Sepuluh

4.3K 238 2
                                    

***

Alcan berjalan menuju balkon kamarnya. Seperti biasa rumahnya begitu sepi, Alcan selalu sendiri di rumah sebesar ini, meskipun masih ada asisten rumah tangganya, dan satpam yang berjaga di gerbang rumah, tetap saja rasanya berbeda berada di rumah bersama dengan orang lain, dan dengan orang tua.

Merasa ada yang menepuk bahu kanannya, Alcan refleks menengokkan kepalanya ke belakang, dan mendapati Alvan yang berdiri di belakang Alcan, sambil memperlihatkan senyum manisnya.

Oh, Alcan lupa kalau sekarang ternyata di rumah ini ada Alvan-- kakaknya yang baru kembali dari luar negeri beberapa hari lalu.

"Daripada lo galau-galauan, mending ikut gue, yuk!" Alvan berjalan ke samping kanan Alcan, dan bersandar di pagar pembatas balkon.

"Ke mana?"

Alcan menatap Alvan dengan lekat. Jujur saja Alcan sangat merindukan kakaknya ini. Semenjak kejadian dua belas tahun silam, Alcan tidak pernah bertemu lagi dengan Alvan, karena Alvan tinggal di luar negeri bersama tante dan om mereka.

Alcan tersentak saat Alvan memukul bahunya lumayan keras. "Lo dengerin gue gak, sih?" tanya Alvan sedikit kesal karena ternyata Alcan malah bengong.

"Apa?" Alcan bertanya dengan raut wajahnya yang polos, sementara Alvan memasang wajah datarnya.

"Lo dari tadi gak dengerin gue ngomong, tapi lo ngeliatin wajah gue lekat banget, jangan-jangan ...."

Alvan menyipitkan matanya menatap Alcan dengan curiga. Alcan yang mengetahui raut wajah Alvan yang seperti itu langsung melebarkan kedua matanya.

"Gue normal!" ujar Alcan, bergidik ngeri jika dia benar-benar maho. Tadi Alcan menatap Alvan bukan karena 'tertarik',  tapi karena dirinya sangat merindukan kakak laki-lakinya itu.

Alcan menengokkan kepalanya ke arah Alvan yang tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. "Gue cuma bercanda kali."

Alvan tertawa karena melihat raut wajah Alcan yang menurutnya sangat lucu. "Ya udah yuk, lo siap-siap!"

***

Ester hanya bisa mondar-mandir di dalam kamarnya. Tidak ada kerjaan, semuanya sudah dilakukan Ester, membereskan kamarnya sendiri, mengerjakan tugas, dan melakukan hal lainnya. Tapi, sekarang Ester benar-benar bosan dan tidak ada kerjaan.

Rasanya Ester ingin pergi keluar rumah, tapi kedua sahabatnya sibuk, jadi dia tidak ada teman untuk pergi jalan-jalan. Sekalinya ada yang mengajaknya jalan itu, Reno. Ester selalu malas jika harus bepergian degan Reno.

Ester meraih ponselnya yang berada di atas nakasnya. Mengotak-atiknya, membuka semua sosial media yang dia punya, tapi tidak ada yang seru.

Terakhir Ester membuka aplikasi berwarna hijau, dan me-scroll chatannya dengan beberapa orang. Scrollannya berhenti,  sebuah nama menariknya untuk menghubungi seseorang itu.

***

Alcan hanya sesekali bersuara ketika ada yang bertanya, jika tidak ada yang bertanya Alcan tidak akan berbicara.

Sebenarnya Alcan risih, karena sedari tadi ada seorang teman Alvan yang selalu curi-curi pandang ke arahnya. Alcan pura-pura tidak tahu saja.

"Eh, Chik!  Gue perhatiin lo dari tadi ngeliatin adek gue mulu, tertarik lo sama adek gue?" Alvan menegur seorang cewek yang duduk di hadapannya.

Chika. Cewek itu yang sedari tadi memperhatikan Alcan terus. "Apaan sih lo, gak kok."

Chika berbicara dengan wajah yang memerah. Mungkin karena malu ketahuan terus memperhatikan Alcan.

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang