17. Anak Baru Itu(?)

454 26 0
                                    

Seperti biasa, jam 7.15 Rei sudah berada di sekolah. Baru saja ia selesai memarkirkan motor kesayangannya, ia melihat para sahabatnya mengendarai kendaraan mereka memasuki gerbang.

"Oy bro!" sapa Vandi seraya mengangkat tangan untuk melakukan tos ala cowok.

"Hmm,"

Setelah saling menyapa satu sama lain, mereka berlima mulai berjalan di koridor menuju kelas. Banyak sekali tatapan-tatapan memuja yang di tunjukkan oleh para siswi yang lagi nongkrong di koridor untuk mereka berlima, tapi tidak pernah di hiraukan.

"Ada PR nggak Nic?" tanya Rio tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel.

"Kayaknya nggak ada sih. Makanya kalau sekolah itu belajar yang bener bukannya malah main game." sindir Nico yang tidak di hiraukan oleh Rio.

"Eh, guys, gue denger-denger katanya bakal ada anak baru ya hari ini?" tanya Vandi.

"Kayaknya sih gitu, bahkan kemaren hampir semua orang bahas tuh anak baru." jawab Fero sekenanya.

"Cewek cowok sih?" tanya Nico penasaran.

"Siapa? Lo?" Vandi balik bertanya sebelum sebuah senyuman jahil terpampang di wajahnya.

Nico berdecak, "Bukan, tuh anak baru."

Vandi ber-oh ria. "Kirain. Ya mana gue tau. Mudah-mudahan cewek lah, kali aja nanti dia nggak sengaja liat gue terus langsung suka." ucap Vandi PD.

Nico mendengus. "Satu kata buat lo. MUSTAHIL."

"Tapi, bagusan cowok deh." celetuk Rei yang sejak tadi hanya mendengarkan.

Vandi menggeleng keras. "Nggak! Gue maunya cewek. Kalo cowok mah bisa-bisa pamor gue turun ntar." cerocos Vandi menunjukkan tampang kesalnya.

"Gue sih setuju-setuju aja." sahut Rio menyetujui sambil memasukkan ponselnya ke saku celana abu-abunya. "Sesekali, cuci mata." guraunya.

"Ah, lo semua sama aja. Dasar otak mesum!" hardik Nico kesal. Rio dan Vandi malah tertawa lalu ber-tos ria karena berhasil mengalahkan Nico.

"Kantin yuk," ajak Rei.

"Pas sekali. Gue belum makan sejak tadi malam." Vandi terkekeh.

"Emangnya emak lo mana? Nggak di masakin?" ejek Fero.

"Emak gue nggak ada di rumah. Maklum orang sibuk, kerjaannya traveling mulu sampe-sampe anaknya di telantarin." sungut Vandi mengundang gelak tawa keempat temannya.

"Kasian amat lo. Punya emak tapi berasa nggak punya emak." ucap Nico masih dengan tawanya.

Vandi menekuk wajahnya. "Udah ah! Lo berdua mending diam deh. Nggak ada kasian-kasiannya liat gue."

"Ulululu, kasian amat sih anaknya emak Murti." kata Fero seraya mengelus punggung Vandi.

"Itu bukan emak gue goblok, tapi pembantu gue."

"Oh, pembantu lo. Kirain." sahut Nico.

"Terserah lo dah." Vando angkat tangan mendengar ejekan temannya-temannya itu yang selalu berhasil memojokkannya.

Setelah mereka memasuki kantin yang terbilang sepi dan memesan makanan, tidak ada lagi obrolan yang mengalir di antara mereka berlima. Kebiasaan yang selalu di terapkan oleh mereka. Baik di sekolah maupun di rumah.

Setelah manghabiskan makanan mereka masing-masing, mereka tidak langsung pergi melainkan nongkrong dulu di tempat itu dan mulai menyibukkan diri dengan aktivitas yang berbeda-beda.

Di mulai dari Rei sibuk dengan buku Kimia di tangannya karena hari ini kelasnya akan mengadakan ulangan Kimia di jam pertama. Lalu, Nico yang sibuk melakukan chat dengan salah seorang temannya yang ada di luar negeri. Sedangkan Vandi, cowok itu sekarang sedang bertopang dagu. Entah apa yang ada di pikirannya sekarang. Rio? Seperti biasa, game. Fero? Dia malah asik menjahili Vandi yang sedang menghayal.

Hope [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang