15

1.7K 174 9
                                    

NAOMI POV

Kini aku sudah berada di dalam sebuah mobil. Beberapa jam yang lalu aku dibuat tegang dengan jawaban Veranda yang terbilang sangat lamban. Aku sangat takut dia berkata tidak.

Tapi kenapa aku mesti takut? Bukankah seharusnya aku bahagia?

Aku bisa bernafas lega saat ve berkata bersedia. Dan beberapa menit kemudian aku mengecup bibir merahnya, namun kala pipiku mengenainya aku merasakan air mata dipipinya bahkan jatuh di celah matanya.

Dalam perjalanan ini  Aku tak sendirian, pastinya veranda menemaniku duduk disamping kananku. Wajahnya tampak pucat. Bahkan aku dapat melihat ada air mata yang coba ditahannya.

Ayolah ve bukankah kamu yang menginginnkan pernikahan ini? Jadi mengapa sekarang kau terlihat menyesalinya? Atau ciumanku yang membuatnya bersedih?

"maaf." ucapku mengawali perjalan hening ini.

Ve melihat ke arahku matanya seakan berkata untuk apa?

"ya maaf telah menciummu. Kemarin mbak imel bercerita padaku bahwa kamu itu tak pernah tersentuh siapapun jadi aku harus menjagamu. Yaaa walaupun aku tak yakin dengan ucapannya. Kalau kamu tak pernah tersentuh bagaimana bisa kamuuu..." ve menatapku marah. Bahkan memberikan sedikit tamparan kecil yang membuatku kaget.

"kamu tak percaya aku tak pernah tersentuh? Aku tak pernah bersentuhan dengan lelaki manapun dan aku tak  ha...." veranda terhenti aku mengerutkan kening ingin mengetahui kelanjutan ucapannya.

"sudah lupakan." ucapnya kesal.

"aish kenapa lo yang marah? Bukankah aku yang lebih memiliki hak untuk marah? Lo memaksaku menikah dan sekarang lo sudah melakukan kekerasan." ucapku kesal.

Baru saja beberapa jam resmi menikah kenpa sudah diselimuti pertengkaran seperti ini. Oh god rasanya aku menyesal menikahinya dan menyesal saat diriku memiliki ketakutakan akan penolakannya.

Ve memilih tidur dan menyenderkan kepalanya kesisi kirinya pada jendela pintu. Aku mencoba acuh dan menyibukkan diri dengan gedgetku. Dan beberapa kali mencoba mengirim line pada Shani. Rasanya hari ini aku merasa sangat bersalah padanya. Dan sekarang aku harus membohonginya lagi. Entahlah apa yang akan terjadi jika Shani tahu kebenaran semua ini.

"tuan Naoki, nak ve memang terkadang sedikit kekanakkan. Tapi sesungguhnya dia bukan tipe yang egois. Saya mengenalnya dengan baik tuan, nak ve tak pernah terlihat bersama lelaki manapun sebelumnya. Anda adalah lelaki pertama yang di bawa ke apartementnya apalagi menemui orang tuanya. Dan sekarang anda dipilih sebagai pendamping hidupnya." terang lelaki yang sedang mengemudikan mobil kami yang entah arah tujuannya.

"Walaupun saya tahu pernikahan tuan dan nak ve hanya sandiwara, tapi nak ve memilih tuan karena dia memiliki alasan kuat." Terangnya. "Tuan tak perlu khawatir hanya saya yang mengetahui semua sandiwara ini. Saya hanya berharap kalian bisa menjadi pasangan yang sesungguhnya." Harapnya.

Dari ucapannya aku dapat menilai paman maul hanya mengetahui sandiwara ini. Tanpa mengetahui siapa jati diriku. Rasanya akan kacau jadinya jikalau makin banyak mengetahui tentang diriku.

"Paman sepertinya telah mengenalnya dengan baik. Sudah berapa lama paman bekerja di keluarga Tanu?" tanyaku agar suasana tak canggung.

" Saya bekerja sudah 22 tahun, sebelum nak Ve di adopsi Tuan Besar." terangnya.

"adopsi?" aku kaget dengan kata tersebut.

"sepertinya nak ve belum bercerita banyak tentangnya. Dan alangkah baiknya jika anda mengetahuinya langsung darinya." terangnya lagi.

Aku menatap ve yang tertidur bersender di jendela pintu. Siapa dia sebenarnya? Apa kehidupan benar-benar semu? Yang tampak belum tentu nyata dan yang tak terlihat belum tentu tidak ada.
Aku tak tega melihat tidurnya seperti itu. Perlahan aku mencoba mendekatinya. Menggeser kepalanya agar bersender di pundak kiriku. Namun ketika aku mencoba memindahkan posisi kepalanya, kelopak matanya terlihat bergerak. Apa dia bangun?

Aku Shinta NaomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang