Saat ini, Ivy sedang berada di kelasnya bersama Farah dan teman-teman yang lainnya. Seperti biasa, setiap kali melakukan sesuatu, Farah pasti akan selalu membuat ia dan yang lainnya terus berada di dekatnya. Dia pastinya tidak ingin salah satu dari kami mengadu pada guru.
Di jam istirahat kali ini, tidak banyak yang mereka lakukan. Farah sibuk dengan ponselnya, sementara yang lain terlihat gelisah, sering termenung memikirkan kejadian kemarin.
Tidak ada yang berani mengungkit atau menyalahkan Farah atas kejadian yang terjadi. Mereka sadar dengan posisi mereka saat ini.
Melihat Farah yang bangkit dari duduknya, melangkah keluar kelas tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, membuat Ivy mengikutinya.
"Yang kemarin itu bukan bagian dari rencana elo, kan?" tanya Ivy begitu ia sudah berada beberapa langkah di belakang Farah.
Koridor kelas sepi saat ini. Dan jangan berpikiran Ivy akan menggunakan kosakata aku-kamu pada Farah, karena itu tidak akan terjadi. Panggilan itu khusus Ivy gunakan pada Hana saja.
Farah menoleh, membalikkan tubuhnya seraya melipat tangan di depan dada. Tatapan tajamnya menghunus mata kelam Ivy. "Iya, kenapa? Ada masalah?"
"Lo mungkin terlalu sibuk dengan perasaan lo sendiri, jadi gue mewakilkan perasaan teman-teman yang lain. Kami nggak suka dengan sikap dan cara yang lo lakukan."
"Gue nggak minta pendapat lo. Lebih baik lo tutup mulut dan terus jadi pengikut gue, atau lo akan menyesal." ancamnya.
Ivy mengabaikan ucapan Farah. Itu tidak akan membuatnya gentar sama sekali. "Apa nggak cukup dengan merebut kami darinya, hingga lo membully dia sampai segitunya?"
"Shut up!" desisnya geram.
"Gue kira ini hanya akan seperti bully pada umumnya, tapi ini sudah melewati batas. Lo mendorongnya?" Ivy mendengus sedetik kemudian. "Yang benar saja."
Farah melangkah cepat mendekati Ivy, mencengkram lehernya dengan tatapan nyalang. "Nggak usah nasihatin gue. Lo hanya perlu diam dan turuti semua perintah gue, bitch."
Sekali lagi Ivy mendengus sinis. Dia melepaskan tangan Farah yang mencekik lehernya dengan kasar. "Lo lebih buruk dari iblis ternyata." ia kemudian berbalik, melangkah memasuki kelas.
Tangan kanan Ivy meraba lehernya yang mungkin saja meninggalkan bekas merah di sana. Harus ia akui, ia sedikit kesulitan bernapas tadi. Dan saat memasuki kelas, Ivy melihat teman sebangkunya-yang juga terpaksa berteman dengan Farah-buru-buru menarik resleting tasnya. Ivy menyipitkan mata curiga.
"Ngapain buka-buka tas gue?"
Yang ditanya tampak gelagapan sebentar. "Eh? Gue... tadi cuma lagi tisu, Vy. Soalnya pas gue tanya ke yang lain, mereka pada nggak ada."
Tiga detik menyelidiki, Ivy akhirnya mengangguk pelan. Ia kemudian membuka tasnya, mengeluarkan sebuah ponsel berwarna hitam dari dalamnya, lalu kembali melangkah keluar dari kelas.
Tujuannya kali ini adalah perpustakaan. Sembari menuruni anak tangga, Ivy mengetikkan pesan singkat untuk Hana.
Mungkin inilah saatnya Ivy menyerahkan bukti-bukti yang telah dikumpulkannya pada Hana. Hanya Hana yang bisa ia andalkan sekarang. Semoga saja semuanya berjalan sesuai rencana.
..........
Hana berlari kecil menuju perpustakaan setelah sebelumnya membaca pesan singkat dari Ivy.
Perpustakaan. Sekarang.
Begitulah isi pesannya. Hana tidak tahu mengapa Ivy menyuruhnya ke sana, tapi firasatnya mengatakan kalau ini ada sangkutpautnya dengan Farah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [FIN]
Teen Fiction-s e l e s a i- Klise. Ini kisah tentang seorang siswi bernama Hana. Cewek yang selalu ditindas oleh orang yang dulunya menjadi temannya sendiri. Namun cewek yang satu ini selalu menguatkan diri dalam mengadapi semuanya, sampai pada akhirnya ia ber...