Setelah dari rumah Sandra, Kiara dan Olive mengunjungi sebuah taman yang terletak tidak terlalu jauh dari sana. Mereka duduk di sebuah kursi panjang di sebuah taman. Mereka dulu sering ke tempat ini. Dengan Sandra juga tentu saja. Melihat anak-anak bermain bola dan terkadang ikut juga. Soalnya ada sebuah lapangan serba guna di tengah taman yang bisa dijadikan lapangan berbagai jenis olah raga. Banyak anak-anak yang tengah berlarian. Mereka asik mengejar bola satu sama lain. Kiara hanya memandang mereka dengan khusuk, sampai tidak tau kalau Olive sudah tidak ada di dekatnya. Saat Olive menyerahkan botol minumlah Kiara baru sadar kalau dia bersama Olive.
“Thanks” ucapnya. Kemudian kembali memperhatikan anak-anak yang tengah bermain. Mungkin saking semangatnya menendang bola, anak-anak itu menendang bola ke arah Kiara. Spontan Kiara mengambil bola itu. Kemudian ingat sesuatu. Pertemuanya pertama dengan Sandra juga karena bola Sandra terlempar ke arahnya. Gadis itu mendatanginya untuk meminta bola itu karena Kiara tidak kunjung melemparkannya waktu itu.
“Ki, anak-anak itu pada nungguin bolanya”
Suara Olive membangunkan Kiara dari lamunannya. Dia segera melemparkan kembali bola itu dan anak-anak itu kembali asik bermain.
“Gue nggak yangka Sandra punya penyakit seserius itu dan kita malah nggak tau”
Olive memulai membuka pembicaraan. Ada rasa bersalah yang muncul dalam hatinya setelah mendengar kata-kata Bunda Sandra tadi. Hanya saja dia tau dengan terus menyesali itu nggak akan membuat Sandra tenang di alam sana.
“Hanya aja kalau kita taupun nggak akan ngerubah apapun. Jadi mungkin kita hanya bisa mengikhlaskan”
Suara Olive lagi. Kiara hanya menangguk. Mungkin tuhan tau mana yang terbaik untuk makhluknya. Tuhan memanggil Sandra lebih cepat agar dia tidak perlu menderita karena penyakitnya. Setidaknya setelah bertemu dengan Bunda Sandra dan bicara, Kiara merasa sedikit lapang dalam dadanya. Dia harus bisa mengiklaskan kepergian Sandra. Hanya saja dia tidak akan bisa memaafkan orang yang sudah membuat Sandra tiada. Seharusnya Sandra bisa hidup lebih lama.
Fokus keduanya teralihkan ketika mendengar tangis. Tidak jauh dari mereka duduk, seorang anak berumur lima tahun menangis seorang diri. Kiara langsung saja menghampirinya. Tangan Kiara terulur menyentuh kepala gadis kecil itu. Gadis kecil itu menatap Kiara yang dibalas Kiara dengan menatap lembut dan mengelus kepalanya pelan.
“Ada apa? Kenapa kamu nangis?” tanya Kiara lembut. Dia membawa gadis kecil itu dalam pelukannya. Dengan terisak-isak, gadis kecil itu bercerita kalau dia baru saja terpisah dari orang tuanya. Karena tidak tau bagaimana cara menemukan mereka makanya gadis itu menangis.
Kiara memperhatikan sekeliling. Siapa tau melihat ada orang yang kehilangan anaknya. Hanya saja dia tidak menemukannya. Begitu juga Olive. Dengan instingnya Kiara merogoh saku anak kecil itu. Terdapat sebuah kertas bertuliskan nomor telepon dan alamat rumah.
“Kamu tenang aja. Kita bakal temuin orang tua kamu. Jadi jangan nangis lagi ya” bujuk Kiara. Gadis kecil itu mencoba menghapus air matanya. Dengan penuh harap dia menatap Kiara semoga itu benar. Bahkan dia menggenggam tangan Kiara dengan erat seolah takut kalau terlepas.
“Liv, pinjam handpone lo”
Olive menyerahkannya begitu saja. Kiara menyalin nomor yang ada dikertas itu. Tidak berapa lama terdengar jawaban diseberang sana. Kiara menjelaskan secara singkat. Kemudian menutup telepon itu tidak lama kemudian.
“Mama kamu lagi jalan ke sini”
Gadis itu menatap Kiara seolah bertanya apakah perkataan Kiara itu benar atau tidak. Kiara mengacak rambut gadis kecil itu pelan. Sebelum mama gadis itu datang kiara membelikan eskrim yang tidak jauh dari mereka. Ketiganya asik mengobrol seolah dengan begitu gadis itu tidak ketakutan lagi.
Tidak beberapa lama seorang perempuan tergesa-gesa berjalan ke arah mereka. Dia langsung saja memeluk gadis kecil tadi yang Kiara ketahui bernama Amel. Seolah perempuan itu sangat takut kehilangan Amel.
“Sukurlah kamu nggak apa-apa” ucapnya sambil mengecup pipi amel. Amel sendiri membenamkan dirinya dalam pelukan perempuan itu. Kiara dan Olive hanya melihat canggung.
“Terima kasih sudah menjaga anak saya. Saya tidak tau apa yang bisa saja terjadi kalau dia bertemu orang jahat”
Perempuan itu mencoba menyalami Kiara dan Olive. Keduanya hanya bisa tersenyum. Tidak lama perempuan itu akhirnya pamit bersama Amel sambil sekali lagi mengucapkan terima kasih. Setelah keduanya pergi, Kiara menatap Olive sejenak dan berkata,
“Liv, gue bakal balik. Thanks udah nemenin gue. Sekarang gue tau apa yang harus gue lakuin”
“Lo serius?” tanya Olive seakan perkataan Kiara barusan dia hanya salah dengar.
“Iya. Gue serius. Gue bakal nyelesaiin semuanya. Dengan begitu gue bisa pergi tanpa rasa sakit”
“Emang lo mau pergi kemana?”
“Entahlah. Setidaknya ketempat yang nggak ngebuat gue sakit saat mengingat masa lalu gue”
Olive hanya mengangguk. Setidaknya Kiara sudah memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless
Teen FictionKiara tidak tau hidupnya akan serumit ini. Dia sudah berusaha menjalani semuanya dengan normal. Bahkan keputusan yang membuatnya pindah sekolah dan pindah tempat tinggal tidak berarti apa-apa. Sepertinya takdir tidak mengijinkannya bahagia. Semua m...