Siapa?"
Suara Virgo langsung menyambut Kiara ketika masuk ke dalam mobil. Suara itu terdengar seperti suara seorang cowok yang takut akan diselingkuhi oleh pacarnya. Posesive banget. Kiara duduk di kursi penumpang, dia menjawab pertanyaan itu tanpa menoleh pada kakaknya itu.
"Kakak kelas"
"Ngapain?"
"Minta maaf karena tadi nggak sengaja nabrak gue"
Kemudian dia diam lagi. Namun saat melihat ke belakang dia baru menyadari kalau ada orang ketika didalam mobil itu. Seorang cowok yang sepertinya teman Virgo. Cowok itu memandangnya dengan senyum mengembang, sedangkan Kiara hanya melihat sekilas kemudian mengalihkan pandangannya. Tidak peduli. Kalau Kiara memperhatikan lebih jauh dia akan menyadari kalau cowok itu cute juga. Rambutnya hampir menyentuh kerah baru dengan gaya shaggy. Rahangnya terkesan tegas, alis mata yang tebal dan mata yang bersinar - sinar jail. Membuatnya terlihat seperti cowok yang sempurna. Andai saja Kiara saat ini sedang tidak ingin berurusan dengan cowok, mungkin dia bisa suka pada cowok ini.
"Mich, kenalin ini adek gue Kiara. Ki kenalin ini temen gue Mich"
Mereka berdua hanya saling mengangguk. Kiara kemudian tak bicara apa-apa lagi melainkan hanya mendengar percakapan antara Virgo dan Mich yang Kiara nggak mengerti sama sekali. Lagian itu bukan urusannya. Dia sedang melihat kertas yang tadi diberikan Tania. Disana tertulis ada beberapa ekschool. Kiara mulai menelaah satu persatu. Futsal? Nggak mau dan nggak mungkin, dia kan cewek dan nggak ada cewek yang main futsal. Kalo tata boga dia nggak minat. Berurusan di dapur aja dia di rumah nggak pernah kecuali cuma cuci piring dan membantu bundanya masak. Itupun sekedar motong-motong dan banyak yang kebuang dari pada yang dimasak. Fotografi, dia nggak berbakat. Jurnalistik apa lagi. Satu - satunya yang dia bisa dan dia minati cuma basket. Namun rasanya dia belum siap berurusan dengan hal satu itu. Tapi kata Tania tadi kalau dia nggak ikut ekschool, bisa-bisa dia nggak naik kelas. Kan nggak banget.
"Kertas apaan tuh?" tanya Virgo ingin tau. Dia melirik Kiara sejenak walau dia lagi nyetir.
"Kertas pilihan ekshool. Menurut lo gue harus pilih yang mana?" tanya Kiara mencoba meminta pendapat.
"Basket. Lo kan dari kecil hobi" jawabnya. "Menurut lo Mich?" tanya Virgo. Mich yang tidak tau akan ditanya diam sejenak sebelum memberikan jawabannya.
"Kalo menurut gue basket nggak buruk kok. Lagian seperti kata lo, Kiara udah biasa main basket dari kecil. Ya kan?"
"Thanks"
Mich hanya tersenyum kecil sebagai balasan untuk ucapan Kiara barusan. Karena tidak punya pilihan lain, Kiara akhirnya melingkari basket. Mau bagaimana lagi. Mereka sampai di rumah ketika Arin tengah menyiapkan makan siang. Virgo tanpa tedeng aling - aling langsung duduk, dan menarik Mich untuk makan bersama. Arin hanya tertawa kecil melihat tingkah anak laki - lakinya itu.
"Dimakan ya Mich! Anggap aja rumah sendiri" ucap Arin ketika melihat Mich.
"Makasih Bunda" jawab Mich. Sepertinya dia sudah biasa disini, bahkan ikut memanggil Ibu Virgo dengan kata Bunda. Panggilan anak itu untuk ibunya. Kiara ikut duduk setelah mengganti pakaiannya. Dia duduk di depan Virgo dan Mich.
"Hmm... Bunda nggak ikut makan?" tanya Kiara ketika melihat bundanya masih berkutat didapur. Sepertinya lagi sibuk.
"Bunda udah selesai. Kalian makan aja. Oh ya Bunda harus ke toko kue. Kiara kalau ovennya bunyi tolong angkat kuenya ya"
Setelah berkata begitu Arin membersihkan tangannya dan langsung menuju keluar rumah. Kiara hanya mengangguk karena tau nggak punya pilihan lain. Nggak lama kemudian oven berbunyi dan Kiara segera mengangkat kue didalamnya. Namun sayangnya dia lupa pakai sarung tangan, hingga dia berteriak kesakitan. Selain kesakitan dia juga kaget, makanya dia teriak.
"Lo nggak apa - apa?" tanya Virgo yang langsung berlari ke arah Kiara. Mich yang melihat oven terbuka segera memakai sarung tangan dan mengangkat kue itu sebelum terjadi yang nggak diinginkan.
Virgo menarik Kiara ke ruang tamu dan mencari kotak P3K di dalam laci. Mich hanya memperhatikan mereka. Namun melihat Virgo yang tak kunjung menemukan kotak itu dia ikut mencari dan menemukannya di salah satu lemari yang dari tadi dia menjadi perhatian Virgo. Akirnya dia lah yang mengobati tangan Kiara dengan mengoleskan salep, sedangkan Kiara hanya meringgis kesakitan. Sementara Virgo memindahlan kue buatan bundanya ke dalam piring yang sepertinya sengaja disiapkan di dapur.
"Kok tangan kamu bisa begini? Tadi nggak pake sarung tangan?" tanya Mich perhatian. Kiara merasa canggung. Apalagi cowok itu masih memegang tangannya. Namun karena Mich sudah mengobati tangannya dia nggak mungkin bersikap cuek sama cowok ini.
"Gue lupa pakai sarung tangan, ternyata panas banget" jawab Kiara. Sebenarnya dia malu banget. Kenapa dia bisa bodoh begitu.
"Kamu lucu juga ya, udah tau panas malah nggak pake sarung tangan"
"Nggak usah ngeledek deh" ucap Kiara jengkel. Rasa kesalnya mengalahkan rasa canggung Kiara pada Mich. Mich malah terus terkikik yang membuat Kiara mencubit Mich pakai tangannya yang tadi kena luka bakar. Bisa dipastikan dia kembali merasa kesakitan.
"Udah jangan pukul - pukul lagi. Nanti tangan kamu makin sakit" ucap Mich penuh perhatian.
"Udah nggak usah sok romantis gitu deh. Kayak nggak ada orang aja di sini"
Suara Virgo yang baru datang membuat keduanya langsung diam. Kiara sadar lebih dulu dan langsung cemberut pada Virgo.
"Romantis apaan coba? Gini aja dibilang romantis. Pantas sampe sekarang lo nggak punya pacar" cibir Kiara.
"Enak aja. Gue nggak punya pacar karena pilihan ya. Bukan karena nggak ada yang suka sama gue"
"Bohong banget sih lo Vir. Emang cewek mana yang suka sama lo. Kebanyakan malah ilfeel kali sama tingkah petakilan lo" ledek Mich sok polos.
"Brengsek lo Mich" ucap Virgo sambil memukul kepala sahabatnya itu yang dibalas Mich dengan menonjok bahunya. Kemudian mereka tertawa. Dasar gila. Akhirnya mereka duduk bertiga di ruang itu sambil mononton TV yang dinyalakan Kiara.
"Hmm... Mich makasih ya sekali lagi. Sorry kalau sikap gue tadi pas kita kenalan bikin lo tersinggung"
"Nggak apa - apa kok. Wajar aja lagi" ucap Mich santai.
"Jadi bonyok lo belum pulang juga?" tanya Virgo menimpali percakapan mereka.
"Katanya besok. Lo tau sendiri mereka gila kerja"
"Jadi lo sendirian dong dirumah? Kalau iya pasti sepi banget"
"Nggak juga sih, Ki. Ada Mbok yang nemenin. Oh ya aku denger - denger dari Virgo kamu baru nyampe di sini kemaren. Emangnya kamu nggak tinggal di sini dari kecil?" tanyanya lagi sambil memasukan kue kering yang diletakan Kiara di atas meja kaca di depan mereka.
"Gue pindah pas SD ikut nenek ke Bandung, tapi sepertinya gue kangen Bunda dan gue pengen tinggal sama Bunda. Ya udah gue mutusin balik ke sini" jelas Kiara. "Gue balik ke kamar dulu ya"
Tanpa menunggu persetujuan Virgo dan Mich dia langsung mengambil tongkatnya yang terletak disisi sofa kemudian berjalan ke kamarnya. Tinggalah Virgo yang melongo melihat sikap adiknya itu. Kiara jadi pendiam dan tak banyak bicara semenjak pulang ke rumah ini.Tapi bertemu dengan Mich sedikit mengembalikan sikap asli adiknya itu. Tapi perasaan Kiara sudah bisa berjalan tanpa tongkat. Kenapa sekarang adiknya itu malah kembali menggunakannya?
"Adik lo misterius banget ya Vir. Kalem, nggak banyak omong"
"Dia dulu nggak gitu, mungkin karena udah makin dewasa aja kali makanya jadi kalem gitu" jawab Virgo walau sebenarnya tidak yakin dengan ucapannya.
Mich hanya mengangguk menyetujui alasan Virgo. Lagian diakan bukan siapa - siapanya anak itu. Ya setidaknya sebagai teman dari kakaknya, dia akan menjaga Kiara. Hanya sebatas itu, nggak lebih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Ficção AdolescenteKiara tidak tau hidupnya akan serumit ini. Dia sudah berusaha menjalani semuanya dengan normal. Bahkan keputusan yang membuatnya pindah sekolah dan pindah tempat tinggal tidak berarti apa-apa. Sepertinya takdir tidak mengijinkannya bahagia. Semua m...