***
Alcan menutup pintu kamarnya, lalu bersandar di balik pintu itu. Perkataan papanya tadi masih terus berputar di kepalanya, dan menusuk tepat di hatinya.
' Seharusnya kamu beruntung, saya masih mau merawat kamu sampai sebesar ini. '
'DASAR ANAK TIDAK TAU DI UNTUNG!!'
Dua kalimat itulah yang masih terus ada di pikiran Alcan. Perkataan Andra memang sangat menohok hati. Dari perkataannya itu menggambarkan bahwa selama ini Andra sepertinya terbebani untuk merawat Alcan.
Alcan menghela napasnya perlahan, lalu memegang ke arah pipi kanannya yang baru saja mendapat tamparan beberapa menit yang lalu. Rasanya sangat perih, tapi hatinya lebih perih.
Cowok yang masih memakai seragam sekolah itu jadi berpikir. Ada apa dengan papanya itu dan keluarganya, yang sepertinya tidak menginginkan Alcan hadir di tengah-tengah mereka.
Alcan jadi ingat. Dulu, saat keluarga besarnya berkumpul, mereka semua tampak sangat bahagia, tertawa bersama, dan berbagi cerita bersama. Lain halnya dengan Alcan yang merasa tersingkirkan.
***
Alcan sangat senang karena Indah dan Andra mengajaknya berlibur di puncak, dan katanya di sana banyak saudaranya yang akan datang.
Di sepanjang perjalanan menuju puncak, senyuman selalu terbit di bibir Alcan. Dia membayangkan akan bertemu dengan sanak saudaranya yang selama ini belum pernah bertemu denganya.
Sesampainya di puncak, lebih tepatnya sampai di vila milik keluarganya. Di sana Alcan melihat sudah sangat ramai. Sepertinya merekalah saudara-saudara Alcan.
Setelah Andra mematikan mesin mobil,dan memarkirkannya dengan tepat, Alcan pun segera turun dari mobil. Setelah Alcan turun dari mobil, beberapa detik kemudian Indah dan Andra juga turun dari mobil.
Indah dan Andra melongos begitu saja tanpa melirik Alcan yang masih berdiri di samping mobil. Saat itu Alcan yang masih berumur sepuluh tahun, hanya menatap punggung kedua orang tuanya dengan nanar.
"Mama sama Papa kok diemin aku?" gumam Alcan pada dirinya sendiri. Tanpa mau ambil pusing, Alcan segera mengikuti langkah kedua orang tuanya.
Saat di dalam vila, Alcan hanya bisa diam, dan memerhatikan keluarganya berbincang, sesekali mereka tertawa bersama. Satu hal yang saat itu Alcan ketahui, dia tidak dianggap oleh keluarganya.
Bocah cilik itu memilih beranjak dari tempatnya, dan berjalan keluar dari vila. Di luar vila Alcan melihat ada sebuah ayunan. Dengan senyum yang mengembang Alcan menghampiri ayunan itu.
Alcan menaiki ayunan itu, dan mulai mengayunkannya ke depan dan ke belakang beberapa kali. Angin sejuk berhembus menerpa kulit putihnya, dan juga menerbangkan rambutnya yang halus.
Senyuman Alcan hilang ketika dua orang anak laki-laki yang umurnya hampir sama dengannya, menghampirinya.
Salah satu dari anak laki-laki itu tiba-tiba menarik tangan Alcan, sehingga membuat Alcan turun dari ayunan.
"Kamu gak boleh naikin ayunan itu!" seru bocah yang tadi menarik tangan Alcan.
"Kenapa?" tanya Alcan dengan wajah polosnya.
Bocah yang memakai jaket biru menyahut. "Karena anak haram kayak kamu, gak boleh mainin ayunan kita!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Alcander (End)
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Alcander, seorang remaja laki-laki yang sempat berpenampilan culun, membuat hampir semua teman satu sekolahnya mencibir dirinya, tapi Alcander tidak pernah mempedulikan itu. Alcander, seorang remaja laki-laki yang selal...