Keping 9

26 2 0
                                    

Kiara baru saja ingin keluar dari kelas ketika langkahnya dihadang oleh seseorang. Kiara mendecih sebal saat menyadari siapa yang menghadang langkahnya.

“Lo bisa nggak sih nggak muncul lagi dihadapan gue. Kehadiran lo itu cuma bikin sakit mata” bentak Kiara.

Kelas Kiara masih ramai-ramainya karena bel istirahat baru saja berbunyi. Nggak heran kata-kata Kiara itu membuat semua murid yang ada di sekitar sana memperhatikan mereka berdua. Apalagi suara Kiara terdengar membahana.

“Kiara, please, denger dulu penjelasan gue” ucap cowok itu memasang wajah seperti anak anjing minta susu.

“Gue nggak butuh penjelasan apa-apa dari cowok menjijikan macam lo. Mending jauh-jauh dari gue” ucap Kiara yang menimbulkan decakan kagum dari cowok-cowok. Dan tatapan marah sebagian cewek-cewek. Jelas, Mikko kan idola mereka. Jadi rasanya mereka nggak terima. Walau banyak juga yang nggak peduli.

Setelah itu Kiara keluar dari kelasnya. Kenapa sih cowok itu tidak menyerah saja. Lagian Mikko itukan sudah punya pacar. Kenapa juga masih tebar pesona kesana kemari? Kiara benar-benar tidak mengerti dengan pikiran cowok-cowok populer.

Kiara melirik ke kiri kanan dari sisi kantin. Dia berusaha mencari Tania dan Willi yang tadi duluan menuju kantin. Setelah menemukan mereka, Kiara menuju sudut kantin dan langsung menghempaskan dirinya di sebelah Tania.

“Kenapa lo? Di gangguin Mikko lagi?” tanya Tania.

“Gitu deh. Heran gue sama tuh orang. Udah punya pacar masih aja tepe-tepe ke sana kemari. Masih aja nguber-nguber gue. Apa dia nggak bisa liat dengan jelas dengan mata kepalanya yang nggak berguna itu kalau gue nggak suka sama dia?” ucap Kiara dengan nada kesal.

“Ya seperti yang lo bilang. Mata kepalanya nggak berguna makanya dia nggak bisa liat” balas Willi. Kemudian gadis itu tertawa yang diikuti Tania. Tapi setelah itu dia diam. Seperti berfokus pada makanan dipiringnya. Padahal dia hanya mengaduk-ngaduk baksonya itu dengan garpu dan sendok.

“Lo nggak apa-apa Wil?” tanya Kiara. Willi sedikit tersentak dengan pertanyaan Kiara. Sepertinya gadis itu menatapnya saat melamun.

“Gue mah selalu baik-baik aja. Emang masalah apa yang ada di diri gue? Kan nggak pernah ada” jawab Willi sambil berusaha bercanda. Tapi sepertinya Kiara tidak terpengaruh dan malah menyipitkan matanya seolah mencari kebenaran dibalik semua kata-kata Willi yang menurutnya hanya bualan itu.

“Gue seriusan, Ki. Gue nggak kenapa-napa”

“Kalau lo nggak kenapa-napa, kenapa makanan lo cuma lo aduk-aduk gaje begitu?”

“Tiba-tiba nafsu makan gue ilang”

“Tapi jangan mainin makan juga Wil. Pamali tau” tambah Tania yang hanya dibalas dengan cengengesan oleh gadis itu. Akhirnya Willi meletakan sendok dan garpunya serta tidak lagi memedulikan makanannya.

“Eh apa pendapat kalian tentang bunuh diri?”

Pertanyaan Willi yang tiba-tiba dan aneh itu membuat Tania dan Kiara tersedak dengan makanan mereka sendiri. Keduanya buru-buru meraih gelas berisi air yang terletak di depan mereka. Dalam hati mereka merutuki Willi karena kejadian ini. Dan mereka juga benar-benar heran karena Willi benar-benar aneh hari ini.

“Lo ngapain nanya hal itu? Lo nggak mau bunuh dirikan?” ucap Kiara dengan tatapan tajam.

“Ya nggak lah. Lo pikir gue sebodoh apa?”

“Ya melihat lo selama ini sih gue sadar lo itu bodoh banget”

“Sialan lo” ucap Willi sambil menggeplak kepala Tania. Anak itu kadang kalau bicara emang semaunya.

“Abis, kenapa lo bisa nanya hal kayak gitu?”

“Gue kan cuma nanya. Jawab napa!” tuntut Willi dengan paksaan yang sulit dibantah.

“Bagi gue mereka cuma pecundang yang nggak bertanggung jawab. Yang cuma bisa melarikan diri. Dari pada milih jalan pintas yang nggak akan membuat jiwa tenang seperti itu, mending mereka ngadapin masalah mereka yang pasti selalu punya jalan keluar” jawab Tania. Entah kenapa kata-kata Tania itu terdengar sangat menusuk. Sepertinya sangat-sangat tidak suka dengan orang-orang yang mengambil tindakan tersebut sebagai penyelesaian masalah. Kiara hanya bisa meghela napas atas jawaban temannya itu. Pecundang ya? Sepertinya dia termasuk dalam golongan orang-orang itu.

“Lo kenapa diam?”

Tania menyenggol Kiara karena malah diam, bukannya menjawab pertanyaan Willi.

“Gue setuju sama Tania” jawab Kiara akhirnya. “Setiap masalah pasti ada penyelesaian. Tinggal bagaimana kita melihat aja”

“Oh gitu ya?”

Setelah tiga kata itu, Willi tidak bicara lagi sampai mereka pulang sekolah.

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang