***
Alcan baru saja melangkah untuk keluar dari kamarnya, tiba-tiba saja Alcan dikejutkan dengan kehadiran Alvan yang sudah stay di depan kamarnya dengan cengiran bodohnya.
"Ngapain lo di depan kamar gue?" tanya Alcan dengan raut wajah yang bingung.
"Widihh ... gila sekarang tampilan lo berubah ya." Alvan tak menghiraukan pertanyaan Alcan tadi, dia malah memerhatikan penampilan Alcan dari atas sampai bawah, semuanya berubah.
"Nah kan, kalau tampilan lo kayak gini jadi mirip Manu Rios, ganteng. Gue juga jadi bangga punya adek kaya lo," ujar Alvan seraya merangkul Alcan, dan berjalan menuruni setiap anak tangga di rumahnya.
"Manu Rios?" tanya Alcan lagi-lagi dengan raut wajahnya yang bingung.
Alvan mengangguk. "Iya Manu Rios, selebgram luar. Kalau kata cewek-cewek sih, cakep," jelas Alvan.
Alcan hanya memasang wajah datar mendengar penjelasan kakaknya itu. Menurut Alcan itu tidak penting.
"Udah gak usah dipikirin kalau lo gak tau," ucapan Alvan barusan membuat Alcan memutar bola matanya malas. Siapa juga yang memikirkan Manu-manu itu.
Alvan masih tetap merangkul Alcan sampai mereka tiba di meja makan yang sudah diisi oleh Andra dan Indah.
Alcan berhenti melangkah, membuat Alvan menatapnya bingung. "Kenapa berhenti?" Alcan menggeleng, jika seperti ini dia tidak mau sarapan di rumah.
"Gue harus berangkat," ujarnya singkat. Saat Alcan ingin membalikkan badannya, Alvan mencegahnya.
"Lo harus sarapan dulu!" Alvan berujar tegas. Alvan tidak mau terjadi apa-apa dengan Alcan jika Alcan tidak sarapan sebelum berangkat ke sekolah.
"Gue bisa sarapan di sekolah." Alcan tetap bersi keras agar dirinya tidak sarapan di rumah. Entah kenapa Alcan tidak suka saja jika harus sarapan di rumah dengan kedua orang tuanya. Rasanya aneh mengingat Alcan selalu sarapan sendiri dan sekarang ada kedua orang tuanya dan juga Alvan.
"Ayo!" Melihat Alcan yang hanya terdiam, akhirnya Alvan pun menarik Alcan dan menyuruhnya duduk.
"Pagi Ma, Pa!" sapa Alvan begitu dirinya dan Alcan sudah sampai di meja makan.Sementara Alcan hanya diam tidak berniat menyapa kedua orang tuanya seperti yang dilakukan Alvan tadi.
Sentuhan hangat yang terasa lembut di pergelangan tangannya, menyadarkan Alcan dari keterdiamannya.
Alcan menengok ke arah kanan dan mendapati mamanya tengah tersenyum manis ke arahnya. Senyuman itu yang selalu Alcan harapkan, dan hari ini Alcan bisa mendapatkan senyuman hangat itu.
"Adek mau sarapan apa? Nasi goreng atau mau roti aja?" tanya Indah sambil memperlihatkan menu sarapan pagi ini.
Alcan menautkan kedua alisnya karena merasa risih dengan panggilan yang diucapkan Indah.
"Roti," jawab Alcan sangat singkat seperti biasanya.
"Selai apa? Cokelat atau kacang?" Indah kembali bertanya dan kembali memperlihatkan selai-selai yang ada di meja makan.
"Kacang." Lagi-lagi Alcan menjawabnya dengan singkat. Lagian Alcan harus berbicara sepanjang apa untuk menjawab pertanyaan mamanya.
Alcan mendengar seseorang terkekeh. Alcan mendongakkan kepalanya dan ternyata Alvan yang terkekeh. Alcan menautkan kedua alisnya, perasaan tidak ada yang lucu, tapi kenapa kakaknya itu malah tertawa.
"Ternyata lo masih gak berubah ya, Can, masih suka sama selai kacang," ujar Alvan setelah berhenti terkekeh.
"Udah nih makan dulu, Dek." Indah menyerahkan piring berisi roti yang sudah diisi dengan selai kacang. Alcan meraih piring yang diberikan Indah, lalu segera memakan rotinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alcander (End)
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Alcander, seorang remaja laki-laki yang sempat berpenampilan culun, membuat hampir semua teman satu sekolahnya mencibir dirinya, tapi Alcander tidak pernah mempedulikan itu. Alcander, seorang remaja laki-laki yang selal...