Bel istirahat baru saja berbunyi. Semua penghuni kelas berlomba untuk keluar. Rasanya lega sekali ketika pelajaran Matematika yang dimulai setelah pelajaran Fisika dari jam pertama selesai. Bayangkan, empat jam perhitungan tanpa henti. Bagaimana otak nggak mumet coba. Tania sepertinya juga seperti murid-murid lainnya. Begitu guru Matematika keluar kelas, dia langsung berdiri dari tempat duduknya dan meregangkan tubuh. Rasanya semua sendinya mau copot karena kelamaan duduk.
“Kantin yuk Ki” ajaknya. Kiara lagi malas untuk keluar kelas. Dia melirik ke meja Willi sebentar sementara pemiliknya tidak ada di tempat. Kemana sebenarnya teman mereka itu kabur?
“Lo aja deh. Gue lagi malas keluar kelas. Gue nitip minuman dingin. Mumet otak gue” jawab Kiara sambil merebahkan kepalanya di meja. Kepalanya rasanya nyut-nyutan juga. Nggak hanya memikirkan Willi, tapi lebih ke masalahnya sendiri. Apa yang harus dia lakukan untuk menghadapi semua ini? Nggak hanya cara untuk mengindari Verry dan Mikko yang terus saja mengganggunya, tapi juga semua orang di rumah. Rasanya dia belum siap untuk bertemu mereka. Tapi Kiara tau nggak ada gunanya dia terus-terusan menghindar.
Tanpa banyak protes, Tania meninggalkan Kiara sendirian di dalam kelas. Dia mengerti Kiara butuh waktu setelah melihat pandangan anak itu tadi pagi. Tapi baru beberapa menit meninggalkan kelas, anak itu malah balik lagi. Sekarang malah ditambah dengan napas ngos-ngosan pula.
“Kiara...” suara Tania yang terdengar panik membuat Kiara mendongkan kepalanya dan menghadap Tania.
“Ada apa?”
“Ikut gue”
Sebelum dia menyatakan kesetujuannya, Tania sudah menariknya duluan. Dari pada dia jatuh, terpaksalah Kiara mengikuti langkah Tania. Dia melihat kerumunan di dekat lapangan. Sepertinya ada yang tengah berkelahi. Tapi kenapa Tania mengajaknya ke sini?
“Gue liat Mikko di depan sana lagi berantem sama cowok yang nggak gue kenal. Bahkan sepertinya bukan murid sekoah ini karena beda seragam. Cowok itu juga beberapa kali nyebut nama lo. Jadi gue rasa cuma lo yang bisa hentiin perkelahian itu” jelas Tania yang melihat raut kebingungan di wajah Kiara. Jelas saja penjelasan itu membuat Kiara kaget setengah mati. Kenapa bisa-bisanya Mikko berantem dengan orang yang membawa-bawa namanya. Terus siapa cowok yang di maksud Tania barusan? Kenapa hidupnya bisa serumit ini dalam jangka waktu sehari? Saat dia mendekat ke sana, teman – teman sekolahnya langsung memberi jalan untuk Kiara. Tapi jelas saja suara krasak krusuk terdengar seantero tempat itu. Gimana nggak, ini pertama kalinya ada yang berantem di depan umum gara-gara cewek. Gimana nggak bikin heboh coba?
Saat sampai di barisan paling depan, Kiara makin kaget ketika menyadari kalau cowok yang di maksud Tania itu adalah Verry. Kiara melihat Verry yang tengah mencengkram Mikko. Kiara tau, walau Mikko itu atlet, dia nggak bakal menang lawan Verry deh. Verry itu jago judo, walau belum sabuk tertinggi. Terlihat ada beberapa lebam di wajah Mikko.
“Berhenti sekarang juga!”
Kiara menatap tajam kedua cowok yang terlibat baku hantam itu. Padahal dari tadi nggak ada yang berani melerai melihat ngerinya perkelahian mereka berdua. Semuanya langsung menyingkir menyadari perkelahian sudah usai. Mereka lebih memilih melihat dari jauh.
“Kiara” suara keduanya pelan.
“Kalian berdua kayak anak kecil tau nggak. Bikin malu tau” marah Kiara. Seperti ini membuat Kiara memiliki tempat untuk melampiaskan emosi dan perasaan frustasinya yang tertahan.
“Kiara, plis denger dulu” Verry mencoba mencairkan kemarahan Kiara. Tapi jelas nggak segampang itu. “Gue cuma nggak mau dia nyakitin lo. Tadi gue denger dia...”
“Yang nyakitin dia itu elo” balas Mikko tak mau kalah yang langsung memotong ucapan Verry yang belum selesai.
“Nggak usah sok ngelindungin gue!” Teriak Kiara berang. “Kalian berdua itu sama aja, sama-sama brengsek” Umpatnya. “Terutama lo” katanya sambil menunjuk Verry. “Lo sadar nggak sih apa yang udah lo perbuat? Lo udah ngancurin hidup gue, lo udah ngerebut hidup Sandra. Kalau lo bisa sedikit aja pergunain otak lo, semua hal buruk itu nggak akan terjadi. Sandra nggak akan pergi. Gara-gara lo... gara-gara lo, Sandra harus meregang nyawa” ucapnya melampiaskan semua emosi. Namun rasanya seperti ini malah membuatnya semakin frustasi. Apalagi mengingat Sandra. Bertambah saja beban yang harus dia hadapi. Dia ingin bicara lagi, tapi Verry buka mulut lebih dulu.
“Gue tau, karna itu gue mau minta maaf sama lo walau gue tau nggak gampang bagi lo buat maafin gue” suara Verry terdengar lunak. “Gue minta maaf karena buat lo menderita seperti ini. Sebrengsek apapun gue, gue nggak bisa diam aja saat tau kalau kejadian itu disengaja. Gue nggak bisa diam aja saat gue tau ada yang ngincar nyawa lo sampe ngebuat lo kecelakaan seperti itu” ucap Verry cepat. Sedangkan Kiara membeku seketika mendengar penjelasan itu. Kiara tidak bisa mengingat jelas kejadian itu. Yang dia ingat hanya dia tidak bisa menghentikan mobilnya hingga menabrak pembatas jalan. Tapi dia tidak bisa percaya pada Verry begitu saja. Cowok itu sudah menghancurkan seluruh kepercayaannya.
“Dia nggak akan percaya omongan pembohong seperti lo” itu suara Mikko.
“Lo diem deh!” bentak Verry.
“Cukup! Gue nggak mau dengar apapun dari kalian berdua. Kalian jangan pernah muncul dihadapan gue lagi”
Setelah berkata begitu Kiara pergi begitu saja diikuti puluhan pasang mata yang tertarik dengan pertengkaran itu. Mikko dan Verry ingin mengejar cewek itu, tapi Tania lebih dulu menghadang mereka.
“Gue peringatin jangan pernah ganggu Kiara” ucap Tania dengan nada mengancam. Dia melirik Mikko dengan tatapan marah. Tania masih ingat cerita Kiara tentang bagaimana cowok ini mempermainkan hati sahabatnya itu. Kalau tidak ditahan Willi dia sudah mengamuk dan menghajar cowok ini saat pertama kali bertemu setelah kejadian itu. “Lo itu cuma pecundang menjijikan yang nggak pantes berkeliaran di sekeliling Kiara. Udah punya pacar masih aja berani tepe-tepe” ucapnya berang pada Mikko. Nggak peduli apa yang dikatakannya itu akan membuat Mikko kehilangan sebagian atau seluruh fans-nya. Seharusnya cowok itu sadar diri. Bahkan Verry tak lepas dari kemarahannya. “Dan lo nggak seharusnya ada di sekolah ini. Lo bukan siswa sekolah ini. Jadi lo pergi jauh–jauh deh!”
Tania kemudian pergi dari hadapan kedua cowok yang masih saling melongos itu. Dia tau kemana tujuan Kiara. Akhirnya dia menuju perpustakaan. Menuju rak buku paling sudut karena di sana jarang ada orang. Kecuali Kiara kalau lagi bolos jam pelajaran. Jadi nggak akan susah mencari anak itu disekolah kalau dalam keadaan ini.
“Lo nggak apa – apa?” tanya Tania. Ada banyak hal yang ingin ditanyakannya. Siapa Sandra? Kecelakaan apa? Dan sebenarnya siapa cowok yang bernama Verry itu? Kiara belum pernah menceritakannya sama sekali. Sebulan lebih dia mengenal Kiara yang sekarang, Tania tau kalau dia tidak tau apa-apa tentang kehidupan Kiara sebelumnya. Bahkan dia nggak tau alasan kepindahan Kiara. Apa yang sebenarnya terjadi? Kiara terlihat sangat kacau gara – gara hal barusan. Dan terlihat kalap ketika menyebut nama Sandra.
“Gue nggak apa-apa. Gue cuma butuh waktu menenangkan diri” jawab Kiara sambil berusaha tersenyum. Tania jadi tidak enak hati untuk bertanya. Dia tau Kiara pasti tertekan. Kiara itu jarang cerita kalau ada masalah. Yang Tania tau hanya apa yang dia lihat. Tapi itukan nggak cukup.
“Lo bisa temenin gue di sini sebentar sebelum bel?” ucap Kiara sambil memandang Tania. Tania hanya bisa mengangguk, kemudian memperhatikan Kiara yang langsung asik terpekur. Dia tau sudah dari tadi pagi Kiara bertingkah aneh. Cewek itu lebih banyak diam dari pada biasanya. Kemaren dia juga nggak balik ke sekolah, padahal Tania tau kalau anak itu seharusnya latihan basket. Tania tau itu karena menghubungi anak basket saat berusaha menghubungi Kiara. Dia mendapatkan jawaban kalau Kiara tidak balik kesekolah. Tapi seperti biasa cewek itu menutup semuanya rapat-rapat. Seolah nggak ada yang terjadi.
Tania jadi pusing sendiri. Kenapa sih teman-temannya hobi menyimpan masalah sendiri seperti ini? Bahkan Willi memilih untuk kabur dari rumah. Seakan dengan tindakannya itu masalahnya akan selesai. Padahal hal itu hanya akan menambah masalah. Akhirnya Tania hanya bisa menghela napas putus asa karena sifat keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionKiara tidak tau hidupnya akan serumit ini. Dia sudah berusaha menjalani semuanya dengan normal. Bahkan keputusan yang membuatnya pindah sekolah dan pindah tempat tinggal tidak berarti apa-apa. Sepertinya takdir tidak mengijinkannya bahagia. Semua m...