Dua puluh menit berlalu begitu saja di taman yang cukup ramai itu, dan selama itu tidak ada percakapan yang terjadi di antara mereka. Hana yang melihat Rei sejak awal tiba di taman hanya diam saja, membuat Hana juga jadi ikut-ikutan diam dan memilih untuk duduk di sebuah ayunan. Mereka seolah terhanyut dalam dunia mereka sendiri.
Sesaat kemudian, Hana menoleh ke arah Rei sekilas, dan satu hal yang dapat ditangkap Hana dari raut wajah Rei, yaitu kesedihan. Hana tertunduk menatap sepatu ketsnya lalu mendongak menatap langit malam. Jujur, Hana sangat penasaran dengan apa yang dirasakan oleh orang yang sedang berada di sampingnya itu.
Hana menggigit bibirnya sejenak. Melihat raut wajah Rei yang sekarang membuat Hana ingin menghiburnya. Tapi, apakah ia bisa? Tentu saja tidak! Itu mustahil. Lagipula ia tidak kenal dekat dengan orang di sampingnya itu. Tapi, sungguh, Hana ingin sekali mengetahui apa yang tengah dipikirkan oleh cowok itu.
"Kamu kenapa?" tanya Hana pada akhirnya tanpa mengalihkan pandangannya pada langit malam.
"Apa?"
Dengan gerakan amat pelan Hana menoleh dan menatap Rei yang ternyata sedang menatapnya juga. Dengan cepat Hana mengalihkan pandangannya katika tatapannya hampir terkunci pada tatapan Rei. "Apa kamu ingin berbagi sesuatu denganku?" tawar Hana ragu.
"Maksudnya?"
Hana menoleh lagi karena sepertinya Rei tidak mengerti dengan kodenya barusan. Hana menghembuskan napas pelan. "Sepertinya kamu sedang ada masalah. Jadi, maksudku kamu bisa cerita padaku dan aku akan mendengarkanmu dengan baik," lanjut Hana. Tapi melihat Rei yang tidak meresponnya Hana kembali melanjutkan. "Itu kalau kamu mau." Hana menggigit bibirnya sembari menunggu.
Beberapa detik berlalu, dan mereka hanya bertatapan satu sama lain. Tapi, setelah melihat tatapan sinis Rei yang seakan mengatakan jangan-ikut-campur jadinya Hana hanya bisa bungkam dengan kepala tertunduk.
"Tidak apa-apa kalau kamu tidak ingin bercerita," kata Hana pasrah.
"Lo sendiri, apa ada yang ingin lo ceritakan juga? Gue juga pendengar yang baik," tawarnya kemudian.
Hana tertegun. Apa-apaan dia itu! Setelah tadi tawaran curhatnya ditolak mentah-mentah, tiba-tiba saja sekarang dia menawarkan diri sebagai tempat curhat? Yang benar saja. Apa jangan-jangan cowok yang satu ini punya masalah dengan otaknya ya?
"Bagaimana?" cowok itu mengangkat sebelah alisnya menunggu.
Hana berpikir sejenak. Memang benar, ia butuh sekali seseorang untuk mendengarkan semua keluh kesahnya. Tapi, Rei adalah orang yang baru ia kenal tadi siang, dan Hana tidak akan semudah itu untuk percaya dengan orang lain.
"Nggak, makasih," tolak Hana halus. Ia akan bercerita, tapi tidak sekarang.
Rei terlihat mengerti karena setelah itu ia sibuk mendengarkan musik yang mengalun lewat earphone-nya. Hana mengalihkan pandangannya pada sekelompok anak perempuan yang sedang asik-asiknya tertawa satu sama lain. Tertawa tanpa beban. Hana yang melihat itu merasa iri, dan itu merupakan hal yang wajar dirasakan oleh orang seperti Hana.
"Ayo pulang."
Suara Rei yang terdengar lembut itu cukup untuk menarik Hana kedunia nyatanya. Hana memandang tangan Rei yang terulur itu sekilas, lalu tersenyum. "Iya." kemudian Hana menerima uluran itu, dan mereka pulang.
........
Pagi ini, dan untuk yang pertama kalinya Hana terlambat bangun. Bagaimana tidak, semalaman suntuk yang ada di otaknya hanya Rei, Rei dan Rei. Dan, alhasil... Ia bangun 20 menit sebelum bel masuk berbunyi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [FIN]
Teen Fiction-s e l e s a i- Klise. Ini kisah tentang seorang siswi bernama Hana. Cewek yang selalu ditindas oleh orang yang dulunya menjadi temannya sendiri. Namun cewek yang satu ini selalu menguatkan diri dalam mengadapi semuanya, sampai pada akhirnya ia ber...