10. Peperangan Dimulai

536 31 3
                                        

Ponsel Hana yang tergeletak di atas nakas terus saja berbunyi sejak tadi membuat gadis itu menutup telinganya dengan bantal. Beberapa detik kemudian, bunyi berisik itu akhirnya berhenti. Namun, tak lama setelah itu, ponselnya kembali mengeluarkan bunyi nyaring.

Dengan kesal Hana melempar bantal yang menutupi telinganya itu kesembarangan arah, lalu mengambil ponselnya dan menjawab panggilan tersebut tanpa melihat siapa yang menelepon terlebih dahulu.

"Siapa sih, ini?! Ganggu orang tidur tau nggak!" ketus Hana masih dengan mata tertutup.

"Oh? Yaudah deh, kalo gue ganggu," balas si penelepon santai.

Mendengar suara yang sudah tidak asing itu, Hana terduduk seketika dengan mata terbuka sempurna, seolah-olah kantuk yang ia rasakan bukan lagi masalah.

"Tunggu, tunggu!" seru Hana cepat sebelum si penelepon itu menutupnya.

"Hah? Lo udah bangun?"

Hana tertawa kecil. "Udah. Emm, kamu ngapain nelpon aku pagi-pagi gini?" tanya Hana bingung.

"Cepetan siap-siap, lima menit lagi gue nyampe." seketika itu juga sambungan telepon langsung terputus.

"Apa? Lima menit lagi?!" Hana mengacak-ngacak rambutnya kesal lalu melesat ke dalam kamar mandi.

Dasar egois! Menyuruh orang seenak jidatnya saja. Sejak dalam kamar mandi, bahkan sampai sekarang, yang Hana lakukan hanyalah mengerutu tidak jelas. Melemparkan kekesalannya ke sana-kemari.

"Sayang." suara Mamanya terdengar seiring dengan terbukanya pintu kamar. Hana menoleh. "Ada temen kamu tuh, di bawah," ucap Mama memberitahu. "Cowok," lanjutnya dengan sebuah senyuman jail, sebelum kembali menutup pintu kamar Hana.

Bergegas Hana mengikat rambut panjangnya dan menatap sekali lagi penampilannya pada cermin di depannya. Setelah itu, barulah Hana turun ke bawah sambil memakai kacamatanya. Memang tidak sering, tapi entah kenapa, hari ini ia ingin sekali memakai kacamata.

Tak jauh di depannya, seorang cowok yang awalnya berdiri membelakanginya sekarang memutar tubuhnya seolah menyadari kedatangan Hana.

"Pagi," sapanya dengan senyuman manis di wajahnya.

Hana menatap cowok itu kesal. "Hmm," balas Hana enggan. "Ma, aku berangkat, ya!" seru Hana pada Mamanya yang sedang berada di dapur.

"Iya, hati-hati ya, Sayang," balas Mamanya setengah berteriak.

"Ayo berangkat," kata Hana sambil melewati cowok itu, dan masuk ke dalam mobil Rei.

"Lo marah?" tanya cowok itu buka suara setelah beberapa menit hening.

Hana bergeming.

"Na, maafin gue ya yang tiba-tiba bilang kalau mau berangkat bareng."

Hana tetap masih tetap pada pendiriannya. Diam.

Cowok itu mengembuskan napas pelan, kemudian menepikan mobilnya. "Hana, jangan diem-dieman kayak gini dong, gue jadi makin ngerasa bersalah tau!" kata cowok itu mengacak rambutnya frustasi.

Hana menoleh, menatap cowok itu dengan wajah malasnya.

"Hana, lo beneran marah?" tanya cowok itu lagi.

"Udah tau masih aja nanya," sahut Hana jengkel. "Kamu tau nggak, pas kamu nelpon itu, aku belum bangun tidur tau. Ditambah lagi kamu ngomong lima menit lagi nyampe, sedangkan aku belum siap-siap! Dan tadi kamu malah mutusin telepon begitu aja. Kamu nyebelin tau nggak, Rei?!" sambung Hana dengan kekesalan yang sudah tidak bisa ditahan lagi.

Hope [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang