20. Happy With Him

506 25 0
                                        

Hana mematut dirinya di depan kaca sekali lagi. Jeans berwarna putih dipadukan dengan kaos lengan panjang berwarna peach. Rambut cokelatnya sengaja tidak ia kuncir. Alasannya, ia selalu merasa risih kalau punggungnya tidak tertutupi jika ia berada di luar area rumah.

Terakhir, Hana meraih sling bag-nya yang sudah ia pilih sebelumnya di atas tempat tidur. Kemudian membalut kakinya dengan flat shoes kesukaannnya. Kalau masalah make-up, Hana selalu natural. Tidak ingin terlalu mencolok.

"Ma, aku pergi ke rumah temen dulu, ya," pamit Hana pada Mamanya yang sedang menonton TV.

"Pulang jam berapa?"

"Belum tau, Ma. Nanti aku kabarin," sahutnya tanpa berhenti melangkah.

Ketika ia akan memasuki mobilnya yang berwarna putih, ia merasa ada sesuatu yang kurang. Tapi apa? Hana berpikir sejenak. "Ah, novel!" dengan cepat Hana berlari ke dalam rumah dan kembali lagi dengan novel yang sudah ada di dalam dekapannya. Setelah merasa sudah tidak ada yang tinggal, barulah Hana menyalakan mobilnya dan pergi.

Dua puluh menit kemudian, mobil Hana sudah berada di depan pagar besi tinggi sebuah rumah yang dulu pernah sekali ia kunjungi. Tak lama setelah itu, seorang satpam membukakan pagar untuk Hana dan mempersilakan Hana untuk masuk.

Setelah parkir, Hana melangkah menuju pintu rumah tersebut dan menekan bel. Tepat saat detik ke-10, pintu rumah terbuka.

"Selamat sore, cari siapa, Neng?" tanya seorang perempuan yang berumur sekitar 50-an. Terlihat ramah karena sejak tadi senyumannya selalu menghiasi wajahnya.

Hana balas tersenyum. "Saya mau ketemu sama Rei."

"Oh, silakan masuk. Katanya Neng teh disuruh langsung ke kamar aja," ucapnya memberitahu.

"Ah, iya."

"Neng mau saya antar atau tidak?" tanyanya ramah.

"Oh, nggak usah, Bi."

Bibi itu mengangguk. "Ya sudah. Kalau begitu saya ke dapur dulu," izinnya.

Hana mengangguk. Lalu berjalan menuju lantai dua. Sesampainya di depan sebuah pintu kamar berwarna cokelat, Hana mengetuknya sejenak. Menunggu pintu itu terbuka, Hana meremas jemarinya dengan gugup. Bahkan jantungnya berdetak liar tanpa ia sadari.

Astaga!! Ini benar-benar membuatnya gugup. Hana menggigit bibirnya lalu meraba tempat jantungnya berada.

"Aduh, kenapa nih jantung detaknya cepet banget, ya? Kayak mau ketemu artis aja," gerutu Hana.

Ceklek

Pintu cokelat di depannya terbuka. Detak jantungnya semakin cepat saat ia melihat kaki Rei yang mulus tanpa alas apapun sudah berada di depannya. Hana menelan ludahnya. Perlahan ia mengangkat kepalanya.

Mata Hana sedikit melebar melihat sosok di depannya. Seorang cowok dengan kaos putih dan celana selutut berwarna abu-abu. Rambutnya acak-acakkannya selalu membuat Hana terpesona. Walaupun warnanya sudah tidak lagi pirang. Tapi hitam. Di wajahnya, terpampang sebuah senyuman miring yang tentu saja membuat Hana menahan napas.

Cowok itu tidak terlalu banyak berubah. Dan... setidaknya, perubahannya menuju ke arah positif.

Cowok itu memiringkan kepalanya sedikit. "Hai, miss me?"

Hana tidak dapat lagi berkata-kata. Sedikit demi sedikit, sudut bibir Hana terangkat membentuk sebuah senyuman. Ia sungguh terharu sekarang. Bertemu dengannya adalah sesuatu yang sangat ia inginkan sejak lama.

"Rei," lirih Hana. Kemudian ia langsung memeluk Rei yang merentangkan tangannya dengan erat.

"Aku kangen masa?" Isakkan Hana mulai terdengar.

Hope [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang