24

1.8K 194 21
                                    

Shani pov

Aku melihat Naoki yang tampak cemas. Matanya berkaca. Bahkan di ujung matanya kulihat bulir air mata. Sakit rasanya melihatnya seperti itu. Sakit melihat air matanya bukan untukku tapi untuk perempuan lain.

  Perempuan lain? Rasanya aku yang lebih pantas disebut perempuan lain. Aku tak lebih dari pengganggu. Tak lebih dari sebuah hama yang merusak tanaman rumah tangga mereka.

Sebagai perempuan aku mengerti kesakitan ve.
Sakit. Sangat menyakitkan.

  Aku menepuk pundak naoki. "aku butuh penjelasan." ucapku walaupun ku mengerti situasi ini sangat tak tepat.

Naoki mengangguk menyetujui. Dia berpamitan pada dua orang perempuan yang salah satunya sempat ku temui saat dibandara. 
Kami duduk di cafe rumah sakit. Aku menatapnya tajam. Naoki hanya menunduk. 

"aku dan ve telah menikah." ucapnya sebelum aku mencercanya dengan runtuyan  pertanyaan.

"aku tak bermaksud membohongimu. Tapi pernikahan ini diluar dugaanku. Aku dituduh menghamilinya." ucapnya terhenti.

Aku mendengarnya merasa sesak. Bahkan lebih sesak dibandingkan mengetahui pernikahan mereka. Naoki menghamili veranda. Itulah kenyataannya.

"Tapi bagaimana bisa aku menghamilinya?" ucapnya terlihat bingung. "jika aku pun seorang perempuan." jelasnya.

Apa maksud pernyataannya barusan?
Apa dia main-main?
Apa dia menganggap sebuah kehamilan adalah hal yang lumrah?
Apa dia menghindari untuk bertanggung jawab?

"aku ini Shinta Naomi yang dianggap mati. Bertahun-tahun hidup sebagai orang lain." Lanjutnya mencoba menjawab kebingunganku.

"heh, apa ini skenario terbaikmu untuk menghindar dari kenyataan?" ucapku tak percaya.

"aku tahu ini sulit dimengerti. Tapi inilah kenyataannya. Aku seorang perempuan." ucapnya menggenggam jemariku.

Aku segera menepisnya.

"aku akan membuktikannya."

Naoki menggiringku dengan paksa ke toilet. Menguncinya. Dia menarik tanganku dan meletakkan telapak tanganku di bagian  alat vitalnya. Membuatku membulat tak percaya.

"apa dia akan melakukan hal tak senonoh padaku? Apa dia bermaksud memperkosaku?" aku mencoba menarik lenganku.

"apa kamu mencoba melakukan hal gila di saat istrimu tengah tak sadarkan diri?" teriakku.

Tanganku berhasil menjauh.
Kulihat Naoki mencoba membuka celananya.

Dia gila.

Dia melorotkan celananya bahkan bagian terdalamnya. Membuatku segera menutup wajahku tak ingin melihat pemandangan menjijikan.

"lihatlah! Kamu akan percaya aku tak berbohong." paksanya.

Aku tahu dia takkan berhenti hingga aku menuruti permintaanya.

Dengan ragu aku mencoba mengintipnya dari celah jemariku.

Tidak ada? Tidak ada benda bergelayutan khas pria. Membuatku membuka jemariku  melihatnya untuk memperjelas. Jelas alat kelaminnya sama denganku.

Nafasku memburu tak menentu. Merasa sesak dibohongi. Merasa dipermainkan. Dan merasa sangat bodoh dengan perasaan sayang ini.

"kamu mempermainkanku!" ucapku tak kuasa menahan tangis.

Naoki. Tidak maksudku dia Naomi. Sekarang aku yakin dia Naomi.

Dia menggiringku ke dalam pelukkannya. Pakaian bawahnya telah rapi terpakai. Aku menangis di dadanya.

Aku Shinta NaomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang