"Aku kira ucapan kamu yang kemarin itu cuma bercanda," celetuk Hana saat mobil yang ditumpanginya telah melaju jauh meninggalkan rumahnya.
"Nggak, lah. Kan gue udah janji mau jemput lo buat berangkat bareng." sahut Hans santai sembari menyunggingkan senyum kecilnya.
Hana menolehkan kepalanya pada Hans, lalu berkata, "Berarti ... aku udah nggak punya hutang budi lagi, 'kan, sama kamu?"
Hans mengangguk mantap. "Yup! Benar sekali!" kemudian mereka berdua tertawa layaknya teman lama yang sedang bernostalgia.
Hana berdeham sejenak, lalu mengalihkan pandangannya pada objek yang ada di luar mobil seraya menghapus air di ujung matanya, akibat tertawa tadi.
"Sayang banget, ya," ucap Hans kemudian, memecah keheningan, membuat Hana menoleh bingung. "Setelah hari di mana gue nyelamatin lo dulu, gue pikir, gue bisa ketemu lagi sama lo karena kita sekelas. Tapi, ternyata ... lo udah pindah besoknya."
Hana tersenyum sendu. "Awalnya aku sempat khawatir, apakah aku bisa balas budi ke kamu atau nggak. Tapi sekarang aku nggak perlu khawatir lagi karena aku udah ketemu lagi sama kamu." nada suara Hana seketika berubah menjadi antusias.
"Menurut lo, pertemuan kedua kita ini hanya sebuah kebetulan atau takdir?"
Hana mengerutkan dahinya menatap Hans yang juga meliriknya sebentar, lalu fokus lagi menyetir. Kemudian, gadis itu mengangkat sedikit bahunya. "Mamaku bilang, nggak yang namanya kebetulan di dunia ini karena semuanya udah ada yang ngatur. Jadi, aku percaya, ini adalah takdir." Hana tersenyum manis di akhir kalimatnya.
Hans ternyata ikut tersenyum. "Gue juga nggak percaya sama yang namanya kebetulan." timpalnya.
Kemudian, tidak ada lagi di antara mereka yang berbicara hingga mobil yang dikendarai Hans memasuki gerbang sekolah dan terparkir rapi di sebelah mobil yang juga baru datang. Mobil yang diyakini Hana adalah mobil milik salah satu teman Rei. Nico.
Tanpa menunggu Hans, Hana langsung keluar dari mobil berwarna silver itu, bersamaan dengan Nico dan Fero.
Spontan, Hana melambaikan tangannya pada kedua teman Rei itu, tersenyum, dan berseru, "Hai, Nico! Fero!"
Nico membalas lambaian tangan Hana, sementara Fero hanya tersenyum manis seraya mendekati Nico. "Lo berangkat sama siapa? Biasanya sama Monic." tanya Nico heran.
"Aku berangkat sama Hans," jawab Hana sambil mengarahkan dagunya pada Hans yang baru keluar dari mobil.
"Cowok lo, ya?" tanya Fero berbisik.
Hana menggeleng. "Bukan. Dia temanku saat SMP dulu."
Fero mengangguk mengerti, sementara Nico menatap Hans dengat tatapan menilai.
"Hana, ayo pergi." seru Hans menggerakkan kepalanya ke arah koridor.
Hana mengangguk, lali menatap Nico dan Fero. "Rei udah datang belum?"
"Udah," sahut Nico setelah melihat ke parkiran motor untuk melihat keberadaan motor Rei.
Hana mengangguk mengerti. "Yaudah, kalo gitu aku duluan, ya." pamitnya, lalu berlari kecil ke arah Hans.
...........
Hana menyeruput habis jus jeruk di depannya setelah menghabiskan nasi goreng pesanannya beberapa detik yang lalu. Sekilas, Hana melihat piring atau mangkuk milik teman-temannya yang masih terisi setengah karena sedari tadi mereka sibuk mengobrol tentang Mutia yang pagi ini mendapatkan coretan kata-kata kasar di mejanya.
Tetapi, Hana tidak punya waktu untuk ikut mengobrol sementara beberapa menit lagi bel masuk akan berbunyi. Karena tadi, guru olahraganya--Pak Bambang--menyuruhnya untuk mengumpulkan bola basket bersama beberapa anak lainnya dan membuat waktu istirahat Hana berkurang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [FIN]
Teen Fiction-s e l e s a i- Klise. Ini kisah tentang seorang siswi bernama Hana. Cewek yang selalu ditindas oleh orang yang dulunya menjadi temannya sendiri. Namun cewek yang satu ini selalu menguatkan diri dalam mengadapi semuanya, sampai pada akhirnya ia ber...