Duapuluh

3.7K 215 4
                                    

***

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam lebih, akhirnya Alcan bersama dengan keluarganya sampai di villa keluarganya.

Udara di sini sangat sejuk, jadi pantas saja semua orang memilih liburan ke daerah sini.

"Ayo turun," ajak Indah pada Alcan yang masih diam mematung.

Tujuh tahun yang lalau, Alcan pernah ke tempat ini juga. Tempat di mana Alcan merasa teracuhkan oleh seluruh keluarganya.

Merasa ada yang menepuk bahunya, Alcan pun tersadar dari lamunannya.

"Ayo!"

Dengan ragu, Alcan keluar dari mobil. Setelah keluar dari mobil, Alcan mengedarkan pandangan keselilingnya. Di halaman villa itu sudah terparkir beberapa mobil milik keluarganya. Pandangannya berhenti di sebuah ayunan yang berdiri di samping villa. Di ayunan itulah pertama kali Alcan mendengar seseorang mengatakan jika dirinya anak haram. Mengingat itu membuat hati Alcan menjadi sakit.

"Ayo kita masuk, yang lain kayaknya udah di dalem."

Suara Andra mengembalikan Alcan ke dunia nyata. Karena sedari tadi pikiran Alcan kembali ke masa lalu.

Melihat Alcan yang hanya diam, Alvan pun angkat bicara, "Papa sama Mama masuk aja duluan, biar Alvan sama Alcan nyusul."

Andra dan Indah mengangguk setuju. Setelah itu mereka memasuki villa dengan saling bergandengan tangan. Alvan terkekeh sendiri melihat kedua orang tuanya yang menurut Alvan masih seperti pasangan anak muda. Senyum di wajah Alvan menghilang, mengingat dulu keluarganya hampir hancur. Menyadari itu Alvan langsung menatap Alcan yang ada di sebelahnya. Alvan memerhatikan Alcan yang sepertinya tidak menyadari jika dirinya sedang di perhatikan.

'Lo nggak pantes buat disalahin atas kesalahan seseorang di masa lalu. Lo nggak tau apa-apa,' ujar Alvan dalam hati.

"Ayo!" seru Alvan sambil merangkul Alcan. Tapi, Alcan tidak menggerakan kakinya. Cowok itu hanya diam di tempat.

"Gue di luar aja."

"Jangan kayak gitu dong, Can. Yang lain pasti kangen sama kita, yuk!"

Masih dengan keraguan Alcan mencoba melangkah bersama Alvan yang berada di sebelahnya. Baru saja beberapa langkah, Alvan dan Alcan kembali berhenti melangkah saat ada dua orang cowok yang mungkin sepantaran dengan Alcan, menghadang jalan mereka.

"Lo Alvan, kan?" tanya salah satu dari mereka menunjuk Alvan.

"Vino?"

Cowok yang menunjuk Alvan tadi mengangguk. "Iya gue Vino."

"Wow udah lama kita nggak ketemu, Bro,"  ujar Alvan sambil memeluk Vino ala laki-laki.

"Gitu lo, ya. Masa cuma Vino doang yang lo peluk. Dasar bule nyasar lo," ucap cowok yang tadi datang bersama Vino.

"Wey!  Lo Ray, kan?" tanya Alvan memastikan.

Cowok bernama Ray itu mengangguk. Ray dan Alvan langsung berpelukan seperti Alvan dan Vino tadi.

"Apa kabar lo berdua?" tanya Alvan setelah melepaskan pelukannya dari Ray.

"Baik. Kalau lo, Bule?" tanya Ray diiringi dengan nada guyonan.

"Baik dong. Jangan panggil gue Bule. Gue bukan tante lo!" jawab Alvan sekenanya.

"Bukan bule yang artinya tante. Maksud Ray itu, bule buat sebutan orang asing. Lo kan orang asing," kata Vino menatap Alvan dengan jahil.

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang