Sebelas

4.3K 242 3
                                    

***

Ester tersenyum saat Alcan mengajaknya ke suatu tempat yang sangat Ester sukai mulai saat ini. Ester terus memandangi pemandangan kota dari atas bukit ini, terlihat lampu-lampu rumah, dan lampu di setiap jalan yang menambah penerangan pada malam hari ini.

Ester memeluk dirinya sendiri saat angin melintas, menerpa kulitnya. Ester hanya menggunakan cardigan tipis, sehingga tidak mempan menutupi kulitnya dari hawa dingin.

Sebagai cowok yang peka, Alcan pun membuka jaket yang sedang dipakainya, lalu disampirkan jaket hitam itu di pundak Ester.

Ester yang merasakan sesuatu menggantung di tubuhnya pun menoleh ke arah Alcan. Saat itu juga hati Ester kembali berdegub cepat, melihat Alcan yang tersenyum.

"Lain kali, lo harus pake jaket yang agak tebel kalau mau keluar rumah malem-malem," ujar Alcan. Aroma mint keluar dari mulut Alcan. Ester sangat menyukai bau ini. Ester pun tersenyum mendengar penuturan Alcan, secara tidak langsung, Alcan menunjukkan rasa pedulinya pada Ester. Memikirkan itu rasanya Ester tersipu, karena pipinya yang bersemu merah, untung di sini tidak terlalu terang, jadi Ester tidak usah repot-repot menutupi pipinya yang merah.

Ester mendengar Alcan terkekeh. "Pipi lo merah." Sial, ternyata Alcan melihat pipinya yang berubah warna itu.

"Efek dingin kali jadi ... jadi pipi gue merah," ujar Ester menjadi gugup.

Alcan hanya bergumam mengiyakan. Alcan tidak sebodoh itu untuk mengetahui apa penyebab pipi seorang perempuan bisa merah seketika. Apalagi perempuan itu gampang terbawa perasaan, atau anak muda sekarang bilang itu baper.

"Gue suka tempat ini," ucap Ester mengalihkan perhatiannya pada hamparan rumah-rumah dan jalan di bawah sana.

"Gue juga. Meskipun gue selalu sendiri ke sini, tapi gue ngerasa seneng." Ester menatap Alcan sambil tersenyum.

"Kenapa?" tanya Alcan bingung saat Ester masih menatapnya dengan takjub.

"Gak kenapa-napa he-he ...."

Setelah itu terjadi keheningan di antara keduanya. Mereka menyibukkan diri dengan pikiran mereka masing-masing. Sampai akhirnya terdengar suara aneh yang mampu membuat Ester malu setengah mati.

Alcan langsung menoleh ke arah Ester, saat bunyi itu terdengar yang ternyata adalah suara perut Ester yang minta diisi. "Lo laper?"

"He-he ...." Ester hanya terkekeh menampilkan jajaran gigi putihnya yang terlihat bersinar saat terkena sinar bulan.

"Ya udah, kita makan dulu." Alcan bangkit berdiri diikuti oleh Ester. "Lo pake aja!" ujar Alcan saat Ester akan memberikan jaketnya.

"Tapi ntar lo kedinginan." Ester masih mengulurkan jaket Alcan pada pemiliknya. Alcan pun meraih jaket miliknya, tapi bukan untuk kembali di pakainya melainkan, ia memakaikannya pada Ester.

"Gue yang gak mau lo kedinginan." Rasanya Ester ingin terbang jika dirinya punya sayap saat Alcan lagi-lagi memberikan perhatian kecil pada dirinya. Tapi sayangnya Ester tidak punya sayap, jadi dia tidak bisa terbang, yang Ester bisa hanya merona malu.

***

Tadinya Alcan ingin mengajak Ester makan di tempat yang lumayan elite, tapi Ester menolaknya, dan lebih memilih makan di pinggir jalan seperti saat ini.

Alcan menopang kepalanya dengan tangan yang ia letakkan di atas meja sambil terus memerhatikan Ester yang dengan lahapnya memakan nasi goreng. Terlihat dari cara makan Ester yang lahap, cewek itu sepertinya memang sedang lapar.

Alcander (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang