8. Perubahan Aneh Rei

643 35 0
                                        

Setelah mobil Rei mulai tak terlihat, baru akhirnya Hana masuk ke dalam perkarangan rumahnya dengan senyuman lebar yang seakan tidak mau lepas dari wajah manisnya.

Tadi, saat bel masuk berbunyi, ia dan Rei sama-sama memutuskan untuk bolos saja dan memilih untuk nongkrong di kafe yang ada di dekat sekolah. Kata Rei, sih, untuk menghilangkan stres. Tapi tidak tau lah, yang penting ia merasa senang saat bersama cowok itu.

Baru saja Hana melangkahkan kakinya ke dalam rumah saat sebuah teriakan cempreng menghentikan langkahnya.

Hana mendongak dan mendapati sepupunya, Monic, yang sedang berlari ke arahnya. Hana tersenyum lalu merentangkan tangannya menyambut sepupunya yang superduper cerewet itu.

"Nana, gue kangen!!" seru Monic seraya memeluk Hana erat. Tak lupa dengan panggilan kecil Hana yang memang sengaja dibuat oleh Monic untuknya.

"Aku juga, Moon!!" balas Hana tak mau kalah dengan balik menyebut nama kecil Monic.

Selama beberapa saat, mereka hanya tenggelam dalam kenyamanan masing-masing. Mereka saling melepas rindu satu sama lain sampai akhirnya Monic melepaskan pelukannya.

"Moon! Kamu kok semakin jarang sih main ke sini?" tanya Hana dengan nada kesal yang dibuat-buat.

Monic memperlihatkan cengirannya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Sayangnya, ekspresi Monic tidak bertahan lama karena wajahnya tiba-tiba saja menegang.

"Kenapa?" tanya Hana bingung.

"Wa-wajah lo..." Monic tidak melanjutkan ucapannya.

Hana tersenyum murung. "Ini tidak apa-apa kok, Moon." kata Hana berusaha menghilangkan kekhawatiran di wajah sepupunya itu.

Wajah Monic langsung saja berubah menjadi marah. "Apanya yang tidak apa-apa, Na! Wajah lo memar-memar gini dan lo bilang itu tidak apa-apa?!" tanya Monic tidak habis pikir.

Hana menundukkan sedikit wajahnya, tidak berani menantang tatapan Monic yang terkesan mengintrogasi.

"Siapa orang yang udah buat wajah lo kayak gini?! Lo pasti di-bully, kan? Kenapa lo diam aja?! Kenapa nggak lo aduin ke guru atau ke orang tua lo?!" rentetan pertanyaan Monic membuat Hana sedikit pusing.

"Moon..."

"Terus apa gunanya coba orang tua lo jadi donatur di sekolah kalau anaknya malah diperlakukan kayak gini?!"

"Moon..."

"Gue nggak mau tau! Pokonya lo harus ceritain semuanya ke gue, sekarang!" titah Monic yang sudah jelas tidak dapat dibantah lagi.

Hana menelan ludahnya dengan susah payah lalu mengembuskan napas pasrah karena ia tahu, cepat atau lambat sepupunya pasti akan mengetahuinya.

"Yaudah, kalau gitu ke kamar aku aja, yuk. Aku bakal ceritain semuanya ke kamu." kemudian, Hana merangkul lengan Monic, mengajak sepupunya itu untuk menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Sayang sekali, sepertinya Hana sudah gagal menjaga rahasianya agar tetap terkubur dari semua orang. Dan, entah kenapa rasanya semua ini perlahan-lahan mulai berubah.

"What?!"

Hana menopang wajahnya dengan tangan. Sudah ia duga, ekspresi Monic pasti akan seperti sekarang. Terkejut plus marah.

"Gue nggak terima ya, Na, kalo lo diperlakuin kayak gitu! Gue bakalan ngasih dia pelajaran kalo gue sampe ketemu sama dia!" kata Monic berapi-api.

Hana meringis. "Terserah, deh. Eh, tapi, kamu kok tumben ke sini, ada apaan?"

Hope [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang