Tiga Puluh Dua

2.7K 157 5
                                    

***

Seorang wanita dengan rambut pirangnya berjalan menelusuri komplek  perumahan sambil sesekali melihat ke arah kertas kecil yang di pegangnya.

Sudah jelas jika wanita itu sedang mencari alamat. Sudah hampir tiga puluh menit dia berjalan mengelilingi komplek perumahan itu, tapi alamat yang dia cari belum juga dia temuakan.

Wanita itu berhenti sejenak sambil menghela napasnya. "Rumahnya di mana, ya. Aku lelah mencarinya."

Sempat terbesit di pikirannya untuk berhenti mencari alamat rumah itu. Tapi, dia kembali semangat untuk mencarinya. Dia harus menemukan seseorang yang selama tukuh belas tahun ini dirindukannya.

"Semangat!" ujarnya pada diri sendiri. Setelah itu wanita dengan gaun selututnya kembali melangkahkan kakinya.

***

Alcan berjalan keluar rumah menuju motornya yang diletakkan di dalam garasi rumahnya. Saat akan mengeluarkan motornya, Alcan melihat ke arah gerbang rumahnya, di sana Alcan melihat seorang wanita sedang memerhatikan rumahnya, sesekali wanita itu melirik kertas kecil yang ada di tangannya.

Melihat wanita itu yang terlihat sedang kebingungan, Alcan pun menghampiri wanita itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Alcan saat langkahnya sampai di hadapan wanita tadi.

Wanita itu terdiam sejenak mendengar suara Alcan. Matanya menatap lekat pada Alcan. Entah mengapa ia merasakan darahnya berdesir saat melihat remaja laki-laki dengan bola mata berwarna abu-abu itu.

Darahnya berdesir bukan karena ia jatuh cinta pada Alcan, tapi karena ia merasa ada ikatan batin yang kuat dengan Alcan.

Wanita itupun tersadar dari lamunanya. "Hmm ... ini, Dek, saya mau cari alamat. Ini alamatnya, Adek tau?" tanyanya sambil memberikan sebuah kertas yang dari tadi dipegangnya.

Belum sempat Alcan mengambil kertas itu, suara seseorang dari arah belakang membuat Alcan mengurungkan niatnya untuk mengambil kertas itu.

"Kok, kamu belum berangkat?" tanya Indah sang mama yang tadi memanggil Alcan.

"Iya, Ma, tadi Alcan mau berangkat, tapi Ibu ini mau nanya alamat," ucap Alcan sambil melirik seorang wanita yang masih berdiri di hadapannya.

Indah menatap wanita itu dengan raut wajah yang tegang. Bertahun-tahun lamanya, kini wanita itu kembali lagi. Tanpa bicara apapun, Indah langsung mengambil kertas yang ada di tangan wanita itu.

"Lebih baik kamu pergi!" desis Indah sambil menatap wanita itu dengan tajam.

"Ma, kok, Mama ngusir Ibu ini?" tanya Alcan keheranan saat melihat mamanya seperti tidak suka akan kehadiran wanita itu.

"Pergi!" Indah berteriak, membuat wanita itu segera pergi dari sana.

Alcan yang kaget mendengar teriakkan Indah langsung menenangkan mamanya itu.

"Udah, Ma, tenang," ujar Alcan sambil mengusap bahu Indah yang bergetar karena menahan emosi.

Setelah emosinya mereda, Indah berbalik menatap Alcan dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang