Tania bercerita kepada Willi tentang tadi. Bagaimana Kiara langsung datang mendengar teriakannya. Langsung menyebur dan panik. Bagaimana takutnya dia dan Kiara saat Willi tidak sadarkan diri tadi. Bagaimana Kiara terlihat sangat terpukul. Tentang Kiara yang bicara pada ke dua orang tua Willi. Juga rasa marah Tania karena sikap Kiara tadi.
“Lo tau itu bukan salahnya, Tan”
“Iya, tapi tetap aja sampai saat ini gue masih jengkel setengah mati” ucap Tania nggak bisa menyembunyikan nada nggak sukanya.
“Lo harus minta maaf sama dia Tan”
“Ntar deh kalau gue niat” balas Tania.
Walau seperti itu ada hal tentang Kiara yang memenuhi otaknya saat ini. Tania merasa aneh dengan anak itu setelah kejadian tadi. Ada yang pasti disembunyikannya. Dan Willi dapat membaca raut wajah Tania itu dengan baik.
“Ada apa?”
“Hmm... gue ngerasa ada yang aneh dengan Kiara. Lo ingat waktu dia ketawa tadi waktu lo mau loncat?”
Willi lagi – lagi menangguk.
“Ketawanya aneh. Terus dia juga bilang lo nggak ngerti apa-apa tentang hidupnya. Apa yang kita nggak ngerti? Setelah itu kata-katanya juga aneh. Seolah-olah dia pernah ngalamin yang lebih berat dari masalah lo. Seolah-olah dia juga pernah hampir meninggal. Terus waktu mau bawa lo ke rumah sakit tadi, Kiara sudah duduk di kursi kemudi mobilnya tapi dia tiba-tiba turun. Wajahnya pucat kemudian nyerahin kemudi ke gue”
“Bisa aja Kiara nggak bisa nyetirkan? Terus karena panik dia sudah duduk di kursi kemudi” jelas Willi.
“Oke kalau dia nggak bisa nyetir. Tapi kenapa dia harus pucat? Dia seperti takut entah karena apa. Terus kenapa Kiara bisa refleks ada di belakang kemudi padahal dia tau dia nggak bisa nyetir? Sikapnya tadi juga yang bikin gue berasumsi kalau ada sesuatu pada Kiara”
Sekali lagi Willi menangguk. Dia juga melihat mendung dimata Kiara saat menatapnya setelah bangun. Apa terjadi sesuatu? Belum sempat memikirkan jawaban atas semua pertanyaan itu, kedua orang tua Willi masuk.
“Sukurlah kamu nggak kenapa – napa sayang”
Mamanya langsung memeluk Willi. Kemudian diikuti papanya. Tania tau ini waktunya membiarkan mereka. Dia langsung pamit untuk keluar sekaligus pulang. Tapi dia berjanji akan ke sini lagi besoknya.
“Maafkan kami ya sayang. Kami nggak pernah ngerti perasaan kamu. Kami malah mengertahuinya dari orang lain” ucap papanya sambil mengelus kepala Willi.
“Kalau saja kami nggak terus bertengkar, semua ini nggak akan terjadi. Namun teman kamu itu menyadarkan kami kalau kamilah yang menyebabkan kamu seperti ini”
“Tapi kami janji, mulai sekarang kami akan selalu ngedenger dan ngerti kamu. Kami akan lebih perhatian sama kamu. Nggak akan bertengkar lagi” sambung mamanya.
Willi hanya mengangguk sambil tersenyum. Seperti kata Kiara, masalahnya bisa diselesaikan secara baik – baik. Dia juga yakin teman yang dimaksud oleh ke dua orang tuanya itu adalah Kiara. Ya Tania sudah menceritakannya tadi. Ini waktu terindah yang dimilikinya setelah berbulan-bulan hidup dalam neraka. Terlebih ketika mama dan papanya memeluknya berbarengan.
“Thanks, Kiara. Kalau bukan karena lo gue pasti udah kehilangan momen bahagia ini ini”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionKiara tidak tau hidupnya akan serumit ini. Dia sudah berusaha menjalani semuanya dengan normal. Bahkan keputusan yang membuatnya pindah sekolah dan pindah tempat tinggal tidak berarti apa-apa. Sepertinya takdir tidak mengijinkannya bahagia. Semua m...