswi yang ada di dekat perempuan yang sedang pingsan itu.

"Woyy, eh ... buruan bawa Ester ke UKS!" perintah seorang siswi dengan rambut panjang sebahunya.

Dengan segera Alcan mengangkat tubuh Ester dan membawanya ke UKS. Sesampainya di UKS, Alcan segera membaringkan tubuh Ester di ranjang UKS yang masih kosong.

Wajah cantik Ester terlihat sangat pucat, mungkin perempuan itu belum sempat sarapan, sehingga ia bisa pingsan seperti ini.

Cantik.

Alcan menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh berpikiran seperti itu. Alcan tahu Ester ini termasuk ke dalam jajaran siswi cantik seangkatannya, bahkan satu sekolah, banyak laki-laki yang suka dengan Ester. Alcan tidak mau cari masalah dengan semua anak laki-laki yang tertarik dengan Ester.

"Ngghh ... gu-gue kenapa?"

Alcan memerhatikan Ester yang sudah sadar.

Ester memegangi kepalanya yang sangat berat, lalu ia melirik ke samping kanan dan melihat seorang cowok berkacamata berdiri di samping ranjang UKS yang ditempatinya.

"Lo ... yang udah nolongin gue?" tanya Ester yang hanya dibalas anggukan oleh Alcan.

"Thanks," gumam Ester, memasang senyuman tulus ke arah Alcan.

Alcan tertegun, baru kali ini dia mendapat senyuman tulus, bukan senyuman mengejek yang biasa dia dapatkan.

'Braakk ....'

Semua siswa yang berada di ruangan itu berjengit kaget saat ada seseorang yang membuka pintu UKS dengan kasar.

"Ester, lo gak apa-apa, 'kan?"

Seorang siswa dengan gayanya yang urakan menghamipiri Ester yang masih berada di ranjang UKS.

"Gue gak apa-apa," jawab Ester.

Cowok itu melirik ke arah belakang, dan Alcan masih berdiri di situ.

"Heh, Culun! Lo apain cewek gue, hah!?" tanya cowok bernama Reno itu. Alcan tahu siapa Reno, cowok itu seorang pentolan sekolah, dengan catatan BKnya yang sudah penuh.

Alcan bergeming, membuat Reno marah, karena Reno tidak suka jika ada orang yang tidak menjawab pertanyaannya.

"Heh, Alien, jawab pertanyaan gue! Lo apain cewek gue?!"

Ester terkejut saat Reno mencengkeram kerah seragam Alcan.

"Reno, lo apa-apaan, sih? Lepasin!" Reno tak mengindahkan perkataan Ester.

Perlahan Alcan melepaskan tangan Reno yang berada di kerah seragamnya, setelah berhasil melepaskan tangan Reno, Alcan segera pergi meninggalkan UKS.

"Awas aja lo, Alien!" desis Reno menatap tajam ke arah punggung Alcan yang berjalan keluar UKS.

"Reno, lo apaan, sih? Dia tuh tadi yang nolongin dan bawa gue ke sini, bukan yang apa-apain gue," ucap Ester menatap Reno kesal.

"Bodo amat, dia udah berani gendong lo kesini," jawab Reno mengacuhkan tatapan tajam Ester.

"Ya, dia kan baik mau gendong gue ke sini, gimana sih lo, ish!" Ester menghentakkan kakinya kesal.

"Dan lo, jangan ngakuin gue jadi cewek lo!" lanjut Ester.

Pusing di kepalanya menguap begitu saja, digantikan oleh kekesalan. Ester pun meninggalkan Reno yang malah memasang wajah cengo.

"Salah lagi gue," gumam Reno, lalu segera menyusul Ester.

Bersambung ....

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang