Seperti biasa. Kantin sangat ramai sekarang ini. Meja-meja kantin penuh terisi. Namun, meski begitu, hal tersebut tidak mampu mempengaruhi mood Hana yang memang sudah memburuk sejak kemarin.
Di sebelah Hana, Rei sudah menyikutnya berkali-kali, menyuruhnya makan. Sejak tadi, Hana hanya meminum jus jeruknya, tapi tidak untuk makanannya. Ditambah lagi, meja yang ditempati Hana saat ini berisik sekali oleh suara Lisa yang sedang beradu argumen dengan Vandi.
"Apaan, sih. Eh, Vandi, dibanding cowok-cowok Korea, lo itu cuma upilnya doang. Ngerti, nggak?" sampai detik ini, Lisa masih tidak terima saat Vandi bilang dia lebih keren dibanding cowok Korea idola Lisa yang menurutnya cewek banget.
"Lisa, mata lo katarak, ya? Coba deh, lo liat boyband idola lo itu, yang kata lo keren. Mereka itu nggak ada keren-kerennya. Narinya aja letoy kek cewek." sahut Vandi tidak mau kalah.
Lisa melotot. "Eh, buseeet. Mulut lo, Van, minta dicabein." tangan Lisa mengepal di depan wajah, geregetan akan Vandi yang masih keras kepala.
"Ya, cabein dong, Lis. Gue mah cowok tulen, nggak kayak cowok idola lo."
"Vandi! Mending lo diem, deh. Darah tinggi gue kalo ngomong sama lo, ya." Lisa menusuk bakso miliknya dengan sendok garpu, kemudian memakannya sembari melotot pada Vandi.
Vandi tidak ambil pusing. Dia malah cengengesan, membuat Lisa semakin murka.
"Elah, lo berdua. Setiap ketemu, pasti berantem. Kapan damainya coba?" celetuk Fero tidak habis pikir.
Lisa berdecih. "Ogah gue damai sama orang kayak dia," gumamnya sembari mengalihkan pandangan.
Akhirnya, perdebatan tidak berguna-tentang-cowok-cowok-Korea-idola-Lisa-itu berakhir.
Monic yang sejak awal memperhatikan Hana yang seperti tidak punya semangat hidup, akhirnya tidak tahan lagi untuk tidak bertanya. "Na, lo kenapa, sih? Dari kemarin gue perhatiin, lo kayak nggak ada semangat hidup gitu. Ada masalah?"
Hana tidak menjawab, memilih mengembuskan napas berat.
Lagi, Rei menyikut lengan Hana. "Kenapa, sih? Cerita dong, Na."
Hana menatap temannya satu persatu, lalu kembali menghela napas sebelum berkata pelan, "Buktinya sudah hilang."
Langsung saja, mereka yang ada di meja itu mengerutkan dahi, tidak mengerti maksud ucapan Hana. Bukti apa?
Yang tahu tentang Hana dan Ivy yang sedang mencari bukti cuma Hans. Hana pernah sekali menceritakan rencananya tersebut pada Hans. Rei sendiri pun belum tahu tentang hal tersebut.
Mengabaikan pertanyaan teman-temannya yang bertanya maksud ucapannya barusan, Hana mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, mencari-cari keberadaan Ivy. Sialnya, bukan Ivy yang terlihat, tapi malah Farah yang saat ini sedang menatapnya sambil tersenyum meremehkan. Ibu jari Farah teracung di depan wajah, yang kemudian perlahan diputar menghadap ke bawah, seolah mengejek Hana.
Tidak ada Ivy di meja itu. Tentu saja. Sejak kejadian kemarin, secara tidak langsung Ivy sudah tidak lagi menjadi bagian dari Farah, beralih mejadi musuh bersama.
Lalu, di mana Ivy sekarang?
Hanya ada satu tempat yang mungkin saja dikunjungi Ivy saat ini. Perpustakaan.
.........
"Apa nggak ada lagi yang bisa kita lakuin sekarang, Vy?" tanya Hana dengan wajah muram.
Dengan menyesal, Ivy menggeleng. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Tanpa bukti, Farah belum bisa dihentikan. Kecuali suatu hari Farah sadar kalau apa yang dilakukannya itu salah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [FIN]
Teen Fiction-s e l e s a i- Klise. Ini kisah tentang seorang siswi bernama Hana. Cewek yang selalu ditindas oleh orang yang dulunya menjadi temannya sendiri. Namun cewek yang satu ini selalu menguatkan diri dalam mengadapi semuanya, sampai pada akhirnya ia ber...