***
Alcan duduk termenung sendiri di samping villa keluarganya. Keluarganya yang lain sedang mengadakan pesta kecil-kecilan di belakang villa, tapi Alcan lebih memilih untuk menyendiri.
Udara di villa pada malam hari ini cukup dingin, mengingat villa ini berada di dataran tinggi, dan hujan yang tadi sore sempat mengguyur ibu kota Jawa Barat ini, membuat suhu semakin rendah.
Ini yang Alcan suka jika dirinya pergi ke Bandung. Udara di Bandung sangat sejuk. Pantas saja jika hari weekend Bandung akan penuh oleh orang-orang yang akan berlibur dan menikmati suasana di Kota Kembang ini.
Sedang asyik-asyiknya melihat hamparan kebun yang luas. Tiba-tiba Alcan dikagetkan dengan tepukan di bahu kananya.
Alcan mendongak untuk melihat siapa yang menepeuk bahunya tadi. Ternyata, itu Alvan.
Alvan tersenyum lalu duduk di samping Alcan. "Lo ngapain sendirian di sini?"
"Pengen," jawab Alcan dengan singkat membuat Alan mendengkus kesal dibuatnya.
"Yang lain pada ngumpul di belakang, lah lo malah sendirian di sini. Padahal di belakang lagi seru loh."
Alcan terdiam cukup lama, sampai akhirnya Alcan kembali mengeluarkan suaranya, "Gue bukan siapa-siapa."
Alvan menautkan alisnya bingung. Tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Alcan barusan. "Maksud lo?"
"Gue bukan siapa-siapa di keluarga ini. Gue nggak pantes ngumpul bareng kalian."
Alvan terdiam untuk mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Alcan. "Apa Alcan udah tau?" tanya Alvan dalam hati.
"Lo nggak boleh ngomong gitu," desis Alvan menahan suaranya agar tidak berteriak. Bukan apa-apa, masalahnya Alvan tidak suka dengan apa yang diucapkan Alcan, jika Alcan bukan siapa-siapa di dalam keluarganya.
"Emang gitu kenyataannya."
"Nggak! Lo itu bagian dari keluarga besar kita. Lo jangan berpikiran kayak gitu, Alcan!"
Napas Alvan menjadi tidak teratur saat cowok yang memiliki alis tebal itu berhasil menaikkan nada suaranya. Untungnya tidak ada yang mendengar suara Alvan barusan.
"Mereka juga nggak pernah nganggep gue. Jadi, gue emang bukan siapa-siapa di keluarga ini. Mama sama Papa aja mungkin benci sama gue, mengingat perlakuan mereka ke gue selama ini," ucap Alcan, lalu tersenyum lirih.
Mungkin sebagian orang akan senang jika mendengar Alcan bebicara cukup panjang seperti tadi, karena jarang sekali Alcan berbicara sepanjang itu. Tapi, perkataanya yang panjang barusan malah memancing kemarahan Alvan.
"Lo itu anak Mama sama Papa! Lo itu Adek gue! Jangan pernah lo berpikiran kalau lo bukan siapa-siapa di keluarga ini. Lo anak Mama sama Papa. Lo. Adek. Gue!!"
Hening seketika menyelimuti mereka. Alvan sibuk mengatur napas dan juga emosinya yang tiba-tiba berkoar begitu saja.
Alvan menarik napas lalu membuangnya, berharap emosinya mereda. Lalu Ia menatap Alcan dengan lekat.
"Lo udah tau?" tanya Alvan sedikit ragu. "Tau tentang, hmm ... tentang--"
"Alcan, Alvan kalian ngapain di sini. Ayo ke belakang villa. Mama udah buatin jagung bakar buat kalian."
Perkataan Alvan terhenti ketika Indah menyuruh mereka untuk segera pergi ke belakang villa.
Dengan terpaksa Alcan pun mengikuti langkah Alvan dan Indah. Sementara Alvan dalam hatinya cowok itu berharap Alcan belum tahu tentang semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alcander (End)
Novela Juvenil[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Alcander, seorang remaja laki-laki yang sempat berpenampilan culun, membuat hampir semua teman satu sekolahnya mencibir dirinya, tapi Alcander tidak pernah mempedulikan itu. Alcander, seorang remaja laki-laki yang selal...