Shani pov
Selama perjalanan dengan Naoki, tak ada suara yang terdengar darinya. Hanya suaraku yang terdengar bercerita kejadian masa kecil. Naoki hanya berdeham atau menjawab dengan kata 'oh' atau mungkin 'oh ya?' tak ada kata lain selain itu. Sikapnya kembali seperti es. Dingin.
Namun setidaknya kini ada senyuman menemaninya. Mungkin dia sibuk memperhatikan jalan apalagi jalanan jakarta banyak sekali perubahan.
"Apa kamu mau menemaniku ke pemakaman Naomi? Aku ingin mengunjunginya." tanyanya. Untuk pertama kalinya.
"Boleh." aku menerima tawarannya.
"Sebenarnya aku sedikit kesulitan mengingatnya, bisa tunjukkan jalannya?" akunya jujur.
Aku tersenyum. Lucu rasanya melihat eksperesi malunya. Sudah tahu dia sudah 8 tahun tak pulang ke jakarta belaga pulang seorang diri lagi. Dasar.
Aku pun menunjukan setiap jalannya setelah dia menyebutkan daerah pemakaman Naomi
Naomi pov
akhirnya kami sampai dipemakaman. Untung saja aku pergi bersama Shani kalau tidak, aku tak tahu bagaimana nasibku di jalanan. Aku segera membeli seikat bunga untuk kusematkan dekat nisan Naoki. Shani mengikuti dari belakang.
Sungguh miris rasanya saat melihat nama yang terukir di nisan itu. Ya, namaku yang tertulis di sana.
Shinta Naomi Prasetya bin Fariz Prasetya.
Cuaca tiba-tiba saja tak bersahabat hujan kecil menyertai. Aku tak mengerti dengan perubahan alam ini. Mungkin alam mengerti kesedihanku, mengerti air mata yang tak pernah menetes. Atau Mungkinkah ini kemarahan Naoki karena aku datang sebagai dirinya? Atau mungkin tangisan Naoki karena dia menginginkan posisiku datang bersama perempuan yang disukainya.
Entahlah.
Aku selalu merasa bersalah setiap kali datang kepemakamannya. Karena aku semua terjadi dan aku mendapatkan hukumanku hingga harus menjalani kehidupanku yang abnormal.
Ku buka blazer, dan ku pakaikan pada Shani. Dia bisa sakit jika hujan mengenainya. Shani tampak terkejut dengan perlakuanku. Namun seketika dia tersenyum sebagai tanda terimakasih.
Handphoneku tak lama berdering. Kinal? Apa sesuatu terjadi pada mbak Imel?
"ya Nal!" aku menjawab panggilannya tanpa menggunakan embel-embel kakak.
Kinal menjelaskan bahwa mbak imel tiba-tiba saja meninggalkan mobilnya. Dan kinal masih mengikutinya karena khawatir.
Kinal memintaku menjemput mbak imel terlebih cuaca menjadi hujan. Dan aku pun meminta kinal untuk terus memastikan keberadaannya.
"aku mau menjemput mbak imel. kamu mau menemaniku?" tanyaku pada shani dan shani pun bersedia kembali menjadi pemandu jalanku.
***
Setelah satu minggu berada di jakarta, teman-temanku semasa sekolah menengah mengajak berkumpul di salah satu club. Aku pun ikut berkumpul bersama mereka disebuah club (tempat hiburan malam). Tidak ada salahnya bertemu dengan teman lama, selama aku masih bisa menahan diri untuk tidak minum minuman beralkohol.
Aku bersama kelima temanku memilih duduk disofa paling pojok. Memesan minuman beralkohol seperti wine, wiskey ataupun lainnya. Sedangkan aku hanya memesan minuman bersoda ringan.
Aku memang menghindari meminum minuman beralkohol. Aku tak ingin kehilangan kesadaranku dan mulutku berkomat-kamit mengucapkan hal yang tak perlu.
Boby : " lo ga minum?" ucapnya menyodorkanku segelas minuman keras. Aku menggeleng menolaknya
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Shinta Naomi
FanfictionKehidupan seakan memenjarakanku. Bagaimana tidak? Aku hidup dengan identitas orang lain. Selama 15 tahun aku hidup menggunakan nama saudara kembarku. Hito Naoki. Aku rindu dengan namaku. Aku rindu orang-orang memanggil namaku. Shinta Naomi. Hingga s...