Happy reading♥😘
Play : Fly With the Wind — Baechigi ft. Punch
_____Pertandingan basket antara sekolah Hana—SMA Pelita—dengan sekolah tetangga—SMA Nusa Bangsa—berlangsung seru. Kedua tim bermain sportif. Sorak sorai dari masing-masing kubu pendukung heboh meneriakkan nama sekolah mereka.
Terlebih lagi ketika waktu permainan habis, dan kemenangan diraih oleh tim basket sekolah Hana, dengan perbandingan skor yang tidak terlalu jauh.
Hana yang saat itu duduk di tribun penonton bersama teman-temannya refleks menutup telinga. Teriakan demi teriakan saling bertabrakkan memenuhi langit-langit lapangan basket indoor. Para penonton pun dengan antusias mulai berdiri satu persatu, lalu berlarian menuju lapangan.
Seperti semut yang mengerumuni gula, Rei dan anggota tim yang lain segera terjebak oleh para siswa dari SMA Pelita mau pun SMA Nusa Bangsa yang ingin berfoto, juga mengucapkan selamat pada mereka.
Cukup lama Hana dan teman-temannya bertahan di tempat duduknya, menunggu hingga kerumunan itu benar-benar bubar. Alasannya, mereka tidak mau berdesak-desakkan.
"Selamat, ya, Rei, tim kamu menang." Hana mengulurkan tangannya, yang langsung dijabat oleh Rei dengan erat.
"Thanks, Na." Rei tersenyum lebar. "Btw, tadi gue keren, kan? Lo nggak mau minta foto, gitu? Mumpung gue lagi free ini."
Hana berpura-pura berpikir sebentar. "Gimana, ya...? Nanti aja kali, Rei, aku mau ke Nico dulu, ya." Hana melambai singkat pada Rei, lalu melangkah mendekati Nico dan Vandi yang baru saja berfoto dengan tiga orang siswi dari sekolah tetangga.
"Hai, Na!" sapa Vandi semangat.
Hana tersenyum, segera mengucapkan selamat pada Nico dan Vandi. Hana berbincang sebentar dengan mereka berdua, sebelum akhirnya Lisa datang bersama yang lainnya.
Menunggu teman-temannya selesai, Hana dengan iseng mengarahkan pandangannya pada Rei yang sedang mengobrol dengan Hans.
Hans? Ya, Hans mulai akrab dengan Rei, juga teman Rei yang lainnya. Tak jarang juga Hans bercerita kalau dia sering diajak nongkrong di luar oleh Rei. Entah bagaimana bisa mereka akrab, Hana tidak tahu. Tahu-tahu saja, ketika mereka berpapasan, mereka saling menyapa bagai teman dekat.
Di sudut lainnya, di pintu masuk lapangan indoor, Hana melihat Mutia bersama para sahabat. Mereka telah berkumpul lagi seperti sebelumnya.
Setelah dirawat selama seminggu lebih di rumah sakit, Mutia dengan keras kepalanya meminta pulang, dan sudah mulai bersekolah lagi tiga hari yang lalu. Semua siswa menyambut kehadiran Mutia dengan hangat.
Saat di kantin, tidak jarang juga Mutia dan yang lainnya mengajak Hana untuk bergabung. Mereka bilang kalau Hana masih menjadi bagian dari mereka, teman mereka. Mona dan Indah juga sudah meminta maaf atas perlakuan mereka yang dulu, dan mereka akhirnya tahu kalau Hana dan Ivy ternyata sepupuan. Satu sekolah tahu hal itu.
Meski pem-bully-an sudah mulai berkurang, tetap saja siswa yang melakukan pelanggaran tidak pernah menurun jumlahnya. Walau sering dipanggil ke ruang BK, mereka seolah tidak perduli dan melakukannya lagi, dan lagi.
Dan tentang Farah, Hans bilang kalau sepupunya itu sedang dirawat di rumah sakit jiwa—tempat dimana dulu Farah pernah dirawat—supaya kondisi kejiwaan Farah lebih diperhatikan dan dikontrol, berharap kejiwaan Farah kembali normal.
Hana pernah sesekali berkunjung ke tempat itu, namun tidak langsung menemui Farah, hanya melihat dari jauh, mengingat bagaimana tidak sukanya Farah terhadapnya.
Dari tempatnya berdiri, di tepi lapangan, Hana melihat Mutia melambai singkat padanya. Mereka melangkah mendekati Hana.
"Kalian dari mana saja?" tanya Hana begitu mereka sudah berada di depannya.
"Indah, nih, minta ke kantin, padahal pertandingannya belum selesai," sungut Mona sambil melirik Indah dengan kesal.
"Eh? Tapi lo juga ikutan makan, kan?" balas Indah tidak terima.
Mutia mendesah. "Abaikan mereka. Btw, kemarin kalian ngapain sih, sampai nggak bisa datang?" Mutia bertanya, menatap Hana dan Ivy bergantian.
Kemarin sore, Mutia tiba-tiba saja mengaja mereka berdua nongkrong, sementara mereka sedang berada di apartemen Hans. Karena sekolah pulang cepat, jadilah Hans mengajak mereka berdua untuk menonton anime yang baru di-download-nya. Alhasil, Hana dan Ivy pulang jam 5 sore setelah menikmati dua film sekaligus.
Ivy tersenyum, kelewat manis. "Kita kemarin pulang sekolah langsung ke apartemen Hans, nonton anime, dan sore baru pulang."
Belum sempat Mutia bersuara lagi, Vandi sudah berseru memanggil mereka. "Woi! Kalian para ladies, sini dong! Ikutan foto sama kita." cowok selebor satu itu menggerakkan tangannya, menyuruh mereka mendekat.
Tidak perlu disuruh dua kali, mereka berlima langsung berlari ke arah Vandi dan yang lainnya.
"Monic sama yang lainnya mana, Na?" tanya Nico sambil melihat sekitar.
Hana ikut melihat sekitar, lalu mengangkat bahu. "Nggak tau. Ke kantin kali, atau toilet?" selesai Hana berkata, Rei langsung menarik Hana mendekat.
Tak jauh di depan sana, sudah ada seorang cowok memegang kamera, siap memotret. Hana sempat bertanya pada Rei siapa cowok itu, karena cowok itu memakai baju bebas. Dan Rei menjawab kalau cowok itu adalah sepupu Nico, yang memang sengaja diajak.
Setelah semuanya merapat, sepupu Nico segera memberi aba-aba.
"Satu..."
"Dua..."
"Tiga..."
Cekrek!
Kira-kira baru lima jepretan, suara lantang Lisa terdengar menggema, membuat sesi foto terhenti sebentar.
"Tunggu dulu! Kita ikutan!"
Tidak mau kalah, Lisa yang paling heboh langsung mengambil posisi paling depan, dan berpose, mengabaikan berbagai tatapan di belakangnya.
Vandi yang emosinya mudah tersulut meski hanya dengan melihat Lisa saja, langsung berdiri di depan cewek itu. "Eh, apa-apaan, lo! Datang-datang, langsung minta difotoin. Antri dong! Gue tau kalau lo mau foto sama gue, tapi nanti, ya, setelah mereka." tunjuknya ke arah teman-temannya yang lain.
Lisa mendengus. "Gue bukannya mau buat lo kecewa ya, Van, tapi gue nggak niat, tuh, buat foto bareng lo. Jangan ke-PD-an, deh."
Mereka yang melihat perdebatan yang mungkin akan berlangsung lama itu, menghela napas sejenak, lalu segera beranjak menuju sisi lain lapangan, memilih mengabaikan dua orang itu.
Dan berkat suara jepretan kamera yang beberapa kali terdengar, kedua orang itu langsung tersadar, dan berhenti berdebat seketika.
Mereka langsung saja melihat ke arah sumber suara, ke arah teman-temannya yang asyik berfoto, saling merangkul, tersenyum, dan berpose lainnya.
Seolah mengambil ancang-ancang, Lisa dan Vandi menarik napas dalam-dalam, lalu berteriak, "Woi! Kita juga mau fotooo!"[]
*
The END
***
A.N :Sori kalau BAB penutupnya menurut kalian kurang menarik. Semoga kalian suka.
Dan bagi teman-teman yang berminat membaca cerita baruku, langsung cek work-ku aja, ya.😊😁😉
Terima kasih sudah bersedia membaca dan mengikuti cerita ini sampai akhir.
28 Feb 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [FIN]
Teen Fiction-s e l e s a i- Klise. Ini kisah tentang seorang siswi bernama Hana. Cewek yang selalu ditindas oleh orang yang dulunya menjadi temannya sendiri. Namun cewek yang satu ini selalu menguatkan diri dalam mengadapi semuanya, sampai pada akhirnya ia ber...