Ve pov
Aku tau kalian akan berpikir betapa teganya aku meninggalkan Naomi disaat dia sangat membutuhkan dukunganku. Hujatan, caci maki memang pantas ku dapatkan atas kelancangan diri ini yang meninggalkannya. Apalagi aku tega meninggalkannya disaat aku menerbangkannya tentang cinta diantara kami.
Aku tahu cinta diantara kami sangat kuat. Aku pun tak bisa berpisah dengannya. Tapi ada yang membuatku sangat tak kuat. Aku lemah. Bukan lemah menanggung cinta terlarang kami. Tapi aku lemah, karena diri ini yang digerogoti penyakit yang mungkin akan menghilangkan memori bahkan melupakan segalanya. Termasuk kamu Naomi.
Flashback
Ayahku melarangku bertemu dengan Naomi. Itu sungguh sangat menyiksaku. Karena saat ini aku sangat ingin berada disisinya. Terlebih lagi dengan masalah yang kini dihadapinya. Aku ingin menjadi sandarannya. Menjadi orang yang pertama yang dicarinya dan yang pertama mendengarkan ceritanya. Namun apa daya orang tuaku melarangku, dan aku tak memiliki kekuatan untuk menentangnya.
Aku hanya bisa melihat naoni dibalik jendela kamarku. Setiap kali dia datang kerumah. Meratapi keadaannya dan menangisinya. Meneriakkan namanya walau suaraku tak pernah terdengarnya.
"cukup veranda. Lupakan dia. Dia telah membodohi kita semua." ucap ayah yang tiba tiba masuk dalam kamarku membuatku berhenti melihatnya.
"ayah dia mungkin membohongi banyak orang. Tapi dia tak pernah membohingiku. Ayah, aku mencintainya bukan sebagai naoki. Sedari awal cintaku dan perasaanku telah dibawanya pergi. Aku mencintai seorang shinta naomi ayah." jawabku lantang tak ada keraguan.
"ayah, asal ayah tau. Aku yang memintanya menikahiku. Bukan dia. Bahkan hingga detik ini dia tak pernah menyentuhku, bukan karena dia tak menyukaiku atau mencintaiku. Karena dia sangat menghargai aku. Menghormati ayah."
"hari ini kami bermaksud menceritakan kebenarannya. Kami ingin kehidupan kami tak dipenuhi kepura-puraan lagi. Kami ingin mendapatkan restu kalian semuaa sebagai pasangan, aku dan naomi. " lanjutku.
"pasangan? " ayah meremehkan. "tidak ada di dunia ini ada hukum yang menghalalkan pernikahan kalian."
"kami memiliki surat pernikahan ayah. Bahkan altar telah menjadi saksi kami. Saksi cinta kami, saksi janji kami." jawabku.
"kalian telah merusak suci altar suci pernikahan dengan kebohongan. Kalian merusak makna semua itu." tembal ayah.
"kami sama sekali tidak merusaknya ayah. Cinta ini adalah suci. Ikrar yang kami ucapkan adalah kepercayaan kami, cinta kami dan bukti kesucian itu ada pada kami." aku masih dengan pendapatku.
"veranda, ayah tak pernah membesarkanmu dengan ajaran seperti itu. Ayah mengajarimu tentang yang benar dan salah. Dan apa yang terjadi diantara kalian adalah kesalahan. "
"kesalahan? Tapi menurutku ini kebenaran. Cinta ini benar adanya ayah. Tidak ada satupun yang bisa menentang cinta ayah. Tidak ada yg salah dengan cinta."
"bukankah ayah mengangkatku jadi anak karena meyakini tentang kebenaran cinta yang ayah rasakan?" balasku. "jika perasaan kami kesalahan. Berarti perasaan diantara kita juga kesalahan ayah. Karena tak pernah ada darah ayah yang mengalir dalam tubuh ini. Karena kenyataannya aku hanyalah anak adopsi. "
"situasinya berbeda veranda. Kamu anak ayah. Walaupun bukan darah daging ayah, kamu adalah belahan jiwa ayah. Ayah menyanyangi dan mencintaimu seperti anak ayah sendiri. "
"itu sama seperti kami ayah. Walaupun kami bukan pasangan lawan jenis, tapi kami ada dua hati yang tak bisa dipisahkan. Aku mencintainya apapun keadaannya. Seperti ayah yang mencintaiku tanpa mempedulikan asal usulku. "
"ta... Tapi verandaa......."
Ahhh kepalaku. Aku memejamkan mataku merasakan sakit yang teramat dibagian kepalaku. Aku tak bisa mendengarkan apa yang ayah katakan rasanyaa kepalaku.... Matakuu..
***
Aku membuka mataku. Suasana putih menyelimuti. Aroma khas pun terasa menyengat. Aku bukan berada di kamarku.
"ve, sayang.. Veranda sayang. Akhirnya kamu bangun nak." ibu menangis memegangi tanganku. Tangannya mengusap keningku.
Ayahku tersenyum. Aku tahu ayah hanya berpur-pura kuat.
"ayah panggilkan dokter dulu ya. " ucap ayah mengacak acak rambutku.
Aku masih diam mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Aku merasa telah tidur panjang. Dan sekarang untuk bernafaspun tabung besar ini membantu menyalurkan udara oksigen pada paru paruku.
Aku sadar ini bukan rawat biasa. Mungkin ini ICU aku bisa lihat dengan lapisan kain mirip celemek dari pakaian ibuku serta masker dan penutup rambut. Karena ini adalah area steril.
Dokter datang memeriksa keadaanku. Satu yang pasti orangtuaku kini mengetahui tentang penyakitku. Yaa penyakit yang aku sembunyikan. Aku terkena tumor otak.
Kalian pasti ingat aku selalu mengalami keluhan sakit kepala dan pingsan, awal aeal aku bertemu dengan naomi. Kalian tentu juga ingat saat kejadian di jepang. Semua adalah gejala gela yang ku alami. Dan membawaku dalam penyakit ini.
Aku melakukan pengobatan diam-diam. Bahkan aku menyembunyikannya dari Naomi. Aku beralasan banyak untuk menyembunyikannya. Bahkan aku telah melakukan konsultasi dengan dokter di Singapura.
Setelah beberapa hati di rumah sakit dirawat di ICU. Akhirnya aku bisa pindah ke ruangan rawat inap biasa. Imdra perasaku mulai tak berfungsi, aku tak bisa membedakan rasa manis asin asam dan pahit lagi. Hambar itu yang terasa.
"kita oprasi ya. " ucap ayah membuka pembicaraan saat aku disuapi ibu.
Aku menggeleng.
"verandaa.. Ibu mohon. " ibu menatapku sayu.
Aku bukan tak ingin Sembuh tapi aku tak siap dengan kenyataan jika aku melakukan oprasi. Operasi memang keberhasilnanya hanya 50:50 tapi walaupun berhasil akan ada akibatnya. Aku akan kehilangan kemampuan sensorik dan motorikku. Bahkan aku akan melupakan banyak hal, kemampuan menghitung, bicara, bahkan aku akan melupakan kenangan bersamanya.
Aku bisa saja terima kehilangan lainnya tapi aku tak bisa jika harus melupakaknanya. Aku tak bisa.
Tapi aku tak mungkin membuat ayah dan ibuku bersedih.
"baiklah. Tapi aku ingin bertemu dengan Naomi. Setelah itu aku akan menceraikannya." ucapku.
Aku tak ingin melihatku.
Flashback end.
Setelah beberapa hari menyenangkan bersama Naomi. Akhirnya aku harus meninggalkannya. Tapi kini tak ada lagi beban dalam diri ini tentangnya. Aku telah menyelesaikannya.
Aku kini berada dibandara bersama kedua orang tuaku. Aku akan melakukan oprasi di luar negeri. Dan tentunya aku membawa buku semua tebtangnya. Karena aku tak ingin melupakannya. Aku tak ingin melupakannya.
Saat aku melakukan boarding pass aku mendengar teriakkan naomi. Melalui suara informasi aku mendengar koar koarnya. Ayah ibu ku terhenti menatapku seakan mereka menanyakan apa aku yakin dengan keputusanku?
Aku mengangguk kembali melanjutkan langkahku menunuju pesawat. Duduk dengan nyaman di kursiku.
Semoga aku tak melupakanmu.
End?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Shinta Naomi
FanfictionKehidupan seakan memenjarakanku. Bagaimana tidak? Aku hidup dengan identitas orang lain. Selama 15 tahun aku hidup menggunakan nama saudara kembarku. Hito Naoki. Aku rindu dengan namaku. Aku rindu orang-orang memanggil namaku. Shinta Naomi. Hingga s...