Dua Puluh Dua

3.5K 198 3
                                    

***

Ester keluar dari mobil Bobby, lalu diam di tempat, tidak bergerak. Ester menatap rumah yang lumayan besar di hadapannya ini. Rumah dengan pagar berwarna hitam menjulang tinggi.

Bobby yang sudah hampir sampai di depan pintu pagar rumah itu berhenti berjalan, karena merasa Ester tidak mengikutinya.

"Woi, Ter! Ngapain lo bengong di situ? Ayo sini!" seru Bobby yang melihat Ester hanya berdiri di dekat mobilnya.

"Eh ... iya," ujar Ester, lalu mulai berjalan perlahan menghampiri Bobby.

Setelah Ester sudah ada di sebelahnya, Bobby langsung membuka pintu pagar berwarna hitam itu tanpa ada rasa ragu. Berbeda dengan Ester yang entah kenapa dari tadi sudah gugup.

***

"Masuk!" titah Alcan begitu mendengar pintu kamarnya diketuk seseorang.

Pintu terbuka mengalihkan perhatian Alcan yang tadi sedang menatap ke arah ponselnya. Setelah pintu terbuka lebar, barulah Alcan bisa melihat siapa yang tadi mengetuk pintunya.

Alvan mulai berjalan memasuki kamar Alcan. Cowok itu tersenyum manis saat Alcan melihat ke arahnya.

"Lagi ngapain lo?" tanya Alvan langsung duduk di ranjang Alcan.

"Lagi boker," jawab Alcan datar sambil kembali memainkan ponselnya. Alvan tertawa sangat keras mendengar jawaban Alcan.

"Cocok juga lo jadi pelawak," ujar Alvan masih dengan sisa ketawanya.

Alcan mendelik ke arah Alvan. Alcan tidak merasa ada yang lucu dari ucapannya. Masa bodoh dengan Alvan yang masih tertawa, Alcan kembali memainkan ponselnya.

Alvan baru saja ingin berbicara lagi, tapi seseorang mengetuk pintu kamar Alcan. Setelah mendapat izin untuk masuk, seseorang itu pun membuka pintu.

"Maaf, Mas. Di luar ada temennya Mas Alcan," ucap asisten rumah tangga yang umurnya mungkin sepuluh tahun di atas Alcan, karena dia masih sangat muda. Dia baru saja bekerja di rumah Alcan. Ralat. Rumah orang tua Alcan dan Alvan beberapa bulan yang lalu.

Alvan menyahut dengan bingung, "Siapa, Mbak?"

"Saya kurang tau, Mas. Ada satu orang cowok dan yang satu cewek cantik loh, Mas."

"Ya udah suruh masuk aja, Mbak."

"Yo wes tak panggilin dulu temennya yo, Mas," ujar Mbak Surti dengan logat Jawanya yang khas.

Beberapa menit kemudian pintu kamar Alcan kembali diketuk. Kembali Alvan yang menyahut.

"Massuukkk!"

'Plaakk'

"Anjir sakit ... ssshh," desis Alvan saat rasa perih pada bagian pahanya, karena Alcan baru saja memukulnya. "Kenapa lo nabok gue?"

Alcan hanya memasang wajah tanpa dosanya, dan wajah datar khas Alcan. "Nggak usah pake teriak."

"Sorry."

Pintu kembali terbuka. Sepertinya hari ini sangat banyak sekali orang yang keluar-masuk, membuka-tutup pintu kamar Alcan.

Setelah pintu terbuka lebar tampaklah mbak Surti, dan seorang cewek dan cowok yang berdiri di belakang mbak Surti. Setelah mbak Surti menggeser badannya, barulah Alcan dan Alvan bisa melihat siapa yang datang.

"Ini, Mas temennya.  Monggo Mas, Mbak, masuk aja."

"Iya terima kasih, Mbak."

Bobby lebih dulu masuk ke dalam kamar Alcan, diikuti Ester yang masih saja gugup di belakangnya. Entah kenapa Ester merasa sangat gugup.

"Ada temen lo tuh. Gue keluar dulu ya," ucap Alvan langsung keluar dari kamar Alcan.

"Kenapa lo, Can? Sakit?" tanya Bobby langsung duduk di sisi ranjang Alcan yang tadi ditempati oleh Alvan. Alcan menjawabnya hanya dengan gumaman.

Ester yang tadi masih diam, akhirnya berjalan mendekati ranjang Alcan. Ester bisa melihat dengan jelas wajah pucat Alcan.

"Badan lo panas banget," ujar Ester setelah cewek itu memegang dahi Alcan untuk mengecek suhu tubuh Alcan.

Sementara Alcan, cowok itu menegang saat Ester tiba-tiba memengang dahinya.

"Lo udah makan?" tanya Ester dengan raut wajah khawatirnya. Alcan menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya.

Bobby yang merasa dirinya diacuhkan pun bangkin berdiri. "Di kacangin gue di sini. Gue nunggu di luar aja ya, Ter, Can."

Terjadi keheningan antara Alcan dan Ester. Alcan sangat merasakan kecanggungan ini, entah kenapa rasanya gugup berada di dekat Ester, apalagi sekarang Ester duduk di pinggir ranjang dengan tubuh yang menghadap ke arahnya.

"Kenapa lo bisa sakit?" tanya Ester lagi untuk menghilangkan susana canggung di antara mereka.

"Kecapean kayaknya," jawab Alcan.

Setelah itu kembali hening. Ester kembali menatap wajah Alcan yang masih pucat.

Ester melihat semangkuk bubur dan segelas air yang ditaruh di atas nakas dekat ranjang Alcan. Tanpa mengatakan apapun lagi Ester langsung mengambil mangkuk yang berisi bubur itu, dan kembali lagi ke tempatnya semula--duduk di pinggir ranjang dan menghadap ke arah Alcan.

"Lo harus makan, biar cepet sembuh. Nih ... aaaa ...."

Alcan kembali diam, menatap sendok berisi bubur yang dijulurkan oleh Ester.

"Ayo makan dulu, Al!" tegur Ester membuat Alcan tersadar dari keterdiamannya.

Akhirnya Alcan pun memakan bubur itu dengan Ester yang menyuapinya terus menerus sampai bubur itu tak terasa sudah habis tidak bersisa. Ester tersenyum senang saat melihat Alcan yang makan dengan penuh semangat.

"Nih obatnya," ucap Ester sambil memberikan beberapa butir obat kepada Alcan.

"Nggak usah diminum deh obatnya. Gue kan udah makan, nanti juga sembuh."

Ester berdecak mendengar penuturan Alcan. "Kalau makan aja lama sembuhnya. Gue pegang tadi badan lo masih panas banget. Jadi, lo harus minum obatnya biar cepat sembuh. Nih!"

Alcan kembali menggeleng. Jujur saja Alcan tidak suka minum obat. Karena obat itu rasanya pahit. Bahkan sangat pahit. "Pahit. Gue nggak suka."

Ester membulatkan matanya. "Minum nggak?!" ujarnya galak berharap Alcan mau menurutinya.

Sekarang giliran Alcan yang berdecak. Alcan paling tidak suka dipaksa. Tapi, demi menghargai Ester yang peduli terhadapnya, akhirnya Alcan mau meminum obatnya.

"Nah gitu dong. Anak pinter," ucap Ester sambil menepuk-nepuk kepala Alcan dengan pelan. Sementara Alcan meringis saat obat-obat itu mengalir di tenggorokannya.

Ester terkekeh. Dalam hati Ester merasakan perasaan yang dulu pernah dirasakannya saat di dekat Alcan. Ester berharap perasaan itu memang ada kembali, tapi perasaan itu untuk orang yang berbeda pastinya. Ester ingin melupakan perasaannya yang dulu. Meskipun itu sangat sulit untuk dilupakan.

Bersambung...

Vote+comment 💕

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang